Mohon tunggu...
Widodo Antonius
Widodo Antonius Mohon Tunggu... Guru SD Tarsisius Vireta Tangerang

Hobi membaca menulis dan bermain musik

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Hidangan Teh Gopek: Warisan Leluhur

13 Oktober 2025   11:08 Diperbarui: 13 Oktober 2025   11:08 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Teh Gopek ( Sumber:  https://pixabay.com/id/users/dungthuyvunguyen-5499796/ )

Hidangan Teh Gopek: Warisan Leluhur

Oleh: Widodo, S.Pd.

Pendahuluan

Teh Gopek bukan sekadar minuman, melainkan kenangan yang menghangatkan hati. Di kampung, ibu selalu menyiapkannya untuk ayah sebelum berangkat bekerja. Asap tipis dari teko logam mengepul di dapur tanah, menandai pagi yang baru. Tiada hari tanpa teh bagi ayah, seorang pekerja keras yang setiap hari mengayuh sepeda ontel sejauh 16,9 km dari rumah menuju pasar Tempel, Sleman.
Seteguk teh yang manis dan hangat seolah menjadi bahan bakar semangatnya. "Ngombe teh sek, ben ora ngantuk," katanya sebelum berangkat. Dalam setiap hirupan teh Gopek, tersimpan doa, kasih, dan ketekunan hidup orang-orang desa.

Pembahasan

1. Minum Teh, Tradisi dari Mbah Giyah dan Mbah Tegal

Sebelum ayah, ada sosok yang lebih dahulu menanamkan kebiasaan minum teh di keluarga kami --- Mbah Giyah dan Mbah Tegal. Setiap pagi, aroma teh kental bercampur wangi kayu bakar menyambut kami di dapur. Teko tanah liat, gelas kaleng bergambar bunga mawar, dan gula nira menjadi saksi keakraban keluarga.

Teh bagi mereka bukan sekadar minuman, tetapi sarana berbagi cerita. Sembari menyesap perlahan, Mbah Giyah sering berkata, "Teh iku kudu disruput pelan, ben iso ngrasakke legi, pait, lan anget."
(Teh itu harus diseruput perlahan, supaya bisa dirasakan manis, pahit, dan hangatnya.)

2. Teh Gula Kereng

Istilah "kereng" berasal dari bahasa Jawa yang berarti intip gula --- sisa nira yang mengeras saat proses pembuatan gula merah. Dulu, Mbah Giyah sering menggunakan kereng sebagai pemanis teh. Rasanya khas, sedikit gosong dan berpadu sempurna dengan aroma teh Gopek.
Teh gula kereng diseduh saat sore hari, ditemani pisang goreng atau getuk lindri. Minuman sederhana itu menghadirkan kehangatan yang tak tergantikan oleh kemewahan zaman.

3. Sajian Teh Gula Batu

Bila ada tamu datang, Mbah Tegal selalu menyiapkan teh gula batu. Gula batu dipilih karena memberi rasa manis lembut dan bening. Air rebusan disaring perlahan agar tak ada ampas daun teh yang ikut tertuang.
Tradisi ini mengajarkan etika menyuguhkan tamu: bahwa keramahan tak diukur dari hidangan mewah, melainkan dari niat tulus menjamu dengan kehangatan.

4. Sajian Teh Gula Pasir

Di era ayah, teh gula pasir menjadi pilihan utama karena lebih praktis dan mudah didapat. Teh Gopek diseduh dalam gelas besar, diaduk perlahan hingga gula larut sempurna.
Biasanya, teh ini dinikmati bersama nasi jagung atau ketela rebus sebelum berangkat bekerja. Kesederhanaan itu justru menciptakan kenikmatan yang sejati --- teh sebagai teman setia perjuangan hidup.

5. Teh Tanpa Gula

Kini, saya pribadi lebih menyukai teh tanpa gula. Cita rasanya murni, menenangkan, dan menghadirkan kejujuran rasa. Setiap tegukan seperti membawa saya kembali ke masa kecil, duduk di bangku bambu sambil mendengar gemericik air di sumur tua.
Teh tanpa gula bukan sekadar minuman, melainkan refleksi hidup: bahwa tidak semua yang pahit harus dihindari.

6. Teh ala Rest Area

Waktu berganti, perjalanan pun berubah. Kini teh tak hanya hadir di rumah, tapi juga di rest area jalan tol --- tersaji dalam gelas kertas, cepat, dan instan. Meski praktis, rasanya kerap kehilangan makna. Tak ada lagi tangan ibu yang mengaduk dengan penuh kasih, tak ada lagi uap hangat yang keluar dari teko tanah liat.

7. Dari Teh Botol Sosro hingga Teh Pucuk

Perkembangan zaman menghadirkan berbagai merek teh dalam kemasan: Teh Botol Sosro, Teh Pucuk Harum, Frestea, dan lainnya. Mereka adalah simbol modernitas, efisien dan praktis.
Namun, di balik kemasan plastik dan label warna-warni itu, ada aroma nostalgia yang selalu memanggil pulang --- aroma teh Gopek dari masa kecil, diseduh oleh tangan ibu.

Penutup

Teh Gopek bukan hanya minuman, melainkan warisan leluhur yang menanamkan nilai kesederhanaan, ketulusan, dan rasa syukur. Dari Mbah Giyah hingga ayah, dari teko tanah liat hingga botol kaca modern --- teh tetap menjadi pengikat rasa dan kenangan keluarga.
Setiap tegukan mengajarkan kita arti kesabaran dan kehangatan yang tak lekang oleh waktu.

Daftar Pustaka

Sumber Foto: https://pixabay.com/id/users/dungthuyvunguyen-5499796/
Wawancara keluarga, 2025
Catatan pribadi penulis

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun