Mohon tunggu...
Wemmy Al-Fadhli
Wemmy Al-Fadhli Mohon Tunggu... gembel -

Orang pintar mikir ribuan mil, jadi terasa berat. Saya gak pernah mikir karena cuma melangkah saja. Ngapain mikir kan cuma selangkah. (Bob Sadino)

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Hidup Mewah dan Agama

4 Mei 2016   19:34 Diperbarui: 4 Mei 2016   19:42 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dibanding berkonflik; berkompromi dan mencari titik-titik persamaan alias bersikap positif dengan kodrat matre itu tentulah lebih mudah dan menyenangkan. Makanya bagi manusia yang akalnya jadi karyawan keinginannya akan dicari-carikanlah pembenaran bagi orientasi hawa nafsunya mulai level pokok/dasar hingga naik (atau turun?) tanpa batas ke level luxorious. Ceilee kayak gw gak punya napsu saja.

Tapi ya itulah, berpikir idealis bagi saya tetap harus dijaga kemurniaannya dari teracuni pilihan-pilihan sikap kita yang harus realistis pada batas kesanggupannya. Makanya bagi saya gaya hidup mewah para ustadz atau ustadzah tersebut itupun walau tercela tidaklah membuat mereka lantas menjadi seolah-olah sudah seperti akan dikafirkan. Benar dan salah itu bagi saya harus dilihat nuansa atau kategori-kategori detailnya. Akan terjerumus dalam kesesatan pandangan kita jika menggeneralisir pada sikap oposisi binner hitam putih saja.

Jika merujuk pada Nabi Muhammad dalam agama Islam maka kita akan dapati contoh sempurna tentang ketakwaan/kebenaran. Beliau selain ahli ibadah dan alim tentunya tapi juga zuhud kehidupannya. Beliau tidak memanfaatkan posisinya sebagai junjungan orang banyak untuk mengeruk keuntungan dengan hidup bermewah-mewah. Kalau kita dalam posisi beliau pastilah sudah akan memonetisasinya kedudukan politis tersebut untuk dijadikan sebagai akses ke sumber-sumber ekonomi. 

Bahkan jika kita lihat defenisi pengangguran pada zaman kontemporer ini--yang dikaitkan dengan peran seorang manusia untuk diperbudak oleh jaringan ekonomi perbankkan alias dijadikan oli-oli untuk mesin kapitalisme yang persentase keuntungannya selalu mengalir kepada para bandar di puncak piramida--maka nabi anti riba yang sangat dicintai umatnya ini bisa jadi unemployee juga statusnya. Konon beliau cuma mengambil sedikit ghanimah untuk disimpan sebagai bekal hidup keluarganya selama setahun.

Memang ada juga riwayat beliau berdagang serabutan mungkin seperti pedagang online macam saya sekarang tapi kita semua mengetahui bahwa beliau sangat tidak menyukai pasar sebagai tempat paling disukai Iblis karena banyak tipu daya disana (manusiawi). Bisa dibilang hidup beliau hanya ditunjang dengan hadiah dari shahabat-shahabatnya karena para nabi diharamkan menerima sedekah. Dan tentu tak elok jika beliau ada yang mengupah sebagai pekerja. 

Gaji sebagai "kepala negara" juga belum ada karen pada zaman beliau belum ada organisasi pemerintahan yang berbasis "fiskal" karena tujuannya memang bukan kemakmuran duniawi apalagi kemakmuran elitis. Karena hubungan sosial berbasis keikhlasan, "uang" pada masa itu mengalir alamiah saja tanpa perlu diakal-akali/diperebutkan meski sebagai corak kehidupan ada juga terdapat riwayat tentang manusia kemaruk seperti Dzul Khuraisah yang disebut-sebut sebagai nenek moyangnya khawarij karena protes dapat bagian harta sedikit atau kisah populer tentang mujahidin pemanah pada perang uhud yang meninggalkan posnya karena silau melihat ghanimah yang berserakan. Belum lagi jika kita merujuk para ahlu suffah murid-murid beliau yang mungkin akan dicap pengangguran juga dalam terminologi kapitalisme modern yang memang berusaha melakukan psiko-war terhadap calon budak-budaknya.

Tapi tentunya tidak semua orang sanggup untuk bergaya hidup sewara' dan selevel nabi tersebut. Toh ada juga shahabat-shahabat nabi yang menjadi pebisnis--mohon jangan disama-samakan dengan akal bulus pebisnis modern--dan terlihat hidup lebih mewah dalam kadar tertentu. Tapi kita juga bisa saksikan bahwa banyaknya harta mereka bukanlah untuk hidup glamour/pamer tetapi lebih banyak untuk disedekahkan memberi makan orang miskin alias untuk beramal saleh untuk bekal akhirat tanpa siasat akal bulus memotong sekian persen untuk kenikmatan dunia supaya dapat surga dua kali: dunya wal akhirat. 

Namun kita juga tak bisa menuntut para agamawan zaman sekarang untuk sanggup level zuhudnya setara generasi terdahulu. Okelah kepanjangan nih, singkat kata gini aja: gaya hidup mewah di kalangan ustadz selebritas tidaklah sampai mengkafirkan tetapi memang tercela. Kita harus bisa memaklumi jika level keimanan mereka masih sangat jauh ketimbang para nabi dan murid-muridnya. Akhir kata, dari pada mencela kelakuan orang lain lebih baik idealisme tersebut kita terapkan untuk diri sendiri. Tidak mudah bukan? Makanya ketika menasehati orang lain tentang nilai-nilai ideal, kita nggak perlu ngotot/maksa lah. Kecuali kita sedang punya motif/modus dan strategi politik/bisnis yang dalam konteks tertentu tidak ada juga salahnya bahkan perlu hehehe. 

Contoh untuk akhirul kalam: makhluk allah yang sudah alamnya bergaya hidup mewah yang biasa mendatangkan ustadz bayaran ke istananya untuk ngajar ngaji anak-anak supaya tetap terus ke surga kelak. Dengan kata lain, ada share market atau pangsa pasar yang butuh jenis da'i tipe mereka. Tentunya da'i tipe Abu Dzar bakal bikin mereka menutup hidung karena gelisah dan merasa imun. Akhirnya para da'i harus menyesuaikan diri dengan atmosfer steril calon konsumennya. Dan itu butuh "biaya perawatan". Salah atau benarkah pernyataan gw ini nantilah kita tanyakan pada komisi fatwa MUI setelah analisis dalil bagi haramnya mencuri listrik yang dimohonkan PLN bisa cepat kelar. Maklum kerja prosedural itu kadang lucu dan tidak boleh diukur pake pertanyaan apakah masuk akal. Apalagi olok-olok logika seperti: memangnya kalau mencuri yang lain halal?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun