Mohon tunggu...
Widyo Andana
Widyo Andana Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance content writer. Biasanya nulis sepak bola atau motorsport

Nobody can see the trouble I see. Nobody knows my sorrow

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Papua Barat, Timor Timur, dan Peran Chomsky di Dalamnya

10 Desember 2018   01:28 Diperbarui: 10 Desember 2018   14:21 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Situasi di Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua memanas setelah puluhan pekerja proyek pembangunan Jalan Trans Papua dibunuh oleh kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). Kejadian tersebut tentu mengingatkan kita kepada koflik di Distrik Tembagapura, Mimika, Papua yang terjadi di pertengahan November 2017 mengenai dugaan penyanderaan 1.300 orang di Mimika. Konflik di Tembagapura tersebut bahkan sampai terdengar oleh akademisi internasional. Mereka yang tergabung dalam International Academics for West Papua lantas membuka lagi isu pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia di Papua Barat.

Terkait dengan konflik Tembagapura, International Academics for West Papua lantas menerbitkan surat terbuka yang dipublikasikan melalui laman resmi mereka dengan mengajukan beberapa tuntutan yang mendorong pemerintah Indonesia -- dimulai dari penarikan pasukan dari wilayah tersebut, membebaskan tahanan politik, dan membuka akses bagi pengamat, jurnalis internasional, lembaga non-pemerintah serta pegiat kemanusiaan. Juga, mereka tak lupa untuk mengajak komunitas internasional untuk turut andil dengan apa yang terjadi di Papua Barat. Surat diakhiri dengan daftar para penandatangan. Di urutan pertama, ada nama yang sangat dikenal di dunia internasional terkait isu HAM: Noam Chomsky.

Noam Chomsky adalah profesor linguistik di Massachusetts Institute Technology (MIT). Namun, Ia juga seorang humanitarian dan aktif sebagai kritikus di bidang sosial dan politik. Kritikannya tergolong tajam, terutama bagi kebijakan luar negeri pemerintah AS yang berdampak buruk bagi negara lain. Saking tajamnya, Ia masuk dalam daftar musuh presiden Richard Nixon pada tahun 1970.

"Saya pikir perlawanan Papua Barat akan berdiri dengan kasus lainnya dalam perlawanan terhadap terror dan penindasan besar-besaran sebagai inspirasi dari apa yang manusia dapat capai dan itu belum mungkin berhasil. Jika negara-negara Barat bersedia untuk menghadapi tanggung jawab dan tindakan itu, hal ini dapat berhasil", ucap Chomsky dalam sebuah wawancara dengan Tabloid Jubi pada Desember 2013.

Ia menyebut bahwa masalah yang ada di Papua Barat adalah Major Scandal karena penindasan, pembungkaman, dan pengerukan sumber daya alam disokong oleh Amerika Serikat, Australia, dan negara-negara barat yang memiliki kepentingan sumber daya alam di Papua. Dalam wawancaranya, Chomsky juga menggambarkan bahwa konflik Papua Barat situasinya serupa dengan apa yang terjadi di Timor Timur.

Tahun 1974, Portugis memulai proses dekolonisasi Timor Timur setelah menguasai wilayah tersebut selama berabad-abad. Sempat terjadi perang sipil berskala kecil sebelum kelompok Fretilin menguasai Dili, Ibu kota Timor Timur dan menetapkan kemerdekaannya pada 28 November 1975. Indonesia menyatakan klaim kemerdekaan tersebut adalah permintaan barat. Lalu, pada tahun 1976, Timor Timur resmi menjadi provinsi baru di Indonesia. Aneksasi yang berlangsung sampai 1999 justru memunculkan beragam bentuk pelanggaran HAM kepada warga Timor Timur. Hasil Investigasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), selama 24 tahun pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai penyiksaan seperti perbudakan seksual, eksekusi tanpa pengadilan, pembantaian, dan bencana kelaparan yang disengaja kepada rakyat Timor Timur.

Dalam konflik Timor Timur, Chomsky menyebutkan bahwa Amerika, Inggris, dan Perancis turut serta membantu dalam bentuk diplomatik serta memasok kebutuhan senjata Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Disebutkan bahwa angka penjualan senjata Amerika Serikat era presiden Bill Clinton (1993-2001) sejumlah sekitar 150 juta dolar AS, dan pada tahun 1997 Pentagon masih melatih Kopassus.

Tentu, pada saat itu Chomsky tidak tinggal diam. Ia berusaha mengabarkan tragedi kemanusiaan di Timor Timur sejak awal kemunculan usaha aneksasi pemerintah Indonesia. Pada bulan November 1978 dan Oktober 1979, Chomsky menyampaikan pernyataan kepada majelis umum PBB tentang tragedi Timor Timur dan minimnya pemberitaan media internasional terkait konflik tersebut. Ia juga mengajak masyarakat dunia untuk peduli terhadap isu pelanggaran HAM yang terjadi di Timor Timur. Tak terkecuali rakyat AS karena seperti yang Ia katakan bahwa pemerintah AS juga memainkan peran dalam kekejaman yang terjadi dan menuntut untuk dihentikannya segala bentuk bantuan dan dukungan untuk Indonesia.

Manuver barat dalam mendukung aneksasi Timor Timur juga terbaca saat Australia menjadi negara asing pertama yang mengakui Timor Timur sebagai salah satu provinsi di Indonesia (diikuti AS, Jepang, Kanada, dan Malaysia). Motivasi utama dari pengakuan tersebut akhirnya terungkap pada tahun 1989 ketika rezim Soeharto dan Australia menandatangani kesepakatan untuk mengeksploitasi minyak di antara laut Timor Timur dan Australia. Kontrak tersebut benar-benar dilaksanakan pasca insiden Santa Cruz. Tahun 1991, militer Indonesia membantai warga sipil pro-demokrasi Timor Timur di kuburan Santa Cruz. Tragedi ini berhasil diabadikan oleh dua jurnalis AS Amy Goodman dan Allan Nairn.

Referendum dilaksanakan pada tahun 1999, saat presiden B.J Habibie menyanggupi permintaan Sekjen PBB Kofi Annan. Hasilnya, 80 persen rakyat Timor Timur ingin merdeka.Chomsky merasa lega dengan hasil tersebut, namun kembali prihatin karena hasil referendum tak bisa diterima secara lapang dada oleh TNI dan membalas kekalahan mereka dengan menyerbu warga Timor Timur, menghancurkan rumah dan bangunan, hingga melahirkan gelombang pengungsi di daerah sekitarnya.

Pasca tragedi tersebut, Indonesia mendapatkan banyak kecaman dari publik internasional atas pelanggaran HAM yang terjadi di Timor Timur. Tanpa adanya usaha Chomsky, dunia takkan tahu konflik kemanusiaan yang terjadi di Papua Barat dan Timor Timur

(Dalam rangka menyambut hari HAM sedunia dan hari lahir seorang linguis sekaligus humanitarian favorit saya, Noam Chomsky pada 7 Desember lalu, serta turut berduka atas konflik yang terjadi di Nduga, Papua)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun