Mohon tunggu...
Welhelmus Poek
Welhelmus Poek Mohon Tunggu... Konsultan - Foto Pribadi

Welhelmus Poek seorang aktivis NGO yang sangat intens advokasi isu-isu Hak Asasi Manusia terutama hak-hak kelompok marginal, secara spesifik memperjuangkan hak-hak anak muda, gender dan keadilan sosial lainnya. Lahir di Pulau Rote, 17 Juni 1981. Mengawali karir NGO di Plan International Indonesia tahun 2004 hingga 2015. Kemudian bergabung dengan Hivos International tahun 2016 untuk program energi terbarukan di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Tahun 2018-2019 melanjutkan study Master of International Development di University of Canberra. Tahun 2020 kembali bergabung dengan Hivos International untuk program energi terbarukan di Pulau Sumba. Welhelmus juga aktif di Forum Akademia NTT dan masih mensupport aktivitas Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) Kupang, NTT hingga kini.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Magis" Rumah Lembang; Mengapa Selalu Banyak Pengunjung?

21 Desember 2016   12:23 Diperbarui: 21 Desember 2016   14:02 3483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perjalanan politik Pak Basuki (Ahok) di Jakarta terbilang sangat menginspirasi banyak orang. Ahok begitu sapaan akrabnya tergolong memiliki karakter kepemimpinan yang sangat "langka" di Indonesia. Bisa dihitung dengan jari, berapa banyak pejabat negeri ini yang benar-benar punya integritas dan loyalitas serta dedikasi yang tinggi. Terutama bagaimana mereka memposisikan diri sebagai "pelayan" masyarakat yang sesungguh.Menyediakan sebuah sistem pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat adalah simpulan umum dari apa yang dikerjakan.

Pada saat Pak Ahok diusung bersama Pak Jokowi dalam Pilkada DKI5 Tahun yang lalu, mereka diluar dugaan mampu mengalahkan pasangan Petahana. Seiring berjalannya waktu, popularitas kedua melejit tajam. Ini juga sangat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan dan respon mereka terhadap persoalan utama yang dihadapi warga. Hasilnya, Pak Jokowi tidak butuh waktu yang lama, beliau akhirnya menduduki singgah-sana negeri ini. Ya, hari ini kita bisa lihat, Pak Jokowi menjadi salah satu Presiden berpengaruh di dunia. Gayung pun bersambut. Pak Ahok "naik tahta" menjadi DKI 1.

Selama menjadi DKI 1, popularitas Ahok semakin tidak tertandingi. Salah satu faktor penguat adalah perlakuan Ahok terhadap para pejabat yang terindikasi korup. Entah korupsi waktu kerja, korupsi pelayanan atau terang-terangan korupsi uang negara. Mereka semua di-"sikat"habis. Pokoknya peluang untuk Korupsi benar-benar sudah dibentengi. Nah,mungkin karena alasan ini, kemudian sepertinya banyak orang/pihak mulai tidak senang dengan Ahok. Rupanya mereka pun mengincar setiap blunder yang dilakukan Ahok. 

Maka tidak heran, selalu saja ada laporan atau kecurigaan dari berbagai aspek. Sebut saja, kasus Sumber Waras. Ada kelompok yang rupanya mati-matian sudah pada kesimpulan bahwa Ahok harus dijerat kasus hukum. Kasus lainnya, pemecatan staf dibawa ke rana hukum. Dan yang paling menghebohkan Indonesia dan dunia, adalah ketika isi pidato Ahok di Kepulauan Seribu, yang dianggap menista agama Islam.

Saya tidak akan membahas kasus-kasus di atas. Walaupun harus diakui, rentetan peristiwa di atas, ternyata merupakan amunisi yang cukup handal untuk "menjatuhkan" popularitas Ahok. Bila dibandingkan sebelum dan sesudah peristiwa-peristiwa tersebut, popularitas Ahok dari titik tertinggi harus turun drastis dalam beberapa bulan terakhir. Tapi yang menarik adalah, ketika Ahok ditetapkan sebagai tersangka, hasil survey terakhir menunjukan popularitasnya kembali menguat. Setidaknya bila kita bandingkan dengan para calon DKI 1 yang saat ini menjadi "penantang" Ahok.

Ahok memang sejak awal ketika ingin maju sebagai calon DKI 1, menggalang kekuatan melalui jalur independen. Lebih dari 1 Juta KTP Warga Jakarta tercatat memberi dukungan untuk Ahok bisa ikut bertarung melalui jalur perseorangan tersebut. Dukungan ini menunjukan masyarakat benar-benar masih ingin Ahok sebagai Gubernur DKI. Walaupun 1 juta itu bukan mewakili keseluruhan jumlah penduduk Jakarta. 

Namun, harus diakui "permainanan" politik yang terjadi akhir-akhir ini, sangat sulit bagi calon perseorangan untuk maju di pilkada tatkala UU tentang Pilkada, menyaratkan proses yang terbilang sangat sulit bagi seseorang yang ingin maju independent. Tapi, Ahok dan tim relawan tidak patah arang. 1 Juta KTP yang dimiliki sebagai bergaining position yang kuat untuk "berkoalisi" dengan Partai Politik. Akhirnya, Ahok-Djarot diusung Partai Politik dan rakyat (1 Juta KTP). Ini sebuah fenomena dan pembelajaran politik yang baru terjadi di tanah air.

Menariknya, gaya kampanye yang diusung Tim Kampanye Ahok-Djarot yang mengkombinasi cara-cara konvensional dan kreatif, berujung pada kembali menguatnya popularitas Ahok-Djarot. Rumah Lembang benar-benar menyimpan"magis" yang luar biasa. Tiap hari ribuan orang datang ke Rumah Lembang tersebut. Inilah yang dikisahkan Mbak Ira. Memang benar. Saya memang belum pernah ke Rumah Lembang dan bukan warga DKI, tapi selalu mengamati setiap hari dari media massa. 

Setiap hari, warga DKI berbondong-bondong ke Rumah Lembang untuk bertemu Ahok-Djarot. Mereka tidak saja menyampaikan keluh kesah, tetapi juga menyatakan bentuk dukungannya. Bahkan, yang menarik adalah dari sini juga, masyarakat dengan suka rela memberi dukungan dana kampanye bagi Ahok-Djarot. Sudah 30-an Miliyar dana terkumpul. Sungguh luar biasa.

Saya pribadi tidak heran dengan kehadiran warga yang setiap hari datang ke Rumah Lembang. Selain karena rasa simpati mereka terhadap kepemimpinan dan perubahan yang sudah mereka rasakan di Jakarta selama kepemimpinan Ahok-Djarot; sepertinya peristiwa hukum yang menimpa Ahok saat ini mendapat banyak dukungan dari warga. Mungkin ini juga yang sering disampaikan oleh banyak pengamat bahwa warga Jakarta termasuk kelompok yang intelek dan rasional dalam memberi dukungan.

Kita tidak tahu apa akhir dari kasus yang menimpa Ahok saat ini, tapi harus kita akui bahwa Rumah Lembang benar-benar punya "magis'. Daya tariknya seakan-akan semakin kuat tatkala ada "badai" yang ingin"menghancurkannya". Rumah Lembang seakan menjadi pemersatu bagi keberagaman. Disana banyak suku, agama, etnis, ras bersatu dalam keberagaman meneriakan sebuah perubahan yang lebih berkeadilan sosial. Mereka tidak"menuntut" perlakuan khusus; mereka datang karena atas kesadaran bahwa kita hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mereka sadar bahwa Bhineka Tunggal Ika "masih tertancap" di kaki burung garuda. Alangkah indahnya Rumah Lembang ini ada di seluruh Indonesia. Semoga!.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun