Mohon tunggu...
Widz Stoops
Widz Stoops Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Penulis buku “Warisan dalam Kamar Pendaringan”, Animal Lover.

Smile! It increases your face value.

Selanjutnya

Tutup

Humor

Merah Merona Bawa Petaka!

1 September 2019   03:28 Diperbarui: 12 Desember 2020   22:45 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Website Dreamstime.com

Tersebutlah sebuah negara kecil yang adil dan makmur. Semua penduduk di negara ini merasakan keadilan dan kemakmuran yang begitu benar-benar merata. Tidak ada penduduk yang lebih kaya atau miskin di negara ini. Semua sama!

Istilah kata, jika pemimpin negara mempunyai sepasang ekor kuda maka semua rakyatnya juga harus mempunyai sepasang ekor kuda, tidak peduli status sosial mereka. Keadilan dan kemakmuran yang merata memang sangat dijunjung tinggi.

Jabatan seorang hakim di negara kecil ini diangkat berdasarkan pilihan dari masyarakat untuk memastikan agar hakim yang terpilih nantinya benar-benar orang yang terpercaya dan dapat berlaku seadil-adilnya dalam setiap kasus yang ditangani.

Suatu ketika ada satu kasus yang tengah menjadi pergunjingan diantara masyarakat setempat. Kuht-il yang berprofesi sebagai perampok mengalami patah tulang saat hendak merampok rumah Gohk-il . 

Cidera tersebut terjadi ketika Kuht-il dan kawannya mencoba memasuki rumah Gohk-il melalui jendela dan tiba-tiba jendelanya ambruk menimpa tangan Kuht-il hingga mengalami patah tulang.

Sedangkan kawan Kuht-il mati karena kaget tertimpa oleh badan Kuht-il beserta jendela yang jatuh. Akibatnya, kini Kuht-il tidak hanya kehilangan kawannya tapi juga mata pencaharian sebagai seorang perampok dan menuntut Ghok-il si empunya rumah ke meja pengadilan.

"Apa tuntutanmu kali ini Kuht-il?" Tanya hakim.

"Saya ingin menuntut Gohk-il, empunya rumah yang terletak di dekat kali Aja, tepat nya tiga rumah dari sebelah kiri pohon beringin, tuan hakim" jawab Kuht-il sambil mengerang kesakitan.

"Apa pasalnya hingga kamu ingin mengajukan tuntutan itu Kuht-il?"

"Begini tuan hakim, profesi saya adalah perampok spesialis rumah. Pada hari minggu malam tanggal 18 Agustus kemarin, saat saya dan kawan hendak merampok rumah Gohk-il melalui jendela, tiba-tiba jendelanya roboh, saya pun terjatuh dan jendela tersebut menimpa kawan saya yang akhirnya mengakibatkan ia tewas karena kaget bukan kepalang.

Sedangkan saya cidera patah tangan. Untuk itu saya ingin menuntut Gohk-il sebagai pemilik rumah, karena ini adalah kesalahannya tidak memasang jendela yang kokoh, akhirnya mengakibatkan satu orang  mati dan saya menderita patah tulang.

Kini saya tidak cuma kehilangan kawan yang juga partner bisnis tapi juga  menyebabkan saya tidak bisa bekerja lagi dan kehilangan mata pencaharian” Kuht-il langsung nyerocos tanpa henti.

"Baiklah kalau begitu saya akan memanggil Gohk-il ke atas podium untuk mengajukan pembelaannya!" Kata hakim sambil mengarahkan pandangannya kepada Gohk-il yang terlihat lunglai saat menuju ke podium.

"Tuan hakim yang saya muliakan. Maaf beribu maaf tuan hakim, saya tidak setuju dengan tuduhan ini. Kuht-il telah memberi tuduhannya kepada orang yang salah!"

"Hmmhh.. apa maksudmu, Gohk-il? Menurutmu siapa sesungguhnya yang patut dituntut pada kasus ini?” Tanya  hakim.

"Menurut saya yang patut di tuntut disini adalah si tukang kayu, karena dia-lah yang memasang jendela tersebut dua minggu sebelum perampokan itu, tuan hakim. Bukan saya!" Ujar Gohk-il berapi-api.

"Sabar Gohk-il masalah seperti ini harus kita hadapi dengan tenang. Baiklah kalau begitu, sidang akan saya tunda untuk sementara sampai kita menemukan keberadaan si tukang kayu untuk hadir di sidang ini sebagai saksi!" Seru hakim sambil mengetuk palu menutup sidang sementara pada hari itu.

Selang berapa hari kemudian, sidang kembali diteruskan dengan hadirnya si tukang kayu sebagai saksi.

"Wahai tukang kayu, apakah benar anda yang memasang jendela di rumah Gohk-il?" Tanya hakim.

"Benar tuan hakm!"

"Coba jelaskan mengapa jendela tersebut sudah roboh padahal baru dua minggu dipasang!"

"Begini tuan hakim, pada saat saya memasang jendela rumah, tiba-tiba ada seorang wanita muda yang memakai baju merah merona lewat di depan rumah Gohk-il. Warna bajunya yang merah merona itu menarik perhatian saya sehingga saya hilang konsentrasi dan lupa memasang salah satu engsel jendela rumah itu, tuan hakim.

Namun menurut saya, semua ini adalah kesalahan si wanita muda berbaju merah merona, tuan hakim! Seandainya saat lewat rumah itu dia tidak memakai baju merah merona pasti konsentrasi saya tidak akan hilang dan saya akan fokus memasang jendela itu dengan baik dan benar tuan hakim" jawab si tukang kayu dengan wajah menunduk.

"Hmmm .. baiklah kalau begitu. Sidang hari ini akan saya tunda lagi sampai wanita muda berbaju merah merona bisa hadir disidang ini sebagai saksi!" Ujar hakim sambil mengetok palu mengakhiri sidang di hari itu.

Keesokan siangnya sidang kembali dimulai dengan kehadiran si wanita muda berbaju merah merona yang kemudian diketahui bernama Chent-il di atas podium.

"Wow, wahai wanita muda, warna pakaianmu memang benar-benar menarik perhatian! Sekarang saya mohon anda menjawab dengan jujur apakah benar anda lewat di depan rumah Gohk-il saat tukang kayu ini sedang memasang jendela?" Tanya hakim.

Sambil tersipu-sipu Chent-il  menjawab pertanyaan hakim, "benar tuan hakim, sayalah yang pada saat itu lewat di rumah Gohk-il, tapi maaf tuan hakim izinkanlah saya menjelaskan duduk perkaranya.Baju ini adalah satu-satunya baju favorit saya warisan dari kakak saya yang belum lama meninggal dunia. Adapun warna asli baju ini adalah putih.

Tapi karena biru adalah warna kesukaan saya, lalu saya meminta Thel-mee untuk mewarnai baju ini. Pada saat saya menerimanya kembali dari Thel-mee ternyata baju itu berwarna merah dan bukan biru seperti yang saya inginkan.

Sedangkan untuk membuang baju ini rasanya tidak mungkin, karena ini adalah baju peninggalan dari kakak saya. Jadi menurut saya yang patut di salahkan dalam kasus ini adalah Thel-mee sang pewarna baju, tuan hakim!"

"Walaah! Baiklah kalau begitu terima kasih atas kehadiran anda di sini. Setelah mendengar penjelasan anda, saya memutuskan untuk menunda sidang kembali hingga Thel-me sang pewarna baju dapat di hadirkan untuk dimintai keterangan pada sidang selanjutnya !" Seru hakim sambil terus memandangi wanita berbaju merah merona itu.

Jelang tiga hari kemudian, sidang dilanjutkan dengan kehadiran Thel-mee.

"Apakah anda yang bernama Thel-mee sang pewarna baju?"

"Benar tuan hakim!"

"Coba jelaskan kenapa baju wanita muda bernama Chent-il di beri pewarna merah merona dan bukan biru seperti permintaannya?"

"Ampun beribu ampun tuan hakim, pada saat Chent-il  datang meminta saya untuk mewarnai bajunya, saya sedang kehabisan warna biru dan warna merah tinggal satu-satunya warna yang ada. Saya berpikir model baju dan warna kulit Chent-il lebih pantas memakai warna merah ketimbang warna biru, tuan hakim!"

"Hmmh... tahukah kalau keputusanmu untuk mewarnai bajunya dengan warna merah berakibat fatal?" Tanya hakim kepada Thel-mee

"Kok bisa, tuan hakim?" Thel-mee berbalik tanya.

"Karena keputusanmu itulah si tukang kayu tidak bisa berkonsentrasi dan memasang jendela dengan baik hingga mengakibatkan jendela roboh saat hendak dimasuki oleh Kuht-il dan kawannya. Kuht-il cidera patah tangan sedangkan kawannya akhirnya mati kaget saat tertimpa Kuht-il  dan jendela itu!"

