b. Perbaiki kebocoran
- Keran menetes membuang puluhan liter per hari.
c. Gunakan kembali air bekas (grey water)
- Air cucian sayur untuk menyiram tanaman.
- Air bekas cuci beras untuk pupuk organik.
d. Ubah kebiasaan
- Matikan keran saat gosok gigi atau mencuci piring.
- Gunakan ember saat mencuci kendaraan.
e. Pilih peralatan hemat air
- Mesin cuci, toilet flush, dan dishwasher berfitur hemat air.
3. Langkah Bonus yang Jarang Diketahui
- Sensor otomatis di keran umum.
- Daur ulang air AC untuk menyiram tanaman.
- Kolam retensi skala komplek.
Saya pribadi telah menerapkan langkah membuat sumur resapan di depan rumah. Air hujan dari genteng tidak langsung ke got, tetapi mengisi sumur resapan terlebih dahulu.
Beberapa warga gang pun akhirnya ikut membuatnya, dipandu oleh Pak De Pardi yang juga seorang guru swasta di Tangerang. Semangat gotong royong ini menjadikan lingkungan kami lebih hijau, nyaman, dan hemat air.
Kendala yang Kami Hadapi
Dalam setiap gerakan pasti ada tantangan yang harus dihadapi. Ada pepatah Jawa yang mengatakan “jer basuki mowo beo” yang artinya setiap usaha atau perjuangan membutuhkan pengorbanan, baik tenaga, waktu, maupun biaya. Demikian pula dengan gerakan memanen air hujan di Komplek Binong Permai.
Kendala pertama yang muncul adalah masalah biaya. Untuk membuat satu sumur resapan, diperlukan biaya sekitar Rp600.000,00. Jumlah ini tentu tidak kecil bagi sebagian warga. Namun, dengan semangat pengorbanan, saya berusaha menabung sedikit demi sedikit. Penggalian sumur pun saya lakukan secara bertahap, dicicil sepulang kerja setiap harinya. Tidak jarang, rasa lelah datang, tetapi semangat menjaga lingkungan dan ketersediaan air membuat langkah ini terus berlanjut.