Mohon tunggu...
Muhamad WahyuSaputra
Muhamad WahyuSaputra Mohon Tunggu... Ilmuwan - Seorang yang berusaha kritis

Mahasiswa Pertanian yang senang menulis artikel lepas

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Upaya Pemerintah dan Peran Masyarakat dalam Menjaga Ketahanan Pangan dan Kesejahteraan Petani di Masa Pandemi Covid-19

30 Mei 2020   00:37 Diperbarui: 30 Mei 2020   00:46 2303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dewasa ini wabah Corona atau COVID-19 telah menjadi pendemi di Indonesia. Berdasarkan data www.covid.go.id terhitung sejak Jumat, 29 Mei 2020 sebanyak 25,269 Warga Negara Indonesia (WNI) terindikasi positif Corona di wilayah Indonesia.

Meskipun begitu, vaksin COVID-19 masih belum ditemukan, sehingga hanya dapat dilakukan kesiapsiagaan penanggulangan sebagai upaya mengatasi masalah pandemi yang terjadi.

Konsep kesiapsiagaan yang dimaksud meliputi fase pencegahan, fase deteksi, dan fase respon. Penanggulangan wabah tersebut dibuat berdasarkan UU Kekarantinaan Kesehatan dan UU wabah penyakit menular.

Pada 30 Maret 2020 silam, Presiden Jokowi mengumumkan penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Selain itu Pemerintah Pusat juga menyampaikan pesan kepada masyarakat untuk melakukan social distancing atau physical distancing, yaitu anjuran menjaga jarak ketika berinteraksi dengan orang lain.

Menanggapi hal tersebut Pemerintah daerah yang memiliki instrumen hukum untuk mengeluarkan kebijakan daerah juga turut berpartisipasi menyusun rencana pencegahan penyebaran COVID-19.

Beberapa kebijakan Pemerintah Daerah berupa penutupan lokasi yang berpotensi terjadinya mobilitas tinggi seperti t4 wisata, alun-alun, hingga pusat perbelanjaan.

Adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menyebabkan menurunnya produktivitas kerja UMKM (bahkan ‘mati suri’) yang berjalan di bidang pangan.

Selain itu, muncul informasi dari media mengenai kemampuan rempah-rempah dalam melawan infeksi virus corona dan konsumsi buah-buah segar sebagai upaya pencegahan infeksi virus corona. informasi tersebut memungkinkan terjadi perubahan pola konsumsi masyarakat.

Apabila Kita praduga secara ‘kasar’ kondisi tersebut memungkinkan terjadinya perubahan rantai pasok produk pertanian yang signifikan. Selain itu, PSBB juga menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas pekerja informal, sehingga pendapatan rumah tangga turun dan memungkinkan terjadi penurunan daya beli masyarakat.

Pertanian sebagai kegiatan pemenuhan kebutuhan manusia yang paling krusial memiliki tantangan untuk mencukupi kebutuhan pangan masyarakat selama pandemi, padahal sektor pertanian sendiri terkena dampak ekonomi yang kurang baik.

Biro Perencanaan Kementerian Pertanian dalam Buletin yang berjudul “Perencanaan Pembangunan Pertanian”, dipublikasikan pada April 2020, menjelaskan kemungkinan akan terjadi penyusutan pertumbuhan ekonomi pada sektor pertanian akibat pandemi COVID-19.

Praduga adanya penyusutan pertumbuhan ekonomi pertanian merupakan hasil analisis berdasarkan tiga skenario situasi yang mungkin terjadi.

Skenario yang pertama yaitu hanya terjadi guncangan produktivitas tenaga kerja (labor productivity shock) yang menyebabkan turunnya produktivitas kerja (dapat bekerja namun tidak optimal) sebesar 1,4% selama tahun 2020.

Skenario yang kedua yaitu terjadi guncangan total faktor produktivitas (total factor productivity shock) yang menyebabkan gangguan saluran distribusi, penyediaan input produksi, layanan produksi, dan saranan prasarnan produksi lainnya. Skenario kedua juga menyebabkan turunnya pertumbuhan ekonomi global sebesar 1,5%.

Skenario ketiga yaitu adanya guncangan perdagangan (trade shock) yang menyebabkan gangguan pada perdagangan internasional sehingga biaya perdangan meningkat hampir 5% dan biaya pertumbuhan ekonomi turun menjadi 1,0 – 1,5%.

Penyusutan pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan penurunan produksi pertanian pada setiap komoditi dengan besaran penyusutan yang berbeda-beda. Untuk lebih jelasnya berikut grafik batang yang menggambarkan dampak pandemi COVID-19 terhadap produksi pertanian dan non-pertanian di Indonesia.

Sumber: Dewan Redaksi Buletin Biro Perencanaan (2020)
Sumber: Dewan Redaksi Buletin Biro Perencanaan (2020)

Grafik tersebut menunjukan adanya penyusutan pertumbuhan ekonomi berdasarkan tiga skenario situasi kedepannya, diprediksi akan terjadi penurunan produksi di sektor pertanian maupun non pertanian. Kondisi tersebut akan berdampak pada penurunan permintaan (demand shock) sekaligus terganggunya rantai pasok (suply chain) produk.

Sederhananya, permintaan (demand) akan meningkat sedangkan stok barang (suply) akan menurun. Untuk lebih jelasnya berikut grafik batang yang menggambarkan dampak penyebaran COVID-19 terhadap harga komoditas pertanian dan non-pertanian di Indonesia.

Sumber: Dewan Redaksi Buletin Biro Perencanaan (2020)
Sumber: Dewan Redaksi Buletin Biro Perencanaan (2020)

Lantas apa yang akan terjadi? Seperti yang telah disinggung sebelumnya, Kondisi tersebut akan menyebabkan peningkatan harga jual produk (terutama produk pertanian), sekaligus terjadi penurunan daya beli masyarakat karena terjadi penurunan produktivitas kerja akibat pembatasan aktivitas sosial.

Kabar baiknya, tidak semua lalu lintas perdagangan produk pertanian dan non-pertanian akan mati suri, karena Pemerintah masih dapat melakukan aktivitas ekspor-impor. Meskipun begitu, aktivitas ekspor-impor juga mengalami gangguan dimana terjadi penurunan nilai ekspor (namun masih memunkinkan terjadi peningkatan) dan kenaikan nilai impor.

Apakah Kita harus panik dan memasok produk pertanian ketika harganya masih murah?

Tentu tidak, Kita tidak boleh bertingkah panic buying maupun panic trading (apalagi memonopoli) produk pertanian selama masa pandemi COVID-19 ini.

Untuk lebih jelasnya mari Kita lihat bagimana kondisi penyediaan produk pertanian untuk kebutuhan masyarakat Indonesia. Berikut prakiraan Ketersediaan, Produksi dan Kebutuhan Pangan Pokok Strategis Periode Maret sampai Agustus 2020.

Sumber: Dewan Redaksi Buletin Biro Perencanaan (2020)
Sumber: Dewan Redaksi Buletin Biro Perencanaan (2020)

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa diperkirakan 9 komoditas utama (beras, jagung, bawang merah, bawang putih, cabai rawit, daging sapi/kerbau, daging ayam ras, gula pasir, dan minyak goreng) mengalami surplus (pasok produk lebih banyak dari permintaan pasar) namun 2 komoditas utama (cabai besar dan telur ayam ras) mengalami defisit (pasok produk lebih sedikit dari permintaan pasar).

Keberadaan komoditas pangan pokok trategis tersebut dikoordinasi oleh Ditjen Tanaman Pangan, Ditjen Hortikultura, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), dan Ditjen Perkebunan untuk menjamin tersedianya produk pangan pokok strategis periode  Maret sampai Agustus 2020.

Tapi tunggu sebentar, meskipun produk pertanian pangan pokok strategis banyak yang mengalami surplus namun perlu Kita perhatikan lagi bahwa pertanian di Indonesia didominasi oleh pertanian rakyat.

Fenomena tersebut merupakan PR bagi pemerintah untuk mendistribusikan persediaan pangan ke konsumen secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, Pemerintah juga berhadapan dengan mafia pangan yang merusak pola rantai pasok sehingga terjadi fluktuasi harga produk pertanian yang merugikan petani sebagai produsen dan konsumen.

Selain itu, rusaknya rantai pasok pertanian juga menyebabkan beberapa daerah mengalami defisit pada beberapa komoditi, meskipun berdasarkan perhitungan komoditi tersebut mengalami surplus secara nasional.

Lantas apa yang dilakukan pemerintah untuk menjaga stabilitas harga produk pertanian? Terlebih di masa pandemi COVID-19 ini yang menimbulkan turunnya produktivitas kerja informal, termasuk Petani?

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, bahwa pola rantai pasok produk pertanian yang menguntungkan petani dan konsumen merupakan PR pemerintah sejak dahulu.

Agar masyarakat mendapatkan akses pangan yang layak konsumsi dan penuh gizi dengan daya beli yang dapat dijangkau tanpa merugikan petani sebagai produsen, pemerintah telah berupa melakukan:

  1. Beragam aktivitas ekspor-impor dengan berbagai kebijakan sebagai upaya penyediaan produk pertanian dengan harga jual dijangkau oleh masyarakat di pasar;  
  2. Menetapkan harga acuan produk pangan pokok strategis agar masyarakat memiliki daya beli dan petani tetap diuntungkan. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No.71 Tahun 2015 tentang Penetapan Harga dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Nasional yang selanjutnya Kemendag mengeluarkan Permendag No. 63/M-DAG/ PER/09/2016 tentang Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen, sehingga petani dan konsumen sama-sama diuntungkan;
  3. serta kebijakan-kebijakan lainnya.

Semasa pandemi ini Pemerintah terus memperkatat pengawasan rantai pasok produk pertanian dan berupaya menjaga ketahanan pangan. Langkah Pemerintah tersebut di antaranya:

  1. Memberikan bantuan kepada keluarga rentan terdampak COVID-19;
  2. Membangun sinergitas lintas sektor untuk menjaga ratai pasok produk pertanian agar dan terhindari dari campur tangan kartel dan mafia pangan;
  3. Memberikan subsisidi distribusi pangan dari daerah surplus ke defisit melalui Badan Ketahanan Pangan (BKP);
  4. Menyerap gabah petani yang dioperasikan oleh Bulog dibantu oleh penyuluh dan dikoordinasi oleh Dinas Pertanian Kabupaten, Komandan Komando Distrik Militer TNI-AD serta jajarannya. Upaya Pemerintah pada kebijakan ini berupaya mengelola rantai pasok beras agar harga beli dapat dijangkau oleh masyarakat namun tetap menguntungkan petani sebagai produsen. Selain itu Pemerintah juga berupaya menjaga stabilitas harga beras agar tetap profit oriented antara konsumen dan produsen;
  5. dan mungkin langkah serta kebijakan lainnya yang belum Penulis ketahui.

Wah, Banyak juga ya upaya pemerintah menjaga ketahanan pangan untuk masyarakat Indonesia. Kira-kira bagaimana ya implementasi mereka di lapangan?

Guna menjaga sinkronisasi antara judul dengan isi artikel, tidak perlu lah ya Kita membahas implementasi Pemerintah dalam menjalankan kebijakan maupun rencana kerja yang telah dibuat.

Meskipun begitu, sekilas perlu Kita ketahui bahwa stok pangan di negara kita tercinta ini sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh masyarakat Indonesia. Penyataan tersebut juga diterangkan oleh Direktur Jendral Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Suhanto, dikutip dari Tempo.com (diakses 29 Mei 2020), mengatakan bahwa stok kebutuhan pangan pokok akan cukup sampai November 2020 mendatang.

Meskipun begitu, Kita sebagai masyarakat juga dapat membantu pemerintah dalam menyediakan akses pangan yang terjangkau, bahkan dapat membantu meningkatkan ekonomi pertanian pasca pandemi COVID-19, lohh.

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan taraf ekonomi pertanian dan menjaga ketahanan pangan berupa: 1) tidak melakukan panic buying maupun trade buying; 2) mengupayakan diversifikasi pangan dengan mengonsumsi pangan lokal; 3) melakukan family farming; 4) mencegah mafia pangan dan memperpendek distribusi pangan.

Sebagaimana disinggung sebelumnya bahwa panic buying akan merusak rantai distribusi pangan yang berdasarkan teori suply-demand panic buying merupakan peningkatan demand sehingga suply mengalami penurunan. Mengingat produk pertanian merupakan benda yang tidak tahan lama, membeli produk pangan melebihi kebutuhan sekaligus merupakan tindakan sia-sia dan menyebabkan kerugian ekonomi secara sepihak juga.

Selain tidak melakukan panic buying, Kita juga dapat berusahan untuk mewujudkan diversifikasi pangan dengan mengonsumsi pangan lokal, loh. Sederhananya, makanan yang dikonsumsi jangan tepaku hanya satu jenis saja.

Contoh sederhananya adanya stigma “tidak makan makanan olahan beras (nasi), berarti belum makan”, padahal banyak jenis makanan yang mengandung karbohidrat dan dijual dengan harga murah seperti jagung, buah-buahan, hingga sayuran.

Namun diversifikasi tersebut juga basisnya harus panganan lokal, loh. Jadi sebisa mungkin Kita menghindari makanan impor. Pentingnya makanan lokal juga diserukan oleh Kelapa Badan Ketahanan Pangan (BKP) Agung Hendriadi, dikutip dari Portonews.com (diakses 29 Mei 2019).

Selain itu, Kita juga dapat mencoba family farming, yaitu bercocok tanam di area rumah dengan memanfaatkan lahan kosong seperti pekarangan. Kelapa Badan Ketahanan Pangan (BKP) Agung Hendriadi, dikutip dari Portonews.com (diakses 29 Mei 2019) juga menyerukan agar masyarakat dapat memproduksi makanan sendiri melalui kegiatan family farming. Selain sebagai upaya menjaga ketahanan pangan, family farming juga dapat membuat suasana rumah menjadi segar, loh.

Upaya menjaga ketahanan pangan dan meningkatkan taraf ekonomi pertanian yang tidak kalah penting adalah mencegah mafia pangan dan memperpendek distribusi pangan.

Sebagaimana Kita singgung sebelumnya, selama pandemi COVID-19 ini Pemerintah berusaha membangun sinergitas lintas sektor untuk menjaga ratai pasok produk pertanian. Pemerintah akan terus memantau harga pakan pokok strategis di pasar-pasar. Apabila terdapat produk pangan pokok utama yang tidak sesuai dengan harga acuan yang ditetapkan, maka pemerintah akan mengusut masalah tersebut.

Bagaimana cara masyrakat membantu? Yaitu dengan melaporkan kepada pihak berwajib apabila terdapat penjual produk pangan pokok strategis yang menawarkan harga jual diatas harga acuan yang ditetapkan pemerintah.

Masyarakat juga dapat membantu menumpas mafia pakan dengan memperpendek rantai pasok produk pertanian. Cara sederhananya dengan membeli produk langsung ke petani atau koperasi yang dikelola oleh para petani itu sendiri. Cara ini bertujuan untuk memperkecil margin pemasaran sehingga tidak terjadi perbandingan yang signifikan antara harga jual di petani dan harga beli di konsumen.

Refrensi:

1. Anonim. 26 April 2020. Produksi Lancar, Stock Beras Cukup untuk Konsumsi sampai November. https://bisnis.tempo.co/amp/133568/produksi-lancar-stok-beras-cukup-untuk-konsumsi-sampai-november/ (diakses 29 Maret 2020).

2. Badrie, S. 11 Mei 2020. BKP Kementan Dorong Pengembangan Pangan Lokal. https://www.portonews.com/2020/laporan-utama/bkp-kementan-dorong-pengembangan-pangan-lokal/ (diakses 29 Maret 2020).

3. Dewan Redaksi Buletin Biro Perencanaan. April 2020. Dampak Covid-19 Terhadap Sektor Pertanian. Buletin Perencanaan Pembangunan Pertanian, 1(2): 1-75.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun