Mohon tunggu...
Wijanarto
Wijanarto Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Sejarah Alumnus Magister Sejarah Undip Semarang

#mencintai sejarah #positiv thinking# niku mawon {{{seger kewarasan}}}

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sastra Memanjakan Imaji Anak

25 Februari 2020   09:33 Diperbarui: 25 Februari 2020   09:37 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Walet mungil kedinginan menunggui patung Pangeran Bahagia saat salju kembali turun. Sang wallet tak sanggup menahan dinginnya salju. Ia pun terjatuh ke kali Pangeran Bahagia, setelah sebelumnya berpesan, "Aku akan pergi ke Rumah Kematian. Bukankah Mati saudara dari Tidur ?" Demikian halnya dengan patung Pangeran Bahagia. Dewan Kota memutuskan untuk melelehkan patung lama dan menggantikan dengan yang baru.

Krisis Sastra Anak ?

Menorehkan cerita bagi anak-anak bukan hal yang mudah. Sampai sekarang penulis yang berkonsentrasi mengeksplorasi sastra anak yang tak kehilangan nilai edukasi, sangat jarang di Indonesia. Buktinya adalah nilai kuantifikasi publikasi bacaan anak-anak yang relatif kecil. Di rak-rak toko buku, konsumsi bacaan anak-anak dipenuhi oleh produk manga Jepang atau cerita teenlit. Pajangan buku sastra hampir dipenuhi sastra untuk dewasa. 

Lalu dimanakah sastra anak ketika dibutuhkan sebagai asupan jiwa anak-anak ? Majalah anak-anak dapat dihitung dengan jari. Legenda tentang majalah Kuncung, Ananda era 1970-an dan 1980-an tak bisa diulang kembali. Hanya majalah Bobo, Aku Anak Saleh yang masih konsisten. Selain sisipan pada beberapa lembar koran yang mengkhususkan pada dunia anak-anak seperti halnya yang dilakukan Suara Merdeka. 

Bacaan anak lainnya dapat terlihat dari rendahnya publikasi buku anak-anak. Rendahnya penerbitan ini menjadi bagian dari keseluruhan penerbitan buku di Indonesia. Berdasarkan data tahun 2012, Indonesia mempublikasikan 18.000 judul buku per-tahun (Kompas, 25/6-2012). 

Jumlah ini cukup rendah dibandingkan dengan penerbitan buku di India yang mencapai 60.000 judul buku per-tahun, Jepang 40.000 judul buku per-tahun. Rekor terbanyak adalah Tiongkok sebesar 140.000 judul buku per-tahun.

Politik Perbukuan

Di Indonesia beberapa penerbit yang konsisten dalam penerbitan bacaan anak dapat disebut belum begitu maksimal. Tak bisa dipungkiri, krisis bacaan / sastra anak dipicu oleh politik perbukuan Indonesia yang banyak dikeluhkan selain minat baca masyarakat Indonesia yang turut berkelindan di dalamnya. Krisis bacaan anak berdampak keringnya imajinasi anak serta perkembangan jiwa sang anak yang tak diharapkan. Hal ini turut menimpa para pendidik yang diharapkan membantu perkembangan intelektual dan karakter sang anak didik.

Para pendidik di jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang memfasilitasi anak meminati dunia membaca, kehilangan koleksi pengayaan penceritaan sebagai story teller yang membawa anak didiknya berkelana dalam belantara imajinasi. 

Bagaimana seorang pendidik bisa mengeksplorasi cerita jika tidak disertai dengan referensi bacaan anak yang digunakan sebagai bahan pengayaan. Sementara ini kita ketahui proses digitalisasi teknologi menjadikan para penutur cerita itu digantikan oleh "guru-guru lainnya" macam play station, games online, televise kabel.

Dengan demikian kondisi darurat anak-anak disebabkan efek simultan yang tak hanya berakhir di bangku sekolah atau lingkungan sosial lainnya. Tanpa disadari krisis sastra anak dan bacaan anak turut pula memberikan andil kondisi darurat anak. Anak-anak kering imajinasinya, dunia literasi yang diharapkan membentuk karakter anak menjelma dunia yang tak dirambah anak-anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun