Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Catatan Kecil Menyoal Mudik Gratis Kemenhub

1 Juli 2017   22:55 Diperbarui: 2 Juli 2017   16:05 982
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Program mudik gratis dari Kemenhub (foto: widikurniawan)

Perjalanan mudik tahun 2017 ini terasa spesial dibanding tahun-tahun sebelumnya. Inilah kali pertama saya merasakan ikut serta program mudik gratis dengan moda bus yang diselenggarakan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

Sebenarnya tahun ini saya tidak berencana mudik karena satu dan lain hal, terutama karena saya tidak terlalu all out memburu tiket kereta sehingga habislah kesempatan mudik menggunakan kereta api. Namun, penghargaan sebagai salah satu pemenang lomba blog Kompasiana bersama Kemenhub mengubah rencana saya. Ini menjadi kesempatan yang tak boleh saya sia-siakan, merasakan pengalaman baru mudik gratis yang dihelat secara besar-besaran oleh Kemenhub.

Maka jatah empat tiket pun saya ambil di kantor Kompasiana dengan bus tujuan akhir ke Yogyakarta. Tanggal 22 Juni pagi, usai sahur saya bersama keluarga sudah meluncur ke Ancol, tepatnya di Pantai Karnaval Ancol sebagai tempat berkumpul.

Tiket yang saya pegang (foto: widikurniawan)
Tiket yang saya pegang (foto: widikurniawan)
Sesuai informasi, peserta memang harus berkumpul paling lambat pukul 07.30 WIB. Dan karena perjalanan ke Ancol masih harus berjibaku dengan kemacetan di jalanan ibukota, maka sekitar pukul tujuh taksi online yang saya tumpangi baru berhasil masuk kawasan Ancol. Apa dinyana? Untuk menuju Pantai Karnaval ternyata sudah harus merasakan macet luar biasa karena pintu masuk dialihkan memutar, bukan dari pintu gerbang yang berbayar.

Inilah catatan penting pertama dari saya untuk panitia. Lalu lintas yang tersendat menuju Pantai Karnaval membuat beberapa peserta berjalan kaki cukup jauh sambil menenteng tas-tas besar dan menggandeng atau menggendong anak-anak yang masih kecil. Saya sendiri baru berhasil mendekati lokasi setengah jam kemudian, artinya sangat mepet waktu deadline yang ditentukan.

Ternyata di Pantai Karnaval Ancol, ratusan bus masih berjajar sesuai jurusannya dan belum ada tanda-tanda hendak diberangkatkan. Rupanya acara seremonial masih berlangsung dengan aneka hiburan. Saya pun mencoba mencari deretan bus jurusan Yogyakarta.

Sesuai tiket, nomor bus yang telah menunggu saya adalah nomor 20. Tetapi, alangkah terkejutnya ketika saya menanyakan hal itu pada salah seorang petugas.

"Sekarang tidak pakai nomor-nomoran, penumpang bisa masuk bus mana saja asal jurusannya sesuai. Kalau ada bangku kosong langsung saja naik," ucap sang petugas.

Deg.! Saya mulai merasa tidak enak dengan jawaban tersebut. Maka bergegas saya pun mencari bus satu persatu yang masih menyediakan tempat duduk.

"Penuh semua Mas," celetuk seorang awak bus.

Penumpang yang belum mendapat bus (foto: widikurniawan)
Penumpang yang belum mendapat bus (foto: widikurniawan)
Menunggu tanpa kepastian memang melelahkan (foto: widikurniawan)
Menunggu tanpa kepastian memang melelahkan (foto: widikurniawan)
Beberapa calon penumpang dengan wajah kebingungan terlihat senasib dengan saya. Ketika kami mulai sibuk tanya kanan kiri, akhirnya ada seorang petugas lainnya yang mengarahkan agar calon penumpang yang belum mendapatkan bus agar berkumpul di belakang deretan bus jurusan Yogyakarta.

"Mas nomor berapa? 20 ya? Sama, saya juga 20, tapi coba hitung, busnya cuma ada 19," ucap seorang pemuda kepada saya.

Saya mulai pening, istri saya mulai terlihat lelah, sedangkan kedua anak saya tampak mulai uring-uringan.

"Yah, namanya juga gratisan, beginilah nasib..." celetuk seorang ibu. Entah pada siapa ia bicara.

Meski terlihat banyak petugas dengan kaos putih bersileweran, tapi kenyataannya tidak satu pun informasi valid bisa dipegang oleh kami. Tidak jarang informasinya berbeda dan tidak jelas, sehingga membuat kami, peserta yang belum mendapatkan bus semakin resah.

"Jumlah bus cuma 19, kalau tiketnya sampai ada nomor 20 berarti tiket gelap itu," ucap seorang petugas berbaju putih dengan ketus.

Walah, baru kali ini kami dianggap penumpang gelap. Mungkin dia tidak pernah tahu ada lomba blog di Kompasiana yang resmi bersama Kemenhub menyediakan tiket gratis.

Saya pun berusaha menghubungi Saudara Fauzan dari Kemenhub, yang nomornya saya dapatkan dari pihak Kompasiana sebagai kontak person. Setelah berusaha menelepon berkali-kali, akhirnya beliau menjawab telepon saya.

"Iya maaf Pak, kami sedang usahakan bus bantuan, segera datang ke sana. Ini penyebabnya barangkali karena banyak yang mengira hari keberangkatannya sekarang padahal ada yang mestinya besok baru berangkat," tutur Fauzan menjawab pertanyaan saya.

Mendengar tentang bus bantuan, seolah ada sedikit titik terang, tetapi bagi saya dan keluarga sendainya tidak jadi berangkat mudik pun tidak menjadi persoalan besar karena kami sudah pasrah. Namun, bagi mereka peserta mudik yang sudah terlanjur mengirimkan sepeda motornya dan hingga saat itu belum mendapat kejelasan soal bus, tentu amatlah gelisah.

"Baru kali ini kacau begini, tahun lalu tidak ada masalah meski berangkatnya siang. Tahun lalu tertib, semua penumpang masuk sesuai nomor busnya. Tetapi memang saat itu banyak bus yang tidak penuh, mungkin banyak yang nggak jadi mudik. Nah, bisa jadi sekarang panitia suruh kita dulu-duluan masuk bus tanpa nomor supaya bisa penuh semua, supaya jalanan juga berkurang macetnya kalau isi bus efektif penuh semua," nah inilah analisis dari salah seorang peserta. Cukup masuk akal, tapi akibatnya ada yang dikorbankan juga.

"Ayo, ayo! Yang belum dapat bus ikut saya semua!" akhirnya setelah hampir 40 menit tanpa kejelasan, ada juga petugas yang mengarahkan kami. Ia membawa kami bergeser sekitar 200 meter, tapi sampai di tujuan, kami hanya disuruh menunggu lagi.

"Bapak ibu tetap di sini saja, supaya tidak berpencar-pencar. Nanti ada bus cadangan yang akan disediakan, tunggu saja ya..." ucapnya, sambil kemudian berlalu pergi lagi.

Calon penumpang berusaha mendapat kejelasan nasibnya (foto: widikurniawan)
Calon penumpang berusaha mendapat kejelasan nasibnya (foto: widikurniawan)
Petugas mendata ulang calon penumpang yang belum mendapatkan bus (foto: widikurniawan)
Petugas mendata ulang calon penumpang yang belum mendapatkan bus (foto: widikurniawan)
Setengah jam kemudian ia datang lagi, kali ini setelah debat panjang dengan calon penumpang, ia pun mendata kami untuk menghitung jumlah yang belum mendapatkan bus.

Sementara itu, beberapa puluh meter dari tempat kami yang terombang-ambing dalam ketidakpastian, di panggung utama acara "Ayo Mudik" terdengar kebahagiaan dengan berbagai hiburan seperti campursari, dangdut dan sebagainya. Sepertinya Bapak Menteri Perhubungan juga telah hadir di panggung utama.

"Dangdut melulu, ini kita butuh bus bukan dangdut..." cetus seorang ibu.

Akhirnya, kira-kira pukul 10.00 WIB, beberapa bus di barisan terdepan sudah dilepas oleh Menteri Perhubungan. Meriah sekali pelepasannya, diiringi klakson telolet yang membahana. Sementara, kami yang belum mendapatkan bus hanya bisa termenung memandang dari kejauhan.

Hingga, tibalah saat itu...

"Ayo! Ke sini semua, busnya sudah ada!"

Bergegas kami tergopoh-gopoh menuju ke arah yang ditunjukkan entah oleh siapa. Jaraknya cukup jauh juga, sehingga bagi yang membawa anak-anak kecil dan barang bawaan berat, lumayan merepotkan juga.

Ternyata memang sudah ada dua bus yang disediakan bagi kami, dan itu sudah cukup untuk menampung kami yang akan mudik ke arah Yogyakarta. Tempat duduk bus yang nyaman berformasi 2-3 dilengkapi dengan AC. Maka kami pun bersyukur mendapatkan bus yang cukup sejuk karena sempat dijemur di tempat parkir berjam-jam tanpa kejelasan sebelumnya.

Tidak lama kemudian bus berjalan dan bayang-bayang kampung halaman mulai terlihat kembali setelah sebelumnya sempat memudar. Secara keseluruhan, dalam perjalanan menuju Yogyakarta hari itu amatlah lancar dan tidak ada kendala kemacetan parah yang menghambat. Kondisi bus dan sopir pun amat prima membawa perjalanan dengan baik.

Catatan minus yang ada dalam program mudik gratis Kemenhub ini hanyalah semrawutnya pemberangkatan, dan dengan tulisan ini semoga pihak Kemenhub bisa mengevaluasi agar ke depan bisa berjalan lebih baik lagi.

Terima kasih Kemenhub, akhirnya saya bisa mudik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun