Sekali-sekali para legislator jenguklah warung rakyat. Â Keluarkan isi saku, karena warung rakyat tidak lebih dari lima belas ribu rupiah sudah lengkap makan lauk dan secangkir kopi hitam. Bayarlah dengan lembaran seratus ribu tidak usah minta kembaliannya.Â
Bayar pula semua wajah rakyat yang kebetulan makan disitu. Mereka mungkin abang becak, penjual sayur, Â atau mungkin buruh tani yang sedang istirahat. Â Beri mereka amplop mungkin cukup dua puluh lima ribuan dan tinggalkan mereka dengan senyuman.
Warung rakyat adalah mading inspirasi tentang kemiskinan. Â Anggota DPR yang melulu duduk manis, mojok di mobil mewah mana mungkin mampu menyimak suara kemiskinan. Inspirasi yang "genuine " tentang apa dan bagaimana rakyatnya datanglah mojok di warung rakyat. Â Simak tema diskusinya, Â simak harapannya, Â simak suara hatinya.
Rakyat hanya butuh kesungguhan yang nyata bahwa wakilnya di DPR benar benar mendengarkannya. Â Tidak sekedar "gincu manis" yang diumbar semasa berharap suara dari mereka. Penipuan tidak rakyat butuhkan, karena sesungguhnya ia tidak membutuhkan wakil rakyat benar benar hadir untuk hidup saling mengerti bersamanya.Â
Warung rakyat, adalah warung inspiratip. Â Lukisan riil tentang kemiskinan dan harapan masa depan. Semoga sang legislator tidak lagi suka berfoya ria menyombongkan keangkuhan eksistensinya. Â Tetapi mulai tahu diri bahwa penghuni dan pelanggan warung rakyat itulah yang membesarkan dirinya.Â
Datanglah ke warung rakyat. Lepaskan jaket safarimu dan sisihkan sakumu untuk mereka. Legislator yang merakyat legislator yang selalu dihati rakyat.Â