Mendengar itu, Thel-mee hanya tertunduk diam.

"Baiklah, kini jelas duduk perkaranya! Dengan ini saya memutuskan saudara Thel-mee sebagai terdakwa dan bersalah dalam kasus ini. Karena keputusannya itulah yang akhirnya membawa kematian dan kecelakaan, untuk itu saya memutuskan hukuman yang setimpal untuk saudara Thel-mee adalah hukum gantung di depan umum. 

Adapun hukuman tersebut akan dilaksanakan tiga hari dari sekarang!" Tok! .. Tok! .. terdengar suara palu di ketok setelah vonis dibacakan sekaligus menutup persidangan hari itu.

Tiga hari kemudian terlihat masyarakat berkumpul untuk menghadiri hukuman gantung Thel-mee. Ada yang membawa bangku sendiri dari rumah, ada yang membawa tikar, bahkan ada juga yang membawa makanan dan minuman untuk kenyamanan mereka. Kuht-il, Gohk-il, si tukang kayu, Chent-il dengan baju merah meronanya bahkan sang hakim pun terlihat hadir pada acara  hukuman gantung itu.

Ditengah-tengah kerumunan telah dipersiapkan sebuah platform lengkap dengan tiang gantungannya. Riuhnya kerumunan tiba-tiba mendadak senyap saat dua algojo naik ke atas platform membawa Thel-mee dengan mata tertutup menuju tiang gantungan. Terlihat keganjalan pada saat mereka akan menggantung  Thel-mee. Ternyata tiang gantungan terlalu pendek untuk Thel-mee yang berperawakan tinggi.

"Booo ..!" Terdengar teriakan kekecewaan masyarakat di kerumunan itu. Hakim pun akhirnya naik ke atas platform untuk menenangkan masyarakat yang hadir di sana.

"Tenang .. tenang .. melihat kenyataan yang ada, saya harus membebaskan saudara Thel-mee dari hukuman gantung berhubung tiang gantungan yang terlalu pendek. Sebagai gantinya saya akan menunjuk .... " Mata sang hakim mulai bergerilya ke arah kerumunan.

"Ya.. kamu! Yang berbaju hitam ayo naik kesini!" Perintah sang hakim.

Ghat-el yang kebetulan berbaju hitam dan sedang duduk asyik menyeruput kopi sangat terkejut mendengar namanya di panggil. Dengan penuh perasaan yang tidak karuan Ghat-el pun naik ke atas platform.

Namun setibanya dia di atas sana, ternyata postur tubuhnya juga terlalu tinggi untuk tiang gantungan. Hakim pun mempersilahkannya turun kembali dan memanggil salah seorang yang lain dari kerumunan. Kali ini giliran si Thonk-pez yang deg-degan karena di perintahkan sang hakim untuk naik ke atas platform.

Namun setelah diukur ternyata tinggi Thonk-pez sama dengan tinggi tiang gantungan. Sementara agar proses penggantungan dapat berjalan dengan lancar dibutuhkan orang yang berpostur lebih pendek dari pada tiang gantungan. Sang hakim pun mulai kehilangan kesabaran ditambah cuaca yang tidak mendukung, awan gelap dan suara gemuruh seolah memberi tanda hujan deras akan segera turun.

"Sepertinya telah terjadi kesalahan besar di sini. Tiang gantungan ini dibuat terlalu pendek. Untuk itu saya dengan resmi akan membatalkan hukuman gantung hari ini dan semua pihak yang bersangkutan dengan kasus ini saya anggqp tidak bersalah. Tapi yang harus di catat, saya akan mengusut kasus tiang gantungan yang terlalu pendek ini hingga tuntas!" Seru hakim dengan suara tegas.

Serentak seluruh masyarakat yang berkumpul berdiri dan bertepuk tangan sebagai suatu penghargaan kepada sang hakim yang telah menjunjung tinggi keadilan di negara tersebut.Hanya si Chent-il yang tidak ikut bertepuk tangan. Diam-diam ia meninggalkan kerumunan dengan wajah gelisah. Risau akan sesuatu yang kemungkinan akan menimpanya lagi.

"Mungkin sudah saatnya saya membuang baju merah ini!" Gumamnya dalam hati.

Widz Stoops - September 01, 2020. - USA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun