Mohon tunggu...
Widadi Muslim
Widadi Muslim Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru yang energik, atraktif dan murah senyum. Motivator dan penulis buku kependidikan. Juara kedua kompetisi edukasi Anlene Hidup Penuh Makna. Saat ini mengampu mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 164 Jakarta Selatan.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kado Kisah Teladan di Hari Ibu

23 Desember 2022   21:39 Diperbarui: 23 Desember 2022   22:01 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama kepala TK dan para guru. (Foto: Dokpri)

Sepulang mendongeng di sebuah TK di Jakarta Barat dan SMP di Jakarta Pusat, Jono mampir di warung madura. Seorang ibu melayani dengan ramah.

“Mau beli apa Dik?”

“Roti sobek dan air mineral Bu.”

“Ini roti sobek dan air mineralnya Dik.”

“Berapa semunya Bu?”

“Sembilan ribu rupiah.”


“Ini Bu uangnya, kembaliannya ambil aja.”

“Terimakasih Dik.”

“Iya Bu sama-sama, selamat hari ibu ya.”

Hari ibu itu apa?”

“Hari untuk menghormati perjuangan dan pengurbanan ibu-ibu.”

“Oh gitu ya, terimakasih Dik.”

Banyak kaum hawa yang hingga saat ini tidak tahu bahwa tanggal 22 Desember telah ditetapkakn oleh pemerintah sebagai hari ibu. Jangankan di kampung-kampung di kota-kota saja banyak yang tidak tahu. Namun terlepas adanya hari ibu maupun tanpa hari ibu kita tetap harus menaruh hormat kepada para ibu terutama ibu kandung kita. Ridho Allah tergantung dari ridho orang tua kita terutama ibu kita. Suatu hari sahabat Nabi Muhammad SAW bertanya;

Peserta didik TK mendengarkan dongeng. (Foto: Dokpri)
Peserta didik TK mendengarkan dongeng. (Foto: Dokpri)

“Ya Rasulullah di dunia ini siapa yang wajib saya pergauli dengan baik?”

“Ibumu.”

“Lalu siapa Ya Rasululah?”

“Ibumu.”

“Kemudian siapa?”

“Ibumu.”

“Selanjutnya siapa?”

“Ayahmu.”

Tiga kali Rasululah SAW menyebut ibu atas pertanyaan sahabat tersebut menandakan begitu tinggi dan mulianya kedudukan ibu kita. Ada kisah nenarik yang selayaknya kita sampaikan kepada putra putri kita.

Anak-anakku, dahulu ada seorang pemuda yang sangat taat kepada ibunya. Pemuda itu bernama Uwais Al Qarni. Ia tinggal berdua dengan ibu kandungnya yang sudah tua renta. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ia bekerja menggembalakan hewan ternak milik orang lain. Suatu hari ia mendapatkan upah semangkuk susu. Bergegas ia ingin memberikan seamangkuk susu itu kepada ibunya. Sesampai di rumah ibunya sedang tidur. Ia tidak berani membangukan ibunya. Ia sebenarnya sangat haus setelah bekerja seharian tetapi ia ingin agar ibunya yang meminum susu itu terlebih dahulu.

Sepanjang hidupnya Uwais melayani semua keperluan ibunya. Ia tak pernah mengeluh, berkata kasar apalagi menghardik ibunya. Perilaku terpuji dan mulia Uwais dalam memperlakukan ibunya itu diketahui oleh penduduk langit, yaitu para malaikat. Para malaikat memuji akhlak Uwais itu. Atas perilaku terpujinya itu kelak ia mendapatkan pahala surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya.

Anak-anakku sekelumit kisah di atas mengajarkan kepada kita agar senantiasa mendahulukan ibu daripada kepentingan diri sendiri sebagai bentuk penghormatan. Demikian agama Islam mengajarkan kepada umatnya. Surga seorang anak terletak pada ridho ibunya. Surga seorang istri terletak pada ridho suaminya. Maka kepada anak-anak kita yang perempuan alangkah baiknya jika kita ceritakan pula kisah wanita shalihah bernama Siti Muti’ah.

Peserta didik SMP bertadarus sebelum mendengarkan dongeng kisah teladan. (Foto: Dokpri)
Peserta didik SMP bertadarus sebelum mendengarkan dongeng kisah teladan. (Foto: Dokpri)

Suatu ketika Fatimah bertanya kepada ayahnya, “Wahai ayahku, siapakah wanita sepertiku yang pertama kali akan masuk surga?” Rasulullah menjawab; “Siti Muti’ah.” Mendengar jawaban ayahnya itu Fatimah merasa sedih bahwa ternyata bukan dirinya sebagai putri Rasululah yang pertama kali masuk surga. Fatimah penasaran, ia ingin mengetahui amalan apakah gerangan yang dilakukan Muti’ah sehingga ia dikatakan Rasulullah sebagai wanita yang pertama masuk surga.

Setelah mendapatkan ijin dari Ali bin Abi Tholib suaminya, ia mengajak putranya Husein yang masih kecil dan menggendongnya. Sesampai di rumah Muti’ah ia mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Alangkah senangnya Muti’ah kedatangan tamu seorang putri Rasulullah yang mulia. Muti’ah menyambut salam Fatimah dengan suara lembut tetapi tidak langsung membukakan pintu. Dari dalam rumah ia bertanya terlebih dahulu kepada Fatimah.

“Wahai putri Rasulullah, dengan siapakah engkau kemari?”

“Dengan anakku Husein.”

“Waduh maafkan saya wahai putri Rasulullah aku tidak bisa menerima tamu laki-laki karena belum meminta ijin suamiku.”

“Tetapi Husein kan masih kecil.”

“Biarpun ia masih kecil.”

Dengan perasaan kecewa Fatimah pulang ke rumahnya. Keesokan harinya Fatimah kembali berkunjung ke rumah Muti’ah. Setelah mengucapkan salam dan dijawab oleh Muti’ah, Muti’ah bertanya;

“Dengan siapa engkau kemari wahai Fatimah?

“Dengan kedua anakku, Hasan dan Husein.”

“Waduh maafkan saya Fatimah, aku belum bisa menerimamu. Aku meminta ijin kepada suamiku hanya untuk menemuimu dan Husein.

Fatimah kembali pulang ke rumahnya. Untuk yang ketiga kalinya Muti’ah baru bisa menerima kedatangan Fatimah, Hasan dan Husein atas ijin suaminya. Di dalam rumah Muti’ah tidak ada barang mewah dan berharga. Sambil menemani Fatimah, Muti’ah berjalan bolak balik ke dapur karena sedang mempersiapkan masakan untuk suaminya yang sebentar lagi akan pulang dari ladang. Pandangan mata Fatimah tertuju pada 2 benda yang dianggapnya aneh.

“Itu apa Muti’ah?”

“Oh itu cambuk dan kipas.”

“Untuk apa?”

“Kipas aku gunakan untuk mengipasi suamiku yang lelah bekerja di ladang sedangkan cambuk  aku sediakan untuk suamiku kalau sekiranya masakan yang aku masak tidak enak dimakan oleh suamiku, itu artinya aku istri yang gagal melayani suami dengan baik.”

Mendengar jawaban Muti’ah, Fatimah baru mengerti mengapa ayahnya mengatakan bahwa Muti’ahlah wanita pertama yang masuk surga karena ketaatannya kepada suaminya. Semoga dijaman millennium ini masih ada wanita-wanita shalehah seperti Muti’ah. Aamiin, aamiin, yaa robbal ‘alamiin.

Lantas wanita seperti apakah yang termasuk ahli surga? Pertama, wanita yang menjalankan shalat wajib 5 waktu dan berpuasa di bulan Ramadhan. Kedua, wanita yang menjaga dirinya. Ketiga, wanita yang taat pada suaminya. Keempat, wanita shalehah yang wafat dalam keadaan suaminya ridho kepadanya.

Dari Anas bin Malik, Rasulullah saw bersabda, “Pemuka wanita ahli surga ada empat. Ia adalah Maryan binti Imran, Fatimah binti Rasulullah saw, Khadijah binti Khuwailid dan Asiyah, istri Firaun,” (HR Muslim dan Hakim).

Di rumah Jono saat ini tinggal ibu mertua yang usianya sekiar 75 an tahun dan ayah mertua yang usianya sekitar 80-an tahun. Ibu mertuanya luar biasa sabar ketika melayani suaminya. Biarpun sudah 75-an tahun tapi pembawaanya masih menawan. Kiranya akan lebih menawan jika Jono bisa membelikan pakaian atau produk kecantikan yang cocok dengan usianya untuk menunjang akivitasnya sehari-hari. Maka pada hari ibu tahun ini ia meminta tolong istrinya Ningsih untuk menanyakan makanan, pakaian dan produk kesukaan ibu mertuanya. Kompasianer, hadiah buat hari ibu apa yang tepat ya?

#hadiah buat hari ibu #kado #kisah teladan #hari ibu #uwais #muti’ah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun