Mohon tunggu...
Weinata Sairin
Weinata Sairin Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Teologi dan Aktivis Dialog Kerukunan

Belajar Teologia secara mendalam dan menjadi Pendeta, serta sangat intens menjadi aktivis dialog kerukunan umat beragama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Refleksi Alkitab: Mengungkap Kata-Kata Penuh Kasih

15 Mei 2022   06:25 Diperbarui: 15 Mei 2022   06:47 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang pendeta|sumber: republika.co.id

REFLEKSI ALKITAB,MINGGU 15 MEI 2022

MENGUNGKAP KATA-KATA PENUH KASIH

Oleh Weinata Sairin

"Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang." (Kolose 4:6)

Kita amat bersyukur kepada Tuhan oleh karena Ia menganugerahkan kepada kita kemampuan untuk berbicara, untuk berkata-kata. Kata (word) itu sangat penting dan besar maknanya dalam membangun komunikasi dan relasi antarmanusia. 

Pada waktu kecil, ayah yang adalah seorang guru selalu memberi nasihat agar kata-kata yang sopan digunakan dalam berkomunikasi. "Kata itu tidak harus dibeli, gunakanlah yang baik," pesannya. Itu yang dipesankan berulang-ulang sambil menyitir peribahasa dari bahasa Sunda.

Dalam pengalaman empirik, nasihat orangtua itu terbukti dengan amat jelas. Kata-kata yang baik, sopan dan elegan, yang kita gunakan baik lisan maupun tulisan, berdampak besar bagi relasi antarpribadi atau institusi. Pilihan kata, diksi, istilah dalam berkomunikasi dengan orang lain, apalagi dalam hal yang dianggap sensitif sangat penting.

Oleh karena "kata" adalah wujud dan wahana komunikasi antarmanusia maka fungsi dan peranan kata penting sekali di semua bidang kehidupan, baik di lingkup keluarga, komunitas, lembaga pemerintah dan swasta, parlemen, institusi keagamaan, dalam rumah ibadah, dan sebagainya. 

Di ruang publik, yang biasanya dipantau media, ataupun di ruang privat, dalam ibadah Gereja, kita harus sangat berhati-hati dalam memilih kata dan menggunakannya. Khotbah, Warta Jemaat, Tata Ibadah seharusnya menggunakan bahasa Indonesia yang standar.

Acap kali terjadi khotbah-khotbah Gereja menggunakan bahasa yang absurd, berbelit-belit, sehingga esensi dan message-nya tidak bisa ditangkap dan dicerna dengan tepat oleh warga jemaat. Belum lagi kesalahan mengeja, misalnya Republik Indonesia, dieja dengan "Repoblik Endonesia".

Kita memahami bahwa kata, bahasa, kalimat bukan sekadar deretan huruf yang kemudian membentuk bunyi. Kata, bahasa, kalimat dalam arti yang esensial dan luas adalah ekspresi pemikiran seseorang, gambaran struktur berpikir seseorang dalam kurun waktu dan konteks tertentu. 

Kerancuan kalimat, adanya nuansa distortif dalam sebuah kalimat mencerminkan kerancuan dan distorsi yang terjadi dalam pemikiran seseorang. 

Gereja harus mewartakan Injil hingga ke ujung bumi dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh umat dan publik. Dalam konteks ini, Gereja harus benar-benar memberi perhatian pada aspek kebahasaan agar pewartaan itu relevan dan tepat sasaran. Khotbah Gereja, administrasi, dan publikasi Gereja mesti berbasis pada pemahaman dan penguasaan kebahasaan yang standar.

Ayat Alkitab yang dikutip diawal tulisan ini bertujuan untuk mendorong umat agar mengungkapkan kata-kata penuh kasih, jangan hambar. Masakan yang terasa hambar bisa membunuh nafsu makan. 

Kata-kata yang bernapaskan kasih, penuh empati, menyenangkan, dan penuh rasa sayang memang amat dibutuhkan dalam berinteraksi dengan orang lain.

Pesan yang disampaikan pada abad-abad pertama kepada Jemaat Kolose yang hidup di tengah realitas kemajemukan ini masih tetap relevan bagi kita di zaman ini. 

Gereja dan komunitas Kristen Indonesia harus mampu menjadi komunitas yang menyuarakan bahasa kasih, diksi elegan, dan penuh wisdom di tengah masyarakat majemuk yang nyaris hilang keberadabannya, tanpa membatasi dan/atau kehilangan suara profetisnya sebagai Gereja Yesus Kristus. 

Ditengah rasa takut,cemas,gelisah yang menggerogoti kehidupan umat akibat Covid 19 dan turunannya atau hepatitis akut, maka bahasa cinta kasih,empati,apresiasi mesti lebih banyak digunakn.

Bahasa pastoral harus lebih dinyatakan, bukan bahasa menghakimi,bahasa tertib Gereja yang mengisolasi seseorang, dan menggiring umat bereksodus. 

Gereja harus menjadi pionir dan teladan dalam berbahasa Indonesia yang baik,benar dan standar pada level apapun,termasuk di medsos,di dunia maya. 

Mari ungkapkan bahasa kasih ditengah dunia yang luka, sangar,garang dan demonis! 

Selamat Menyambut dan Merayakan Hari Minggu!

God Bless!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun