Mohon tunggu...
Widodo Antonius
Widodo Antonius Mohon Tunggu... Guru SD Tarsisius Vireta Tangerang

Hobi membaca menulis dan bermain musik

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Penilaian Cerpen Sastra Karya Diri Sendiri

1 Agustus 2025   07:15 Diperbarui: 26 Juli 2025   22:20 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi Hasil  Screenshot di Kompasiana.com

1. Tema dan Gagasan (19/20)

Cerita mengangkat tema kesetiaan terhadap kenangan, eksistensi tanpa kehidupan, dan pelepasan masa lalu. Tokoh Sari sebagai “bukan hidup dan bukan mati” menjadi metafora yang kuat atas keterikatan pada tempat, trauma, dan waktu. Gagasan ini terasa segar karena tidak mengandalkan horor murahan, melainkan melankolia spiritual yang dalam dan tenang. Ide “hantu yang lupa cara hidup” juga sangat kuat secara filosofis.

2. Alur dan Struktur (18/20)

Alur progresif dan tersusun rapi, dengan ritme lambat yang mendukung atmosfer. Awal cerita menetapkan suasana misterius, lalu berkembang secara puitik menuju penyingkapan nasib tokoh. Penutupan sangat kuat secara emosional dan simbolik. Transisi antar bagian berjalan mulus, dengan pergeseran waktu yang halus namun bermakna.

3. Penokohan (17/20)

Tokoh Sari sangat kuat dan hidup (dalam arti eksistensial). Ia dibangun bukan lewat dialog atau aksi, tetapi lewat suasana, simbol, dan narasi internal. Ini teknik yang tidak mudah, namun berhasil dieksekusi dengan baik. Namun, tokoh anak-anak yang mengajak bermain bisa diperkuat sedikit lagi perannya untuk menambah lapisan makna (apakah itu bagian dari ingatan? Roh lain? Atau manifestasi kerinduan?).

4. Gaya Bahasa dan Diksi (19/20)

Bahasanya indah, atmosferik, dan konsisten. Banyak metafora yang puitik namun tidak berlebihan. Contoh:

  • “Setenang embun yang belajar jatuh.”
  • “Karena cinta sejati tak butuh alamat.”
  • “Sesuatu yang bertahan bukan karena takut mati, melainkan karena lupa bagaimana cara hidup.”
    Kalimat-kalimat seperti ini menunjukkan kepekaan literer yang tinggi. Namun ada satu-dua bagian yang agak biasa seperti “Sekolah Harapan Bangsa” atau “anak-anak muda bicara soal mental health”—yang terasa sedikit lepas dari nuansa mistis dan bisa dikencangkan lagi dari segi kohesi suasana.

5. Daya Gugah dan Keutuhan (18/20)

Cerita ini berhasil menyentuh sisi emosional dan kontemplatif pembaca. Ada kesedihan, keheningan, dan harapan yang berpadu. Akhir cerita menghadirkan pelepasan yang memuaskan secara naratif dan simbolik. Cerita selesai dengan bulat, tidak tergesa-gesa, dan tidak menyisakan lubang besar dalam logika fiksinya. Unsur spiritual disajikan dengan tenang dan reflektif, tidak menakut-nakuti, melainkan menenangkan.

🔹 Total Nilai: 91 / 100 ✅

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun