Mohon tunggu...
Widodo Antonius
Widodo Antonius Mohon Tunggu... Guru SD Tarsisius Vireta Tangerang

Hobi membaca menulis dan bermain musik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar dari Finlandia: Menampar Bukan Solusi Pendidikan Berkarakter

19 Oktober 2025   06:41 Diperbarui: 19 Oktober 2025   07:39 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pembelajaran di Kelas ( Sumber gambar  https://pixabay.com/id/users/vilkasss-35420724/ )

Ditumbuhkan melalui kesadaran diri dan dialog, bukan paksaan

Otoritas guru

Tetap dihormati, tetapi cara mendidik persuasif

Fokus

Kesejahteraan psikologis murid sebagai fondasi belajar

Bagaimana jika murid berperilaku buruk ( merokok di sekolah )?
Guru tidak boleh menampar, memukul, menjewer, atau menghardik. Penyelesaiannya adalah:
* dialog personal (restorative conversation)
* pembimbingan emosional
* kolaborasi dengan orang tua dan psikolog sekolah bila diperlukan

Mengapa bisa seperti itu?
Karena mereka memandang murid sebagai manusia kecil yang sedang bertumbuh, bukan objek disiplin. Tujuan utamanya adalah membangun kesadaran, bukan menimbulkan rasa takut.

* Nilai-nilai pedagogi Finlandia
Finlandia menempatkan pendidikan sebagai proses pendewasaan batin, bukan sekadar transfer ilmu. Ada tiga nilai utama yang dijunjung:

  1. Trust over control --- kepercayaan kepada murid lebih diutamakan daripada pengawasan ketat.
  2. Calm over punishment --- ketenangan guru menjadi contoh regulasi emosi bagi murid.
  3. Guidance over intimidation --- guru adalah pembimbing kehidupan, bukan pengawas kesalahan.

* Teknik literasi keseharian yang diterapkan guru mereka
Literasi di Finlandia tidak hanya dipahami sebagai kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga sebagai kemampuan memahami diri, orang lain, dan situasi sosial. Guru membiasakan murid untuk mengekspresikan pendapat melalui percakapan reflektif sebelum menuliskan ide mereka dalam bentuk tulisan. Setiap pagi, ada sesi morning circle di mana guru mendengarkan perasaan murid sebelum pelajaran dimulai.

Selain itu, buku harian reflektif digunakan untuk membantu murid memahami konsekuensi dari pilihan dan tindakan mereka. Ketika seorang murid melakukan pelanggaran, guru tidak langsung memberi hukuman, tetapi mengajak murid menuliskan apa yang terjadi, apa yang mereka rasakan, mengapa hal itu terjadi, dan bagaimana cara memperbaiki di kemudian hari. Pola ini disebut literasi emosional, yang melatih kepekaan sekaligus rasa tanggung jawab pribadi.

Dengan cara ini, literasi menjadi kebiasaan yang hidup dalam perilaku sehari-hari, bukan sekadar aktivitas akademik di kelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun