Mohon tunggu...
widhadyah
widhadyah Mohon Tunggu... lainnya -

Never ending learner. An oxymoron sometimes. Sustainability enthusiast.\r\ntwitter : @widhadyah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saat Profesor Berkata "Saya Tidak mengerti"

5 Maret 2017   16:43 Diperbarui: 6 Maret 2017   04:00 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"I don't understand what you mean, please explain...."

Kalimat itu...  Seringkali terucap oleh Profesor alias Sensei supervisor saya saat kami berdiskusi, terutama pada tahun pertama studi S3 saya. 

Profesor, alias Sensei. Bagi saya, orang yang sudah memiliki gelar Profesor adalah seorang ahli, mengetahui banyak hal, bijaksana, sekaligus humble. Tapi yang paling melekat di benak saya, seorang Profesor adalah orang yang pengetahuannya luas sekaligus mendalam. Dengan profil yang demikian, saya bersyukur ada satu hal yang sama diantara kami berdua. KAMI SAMA-SAMA ENGINEER, alias "anak teknik". Walau saya masih kurang pengetahuan dan pengalaman, saya pikir, kami bisa nyambung, bisa saling memahami, karena kami sama-sama anak teknik. Beliau Teknik Elektro, saya Teknik Industri, dalam studi Energy Sistem.

Membahas tentang System adalah pekerjaan anak Teknik Industri. Dan riset beliau di Energy Sistem. Apanya yang mungkin bisa menyebabkan kesalahpahaman? 

Tapi kemudian, muncullah pertanyaan " I don't understand, what do you mean by System. What system? Which system? Whose System?". Dan itu baru satu terminologi.

Dan disinilah perjuangan pertama itu dimulai. Untuk 'dipahami' dan 'memahami'.

Beliau meminta saya untuk mendefinisikan setiap terminologi, lengkap dengan konteks, situasi, dan contoh jika ada. Jika belum ada, gambarkan dengan detail. Sungguh, melelahkan, memusingkan, dan yang terburuk membuat saya su'udzon. Beliau meminta saya menjelaskan segala sesuatunya agar mudah dipahami oleh anak SD. Saya menyerah. Beliau menawar, jika tidak untuk anak SD, buat Ibu saya paham dan menerima ide saya. Saya masih berusaha.

Bahkan untuk terminologi yang sangaaat sederhana. Misalnya, suatu ketika saya menjelaskan tentang sesuatu dan menyebut kata "product and service". Produk dan Jasa. Iya, siapa yang tidak tahu arti kata tersebut. 

Dan sekali lagi beliau bertanya, "What do you mean by product and service? Is it a computer? Smartphone? Software? What about Apps (*aplikasi handphone) ?"

HNGGGG..... Pertanyaan sederhana, tapi membuat saya berpikir panjang. Aplikasi handphone itu produk atau jasa? Dan saya terhenyak. Bahkan untuk kata-kata yang umum, orang bisa punya persepsi di benaknya masing-masing. Beberapa akan berkata Aplikasi handphone itu produk, sebagian lainnya mengkategorikannya sebagai jasa. Tergantung dari definisi produk dan jasa itu sendiri. Walaupun kami sama-sama anak teknik. Walaupun kami sama-sama belajar System. Urusan definisi produk dan jasa bisa membingungkan. Tidak terbayang saat diskusi berlanjut dengan anak Ekonomi. Kemudian bergabunglah anak Agriculture dan Kedokteran. Disinilah saya jadi sadar, tanpa definisi, tanpa konteks, satu kata atau frase bisa jadi masalah.

Ada masa dimana saya berpikir, mana mungkin sensei tidak mengerti konsep sederhana seperti itu?! Mungkin Sensei tak suka ide saya, beliau menolak pemikiran saya. Padahal yang perlu saya lakukan adalah menjelaskan dengan baik. Walaupun yang terjadi adalah, beliau lebih sering mempertanyakan ide dan pemikiran saya. Tidak pernah puas mengkritik pendapat saya. Hingga saya merasa benar-benar bodoh, insekyur, tidak percaya diri, kemudian berniat BOIKOT Sensei masuk ke study room (^^;. 

Namun saat saya waras, saya sangat bersyukur bertemu Sensei yang seperti itu. Beliau tak pernah sedikitpun berkata "You are wrong!", "You should not do that!", "You have to do this!", "I don't agree with you". Pertanyaan beliau dengan "I don't understand what you mean..", seperti menunjukkan pada saya, bahwa walau kami sama-sama anak teknik, sama-sama belajar system, tapi kami berbeda negara, pendidikan, gaya hidup, lingkungan, dan PENGALAMAN. Dan itu berpengaruh pada cara kami memandang suatu masalah. Saya juga bersyukur, saat saya ingin memboikot beliau, Sensei tetap sabar menanyakan, "apa kabar? Kapan diskusi lagi?" Sekaligus bersyukur, bahwa saya tak selalu tak waras dan insekyur. Lalu dengan modal senyum dan doa, tekad bulat, pantang menyerah, maju lagi menghadap Sensei.

Ada masa dimana saya bercerita tentang hidup sehari-hari di Indonesia, hubungan antar tetangga, gaya hidup orang-orangnya. Beliau terkejut, seperti mendapat pengetahuan baru. Dan seperti mendapat pemahaman tentang pola pikir saya. Sesekali beliau bercerita juga tentang pengalamannya. Dan saya pun mulai memahami sedikit (vaguely understand) tentang perspektif beliau.

Hingga saat ini, pertanyaan-pertanyaan itu terus berlanjut. Melelahkan memang. Tapi, perlahan saya jadi lebih meyakini apa yang saya kerjakan. Walau k̷a̷d̷a̷n̷g̷ sering saya merasa tidak percaya diri. Tapi ini bukan tentang siapa yang benar dan siapa yang salah. Ini tentang memahami apa yang saya lakukan, dan membuat orang lain paham dengan apa yang sedang saya kerjakan, agar pekerjaan ini bermanfaat. Dan, ini tentang menyelesaikan pekerjaan yang sudah dimulai. Walaupun sering kami berbeda pandangan, dan beliau masih saja mempertanyakan metode saya, cara saya, argumen saya, tapi kami punya satu tujuan yang sama. Penelitian saya selesai dengan baik! Saya lulus tepat waktu! Dengan selamat! Sentausa! Aamiin. 

Saya belajar banyak hal.. Bukan hanya tentang penelitian saya. 

Banyak hal... 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun