Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ramadan, Waisak, Borobudur ,dan Mereka yang Terdampak Covid-19

7 Mei 2020   04:06 Diperbarui: 7 Mei 2020   04:17 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Candi Borobudur nan megah (foto: widikurniawan)

Hari ini, Kamis, 7 Mei 2020 adalah hari di mana umat Buddha merayakan Waisak. Namun, berkenaan dengan pandemi Covid-19, tentu perayaan Waisak akan berada dalam suasana yang berbeda. Bahkan, perayaan Waisak yang rutin dilakukan di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah ditiadakan untuk menghindari kegiatan yang melibatkan massa.

Kabar tersebut dikonfirmasi juga oleh akun Instagram @borobudurpark menjawab pertanyaan saya apakah perayaan Waisak akan digelar di Borobudur atau tidak.

"Besok tidak diadakan upacara Waisak di Candi Borobudur, " tulis pernyataan tersebut.

Hal ini sejalan dengan imbauan Kementerian Agama agar umat Buddha merayakan Hari Raya Waisak dari rumah.

Perayaan Waisak di Candi Borobudur memang kerap menyedot animo masyarakat berbagai lintas agama. Biasanya saat Waisak banyak digelar kegiatan kesenian yang melibatkan juga pelaku kesenian dari daerah-daerah sekitar.

Prosesi Waisak di Candi Borobudur selalu diawali dengan pengambilan air suci di Umbul Jumprit, Kabupaten Temanggung. Sejak kecil, kami yang muslim dan tinggal di Temanggung, selalu ikut merasakan kebanggaan tiap kali ada prosesi pengambilan air suci Waisak di Umbul Jumprit. Paling tidak daerah kampung halaman kami, Temanggung, selalu disebut-sebut media saat peringatan Waisak.


Pengambilan air suci Waisak di Umbul Jumprit, Temanggung (foto: Tribun Jateng/sulis)
Pengambilan air suci Waisak di Umbul Jumprit, Temanggung (foto: Tribun Jateng/sulis)
Fakta bahwa perayaan Waisak di Candi Borobudur baru kali ini absen setelah bertahun-tahun lamanya rutin digelar, menunjukkan bahwa toleransi beragama masyarakat sekitar Borobudur sangatlah tinggi, khususnya di daerah Magelang dan Temanggung yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam. 

Puncak perayaan Waisak di Candi Borobudur tiap tahunnya memang menjadi salah satu momen menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia selalu menjunjung tinggi toleransi beragama sejak lama. 

Hadirnya pada biksu dari berbagai penjuru dunia juga membuktikan bahwa perayaan Waisak di Indonesia, khususnya Candi Borobudur, adalah yang terbesar dan paling mengagumkan.

Borobudur selama ini memang tak hanya dipandang sebagai milik agama Buddha semata. Keberadaannya sebagai taman wisata telah memberikan mata pencaharian kepada banyak masyarakat sekitar tanpa pandang agama. 

Ada tour guide, pengrajin, pedagang kaki lima, pekerja seni, fotografer, pengelola hotel dan restoran, pemilik guest house dan warung-warung makan serta masih banyak lagi masyarakat yang selama ini menggantungkan hidupnya dari kokohnya Candi Borobudur.

Salah satu pedagang kaki lima di kompleks Taman Wisata Candi Borobudur (foto: widikurniawan)
Salah satu pedagang kaki lima di kompleks Taman Wisata Candi Borobudur (foto: widikurniawan)
Padahal seperti halnya tahun-tahun sebelumnya, hadirnya Ramadan yang diikuti libur lebaran biasanya akan mendatangkan banyak pengunjung. Orang-orang yang mudik di daerah sekitar Yogyakarta dan Jawa Tengah, kerap mampir berwisata ke Candi Borobudur saat libur lebaran.

Kini saat virus corona datang menghantui dan menghentikan banyak kegiatan masyarakat, yang muncul adalah kegalauan dan kesedihan. Entah bagaimana rasanya menjadi satu dari sekian banyak pedagang kaki lima yang sehari-hari mengandalkan jualannya dari pengunjung Borobudur. Saat Candi Borobudur ditutup entah sampai kapan, tentu mereka pun kehilangan sumber penghasilan.

Hari Raya Waisak yang bertepatan dengan Ramadan, seharusnya menjadi momen spesial masyarakat di sekitar Borobudur. Namun, hadirnya pandemi Covid-19 tampaknya membuyarkan angan-angan terciptanya momen-momen indah saat ini. Semua harus rehat sejenak kali ini. Waisak dirayakan di rumah saja serta secara online, begitu pula ibadah Ramadan yang harus dijalani dengan menyesuaikan keadaan saat ini.

Putus asa dan meratapi keadaan jelas bukan sebuah jalan keluar. Ramadan hadir sejatinya untuk menguji kesabaran umat Islam, menahan hawa nafsu hingga hari kemenangan tiba. 

Waisak setahu saya selalu mengusung semangat kebaikan dan persaudaraan antar sesama. Maka dari itu tak ada salahnya kita menjaga semangat dan optimisme untuk bisa bersama-sama bangkit dari masa-masa sulit.

Salah satu hikmah yang bisa kita dapatkan, mungkin tahun ini adalah saat istirahat bagi Candi Borobudur nan megah. Memberi kesempatan untuk sejenak bernafas dan merestorasi diri. Hingga suatu saat nanti, akan kembali dibuka untuk menyambut orang-orang dari berbagai penjuru dunia. Membuka kembali sumber-sumber rejeki bagi masyarakat. Selalu ada harapan di saat kesulitan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun