Beberapa BUMN besar tahun ini mencatat kerugian yang nilainya sangat besar. Dari sekian banyak kerugian yang dialami negara, sebagian besar dinilai bersumber dari pengelolaan BUMN yang tidak tepat.
Dalam data laporan mengenai keuangan BUMN, setidaknya dalam dua tahun terakhir, beberapa BUMN mengalami kerugian. BUMN rugi yang dimaksud antara lain PT Garuda Indonesia Tbk, PT Aneka Tambang Tbk dan PT Krakatau Steel Tbk.
Garuda Indonesia. Tahun 2012, memperoleh keuntungan Rp 21,55 miliar. Tahun 2013, merugi Rp 125,58 miliar, dan pada semester pertama tahun 2014, Garuda kembali merugi Rp 2,4 triliun. Artinya, dalam setahun Garuda merugi sekitar 1.900 persen. Menurut catatan, hingga September 2014 Garuda membukukan rugi bersih sebesar 219,5 juta dolar AS atau setara dengan Rp 2,63 triliun, anjlok 1.362 persen dibanding rugi bersih periode sama 2013 sebesar Rp180 miliar.
Krakatau Steel. Tahun 2012 mendapat kerugian Rp 112, 79 miliar. Pada tahun 2013, mendapat keuntungan Rp 122,29 miliar. Kemudian, pada semester pertama 2014, merugi Rp 1 triliun. Data tersebut menunjukan Karakatau Steel dalam tempo satu tahun merugi sekitar 900 persen.
Aneka Tambang (Antam). Tahun 2012, Antam memperoleh keuntungan Rp 475,97 miliar. Tahun 2013, keuntungan Rp 373,56 miliar. Namun, pada semester pertama tahun 2014, Antam merugi Rp 638,58 miliar. Artinya Antam merugi sebesar 300 persen dalam setahun.
Kerugian-kerugian yang dialami BUMN tersebut dipengaruhi oleh proses pengelolaan yang tidak baik dari masing-masing direksi BUMN. Inefisiensi dan korupsi disebut menjadi salah satu penyebab utama kerugian.
Selain harus memperoleh direksi BUMN yang kredibel, BUMN bukan hanya perlu dipimpim oleh seorang profesional, tetapi entrepreneur profesional. Seorang profesional biasanya bermain di area pencapaian terbaik yang dapat dicapai. Sementara seorang entrepreneur bermainnya di resiko terburuk yang masih dapat ditanggung.
Itu sebabnya mengapa tidak mudah bagi seorang profesional berubah menjadi seorang entrepreneur demikian sebaliknya.
Seorang senior saya yang memiliki karir cemerlang sebagai profesional, pernah mencoba beralih menjadi seorang entrepreneur disaat mencapai puncak karir terbaiknya sebagai seorang direktur, namun tidak bertahan lama dan sekarang kembali menjadi seorang profesional.
Demikian pula dengan seorang Tanri Abeng, bintangnya benar benar bersinar saat sebagai seorang profesional, namun biasa biasa saja, saat pindah jalur sebagai wiraswastawan. Banyak CEO CEO besar yang harus tunduk pada persaingan ketika menjadi seorang entrepreneur.
Walau demikian antara seorang profesional dan entrepreneur memiliki persamaan dalam hal kemampuan “mengendalikan diri” dalam bekerja dibawah tekanan.