Mohon tunggu...
Weni Indriyani
Weni Indriyani Mohon Tunggu... Penulis - Pelajar/ Mahasiswa

Artikel | Resensi Film | Resensi Novel | Review Novel | Cerita Fiksi | Holiday #belajarbareng

Selanjutnya

Tutup

Book

Resensi Novel "Orang-orang Biasa" Karya Andrea Hirata

12 Januari 2023   13:26 Diperbarui: 12 Januari 2023   13:33 871
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Resensi Novel "Orang-orang Biasa" Karya Andrea Hirata

Jika kita membaca sebuah karya fiksi seperti novel, tentunya kita memiliki harapan yang baik pada akhir cerita. Sehingga kerap kali ketika akan membeli buku, kita membaca sinopsis yang tertera pada sampul buku cerita. Namun tidak semua karya melampirkan sinopsis pada cerita, sehingga pertimbangan yang dilakukan untuk membeli novel tersebut adalah melihat cover serta judul pada novel tersebut. Kalau sahabat melakukan pertimbangan seperti apa untuk membeli buku? Bisa di share di kolom komentar yaa..

Pada kesempatan ini, aku akan meresensi novel "Orang-orang Biasa" karya Andrea Hirata. Nah, kalau teman-teman penasaran dengan problem-problem yang ada di masyarakat, maka karya Andrea Hirata tepat untuk teman-teman baca. Selain Andrea Hirata, juga ada penulis-penulis Indonesia yang juga mengangkat masalah sosial seperti Pramoedya Ananta Toer, Ahmad Tohari, Eka Kurniawan, Ahmad Fuadi, Tere Liye dan masih banyak lagi. Namun kali ini, aku kan membahas karya Andrea Hirata yang berjudul "Orang-orang Biasa".

Andrea Hirata adalah penulis dengan berbagai penghargaan yang sudah dia terima bahkan sampai tingkat internasional. Karya pertamanya yang berjudul Laskar Pelangi menghantarkannya sebagai pemenang pertama New York Book Festival 2013 untuk The Rainbow Troops, Laskar Pelangi edisi Amerika, Penerbit Farrar, Straus & Giroux, New York, General Fiction; Pemenang pertama Buchawards 2013, German untuk Die Regenbogen Truppe, Laskar Pelangi edisi Jerman dan banyak lagi.

Novel "Orang-orang Biasa" juga sudah diterjemahkan kedalam bahasa Malaysia dan Inggris. Novel ini memiliki banyak kejadian fakta sosial. Seperti Kemiskinan, Pendidikan, Keadilan. Namun, fakta sosial yang paling menonjol dari cerita ini adalah Kemiskinan, yang kemudian karena faktor kemiskinan ini berdampak pada Pendidikan. Penulis menghadirkan tokoh-tokoh dengan berbagai macam karakter, hal ini memberi warna tersendiri dalam cerita, selain itu tokoh-tokoh dalam novel tersebut juga hadir dengan masalah hidup yang berbeda-beda.

Di novel ini penulis benar-benar dengan gamblangnya menggambarkan karakter tokoh terlihat bodoh. Bagaimana Dinah dan teman-temannya Salud, Junilah, Sobri, Honorun, Handai, Tohirin, Rusip, Nihe, dan Debut Awaluddin mereka adalah murid terbelakang dari yang terbelakang, mereka benar-benar tidak bisa menguasai mata pelajaran matematika, seperti Handai yang ketika ditanya oleh Ibu Desi Mal, guru Matematika perkalian 18 kali 37, Handai tidak dapat menjawab, dia malah manawar bagaimana jika ia ditanya perkalian 5 saja. 

Di sini Andrea Hirata sangat berhasil menggambarkan setiap karakter pada tokoh, dengan kemasan komedi yang mampu mengguncang perut pembaca. Hingga suatu saat kesepuluh sahabat itu beranjak dewasa. Singkat cerita Dinah memiliki seorang anak yang bernama Aini. Aini, ini pun tak jauh berbeda dengan ibunya, yang tidak begitu menguasai matematika, nilai matematika pun sangat mengharukan. Hingga suatu hari si Aini mulai belajar setiap saat ia selalu mendatangi rumah guru nya yang bernama Bu Desi Mal untuk memintanya mengajari matematika.

Walaupun beberapa kali ditolak oleh ibu Desi Mal sebab Aini tak pernah paham satupun materi yang ia ajarkan. Namun Aini tak pernah putus asa, ia tetap belajar di rumah dan mendatangi rumah Bu Desi Mal tanpa bosan. Hingga, suatu hari, Aini mencoba untuk mendaftar ke Universitas ternama, di jurursan kedokteran dan ia lolos, dikarenakan terkendala oleh biaya hingga ia tidak dapat melanjutkan pendidikannya di tingkat universitas. Dinah yang hanya seorang penjual mainan, yang bahkan dalam sehari saja mainan itu tidak terjual. 

Dinah kemudian datang pada teman-temannya dan menceritakan akan capaian yang anaknya lakukan dan juga kesulitan yang ia hadapi. Mendengar kesulitan Dinah, kesepuluh kawan tersebut merasa kasihan, juga merasa bangga. Sebab kesepuluh kawan itu juga tidak percaya, Dinah seorang manusia yang duduk paling belakang dari yang terbelakang, tertinggal dari yang tertinggal memiliki anak yang super genius. 

Hal ini terlihat dari kuitpan sebagai berikut:

"Fakultas kedokteran katamu, Dinah?! Apa aku tak salah dengar?" 

"Ya But, kau tak salah dengar, Fakultas Kedokteran"

"Berarti lulusnya nanti jadi dokter, Dinah?"

"Jadi dokter But."

...

"Sebentar-sebentar, aku mau bertanya. Apakah kau ini Dinah? Mardinah binti Mardikah?"

"Ya, But, aku ini Mardinah binti Mardikah"

"Bagaimana mungkin, Dinah? Kau yang dulu suka dihukum berdiri di depan kelas oleh Ibu Desi karena kali-perkalian saja tak becus, bisa punya anak secerdas itu?"

Dari kutipan diatas kita dapat melihat bagaimana latar belakang Dinah dan kesepuluh temannya pun tidak percaya jika Aini, anak sulung Dinah dapat di terima di Fakultas Kedokteran di Universitas ternama pula. Karena kesepuluh kawan ini bukanlah orang-orang yang kaya lagi cerdas, yang jika dihadapkan dengan perkalian, akan selalu melakukan mengeheningkan cipta.

 Kesepuluh kawan itu merasa bangga dengan temannya memiliki anak yang cerdas. Namun, karena pekerjaan Dinah seorang penjual mainan yang tidak memiliki penghasilan seberapa itu membuat Dinah bingung harus mencari uang kemana, mengingat biaya masuk Kedokteran tidaklah murah. Hingga kesepuluh kawan itu memiliki ide utnuk merampok bank di siang hari.

Dari kisah diatas dengan permasalahan sosial dan fakta sosial yang muncul dalam novel sesuai dengan kenyataan. Bagaimana pandangan masyarakat mengenai jurusan kedokteran memanglah memakan biaya yang banyak dan hanya orang-orang tertentu saja yang dapat menjamah jurusan tersebut. Persepsi-persepsi seperti ini membuat masyarakat pun enggan bahkan mundur lebih cepat jika sang anak ingin mengambil jurusan kedokteran.

Demikian resensi novel "Orang-orang Biasa" karya Andrea Hirata. Kita bisa membaca karya-karya beliau, yang tidak kalah kompleksnya permasalahan yang diangkat dalam karyanya. Selamat membaca teman-teman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun