Mohon tunggu...
Widjaya Harahap
Widjaya Harahap Mohon Tunggu... Insinyur - a quietude storyteller

write for soul enrichment and enlightenment

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tukang Koyok

14 Januari 2021   17:21 Diperbarui: 14 Januari 2021   17:27 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tukang koyok (tukang jual obat) masa kini (foto courtesy kaskus.co.id)

"Banyak kali koyokmu. Itulah hasilnya kalau kau kebanyakan menonton tukang koyok," begitulah cara Emak mencemeehkan diriku. Kalau menurutnya aku mulai membual.

Jika sudah begitu, akupun langsung terdiam. Kimput. Isyaratnya gamblang: Emak mengetahui semua tingkah lakuku; diam-diam menonton tukang koyok walaupun sudah dilarangnya. Kupikir aku buni. Ternyata selama ini tidak ada gerak-gerikku yang tersembunyi dari pengetahuannya.

Tukang koyok adalah penamaan untuk para penjaja obat ramuan kampung yang berjualan di pinggir jalan. Yang paling sering kulihat adalah penjual minyak burung bubut. Minyak yang, mengikut promosi sang tukang koyok, khasiatnya untuk mengobati patah tulang, terkilir dan keluhan serumpunnya.

Para peramu obat ini mencari sarang yang dihuni burung bubut beserta anak-anaknya yang baru menetas. Pekerjaan mereka keluar masuk padang alang-alang, menyambangi semak belukar tempat induk burung bubut meletakkan sarangnya.

Ada beberapa versi cerita tentang bagaimana minyak bubut dibuat. Salah satunya adalah yang menggunakan anak burung sebagai sumber bahan obat. Setelah berumur sehari dua, ketika ditinggalkan induknya yang tengah mencari makan, anak burung yang tiada berdaya dan sepenuhnya tergantung pada induknya itu, dipulaskan pada persendian kaki dan sayapnya sehingga jadi pengkor. Induk bubut yang kemudian menyadari anaknya sakit, akan berusaha mengobati sakit anaknya yang dicederai itu. Secara alamiah induk bubut dapat mengobati anaknya.

Obat ini dipercayai menjadikan tubuh anak bubut menyimpan khasiat yang dapat menyembuhkan pula. Peramu obat akan menjenguk anak burung yang disakitinya itu setiap hari. Tentu menghindari dari diketahui oleh induknya. Sedikit saja induknya curiga pada penyebab sakit anaknya, ia akan membiarkan anaknya mati. Hal itu tidak boleh dibiarkan terjadi. Orang itu menjenguk untuk memastikan apakah cedera anak burung itu sudah sembuh.

Begitu bayi burung itu sembuh, si tukang obat memengkorkan lagi bayi burung itu. Agar diobati lagi oleh induknya. Demikian berulang-ulang anak bubut itu mendapatkan pengobatan yang berulang-ulang pula dari induknya. Hinggalah anak bubut itu menjelang dewasa. Persis menjelang ia mampu terbang, tukang obat mengambilnya lalu meramu burung malang itu di dalam minyak kelapa hijau. Untuk menghasilkan minyak burung bubut, obat sakit patah tulang. Proses yang tidak berperikesatwaan untuk mendapatkan obat demi menyehatkan manusia.

Versi yang lainnya, katanya, sama sekali tidak mencederai anak burung. Peramu obat hanya berburu sarang selepas ditinggalkan oleh anak burung bubut. Untuk mendapatkan daun dari tanaman merambat yang digunakan oleh induk burung bubut sebagai salah satu bahan membangun sarangnya. Hingga kini daun itu masih jadi misteri. Daun gaib dan ajaib ini dipercaya berkhasiat untuk menyembuhkan patah tulang. Proses membuatnya dengan cara merendamkan daun itu dalam minyak kelapa hijau. Selamanya. Minyak yang berkurang dapat terus ditambahkan lagi tanpa mengurangi kemanjurannya.

Ada aura mistik menyelubungi kerja pembuatan ramuan minyak bubut.

Pengalamanku, beberapa tukang koyok penjaja minyak burung bubut selalu memamerkan stoples berisikan jasad burung bubut yang terendam dalam minyak kelapa.

Konon, kepandaian membuat obat seperti ini diwariskan turun temurun dalam satu trah keluarga. Tidak semua orang dapat melakukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun