Mohon tunggu...
Widha Karina
Widha Karina Mohon Tunggu... Penulis - Content Worker

seni | sejarah | sosial politik | budaya | lingkungan | buku dan sastra | traveling | bobok siang. mencatat, menertawakan keseharian, dan menjadi satir di widhakarina.blogspot.com dan instagram.com/widhakarina

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ketika Menjadi Cantik adalah Sebuah Bencana

13 April 2015   13:14 Diperbarui: 7 Oktober 2021   13:53 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi | Widha Karina

Bagi saya, novel ini sengaja dibuat dengan potensi supaya tidak bisa dialihmediakan ke film layar lebar. Bukankah itu sebuah kelebihan?

Saya bukannya hanya sebentar tergoda untuk membaca buku yang satu ini. Beberapa kali teman saya bercerita mengenai kepiawaian sang penulis menyelipkan pola pikirnya yang istimewa di dalam kata dan alur cerita. 

Penulis yang sama, yang konon menjadi buah bibir para sastrawan di dalam dan luar negeri karena peluangnya untuk menjadi penerus Pramoedya Ananta Toer. Tetapi saya hampir selalu ragu membelinya danakhirnyamengambil buku dari pengarang-pengarang kesayangan, alih-alih yang satu ini. 

Namun lambat laun, rasa penasaransaya menjadi tak terbendung. Pula berbarengan dengan kembalinya rasa haus yang terlalu untuk membaca buku, saya akhirnya membeli dua buku karya Eka Kurniawan. Inilah karya Eka Kurniawan yang saya baca pertama kali: Cantik Itu Luka.

Saya tidak terlalu suka dengan ilustrasi yang dipilih untuk kover buku  ini, terutama dengan penggambaran perempuan indo berpakaian menyerupai seorang nyai, dengan kupu-kupu berterbangan di sekitar dada hingga langit-langit di atasnya. 

Mungkin ilustrasi tersebut ingin membantu pembaca yang khusyuk membayangkan sosok Dewi Ayu, tokoh utama dalam novel ini. Tapi buat saya, gambaran itu malah membatasi imajinasi saya, sedangkan bayangan saya tentang Dewi Ayu yang perkasa tidaklah sama dengan yang tergambar di sana.

Dewi Ayu adalah seorang perempuan dari perkawinan incest kedua anak tuan tanah Belanda. Masing-masing dari istri sahnya dan satu lagi dari gundiknya.

Tidak seperti orang tua dan kakek-neneknya yang melarikan diri ke Negeri Tulip pada saat kependudukan Jepang dimulai, Dewi Ayu justru ingin tetap tinggal di tanah tempat ia dilahirkan. Tanah rekaan yang diberi nama Halimunda oleh Eka Kurniawan. 

Tidak seperti anak-anak lainnya, Dewi Ayu tumbuh dengan keberanian dan kematangan berpikir yang membuatnya sering berbeda pendapat dengan orang-orang di sekitarnya. 

Ketika tentara Jepang mengumpulkan semua penduduk keturunan Belanda dalam satu penjara, Dewi Ayu adalah satu-satunya tawanan yang tidak merasa terganggu dengan fakta bahwa mereka tidak mendapat makanan yang layak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun