Perspektif Estetika: Dari Diksi ke Desain
Dalam teori Estetika pada Desain Busana (Wesnina & Rahayu Purnama, 2025), keindahan tidak hanya diukur dari bentuk visual, tetapi dari keselarasan antara fungsi, makna, dan nilai budaya. Busana yang indah adalah busana yang mampu berkomunikasi --- sebagaimana kata yang indah adalah kata yang mampu membangun harmoni.
Dari perspektif ini, istilah "Tiongkok" memiliki nilai estetika linguistik yang lebih tinggi karena mengandung unsur kesantunan, harmoni, dan kesetaraan. Sama halnya dengan perancang busana yang memilih motif, warna, dan tekstur secara sadar agar menghasilkan makna budaya yang berimbang, pemilihan kata pun adalah tindakan estetika yang merefleksikan etika berbahasa.
Pergantian istilah tersebut, dalam pandangan semiotik budaya, serupa dengan proses mendesain ulang busana tradisional agar tetap relevan di zaman modern: bentuknya bisa berubah, tetapi nilai filosofisnya tetap terjaga.
Dialog Indonesia-Tiongkok: Dari Bahasa ke Diplomasi Mode
Ketika dua bangsa besar, Indonesia dan Tiongkok, bertemu dalam proyek kebudayaan, mereka tidak hanya saling bertukar estetika, tetapi juga kesadaran. Penelitian lintas budaya yang dilakukan oleh Wesnina dan Rahayu Purnama (2025)Â menegaskan pentingnya dialog estetika busana antara kedua negara sebagai bagian dari diplomasi lunak (soft diplomacy).
Penelitian tersebut menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan analisis komparatif visual terhadap motif, warna, bentuk, dan filosofi busana Indonesia--Tiongkok. Misalnya, motif mega mendung dari Cirebon yang melambangkan kesabaran dan keseimbangan, disejajarkan dengan motif yun wen (awan keberuntungan) dalam tekstil Tiongkok yang melambangkan keharmonisan alam.
Melalui perbandingan ini, tampak bahwa kedua budaya memiliki landasan estetika yang sama: keseimbangan antara manusia, alam, dan spiritualitas. Maka, penggunaan istilah "Tiongkok" bukan hanya keputusan linguistik, tetapi juga wujud kesadaran estetika antarbangsa-sama seperti ketika desainer menyatukan dua motif lintas budaya dalam satu rancangan busana.
Diksi sebagai Diplomasi Budaya
Bahasa dan busana sama-sama bekerja di wilayah simbolik. Keduanya bisa menjadi alat diplomasi yang lebih halus daripada pidato politik. Dalam kerangka diplomasi budaya, penggunaan kata "Tiongkok" menandakan penghormatan dan kesediaan untuk berdialog. Ia membangun tone of respect, sebagaimana paduan warna lembut dalam desain yang menciptakan harmoni pandangan.
"Perubahan diksi dari 'Cina' menjadi 'Tiongkok' adalah proses desain kebudayaan-merajut ulang makna, menata ulang rasa, dan menjahit kembali hubungan antarbangsa."