Nama Pdt Dr.SAE Nababan memasuki memoriku sejak waktu yang cukup lama oleh karena ia acap menguraikan berbagai pemikirannya dalam bahasa Indonesia yang standar.
Ketika saya studi teologi di STT Jakarta 1968-1973 pak Nababan telah melayani sebagai Sekum DGI ( 1967-1984) yang kemudian dilanjutkan sebagai Ketua Umum PGI 1984-1987.
Di tengah duka yang melilit tubuh rentaku karena Tuhan memanggilnya 8 Mei 2021 pk 16.18 di RS Medistra Jakarta, dalam keterbatasan daya ingat  saya ingin membagikan beberapa memori terpilih dari sosok Dr SAE Nababan.
Pertama. Notulen dan Keputusan Sidang Gerejawi/Ketentuan PGI.
Beliau adalah seorang yang selalu taat dan konsisten melaksakan keputusan sidang gerejawi : MPH,MPL,SR. Di suatu persidangan MPH atau MPL ketika terjadi diskusi panjang tentang suatu pokok, ia selalu memberikan pencerahan mis "kita takbisa memutuskan seperti itu karena notulen kita begini bunyinya", atauTD TRT PGI Pasal sekian ayat sekian begini bunyinya.."
Realitas itu saya alami tatkala menjadi anggota MPL PGI mewakili GKP 1980-1986.
Tatkala saya menjadi Wasekum PGI 1989-1994;1994-2000,2004-2009 malah ia sering berkata kepada saya:" coba cari di notulen mana hal itu diputuskan" atau "di TD TRT PGI Pasal berapa hal itu disebut"
Kedua. Kritis dan cermat dalam berbahasa.
Beliau amat cermat dalam menggunakan bahasa Indonesia.
Konsep Tri Kerukunan yang digagas Menag dr Tarmizi Taher th 1978 misalnya diberikan catatan kritis khususnya butir ke-3 yaitu Kerukunan Antr Agama dan Pemerintah.
Ia tidak setuju dengan rumusan itu karena bisa muncul tafsir seolah ada konflik antra Umat Beragama dengan Pemerintah.
Ketiga. Memilih Diksi Yang Tepat.
Beliau amat piawai dalam memilih diksi yamg tepat.Tahun 70an ada beberapa SKB terbit yang dibuat Menag Alamsyah Ratuperwira Negara al. larangan untuk hadir dalam aktivitas agama lain.
Pada tahun itu dilaksanakn Sidang BPLDGI di Tangmentoe Tana Toraja..Menag saat itu diundang DGI dan hadir bahkan sejak Ibadah Pembukaaan
Pak Nababan dalam penjelasan yang diliput pers saat itu menyatakan bahwa Menag menyaksikan acara Pembukaan MPL dan tidak digunakan istilah hadir. Jika kata "hadir" digunakan berarti brtentangan dengan SKB Menag; ada bobot konotasi yang berbeda antara kata " hadir" dan "menyaksikan"
Keempat. Klarifikasi Narasi
Hampir di setiap MPL selalu unsur Penerintah baik Pusat Daerah hadir dan menyampaikan Kata Sambutan.
Pak Nababan selalu menyampaikan ucapan terimakasih dalam.pidato yang diucapkan langsung sesudah pidato dari wakil Pemerintah. Dalam kesempatan itu beliau selalu memberikan klarifikasi tentang beberapa hal penting misal tentang konsep tri kerukunan, tentang takada istilh minoritas-mayoritas,tentang relasi Gereja dan Negara.
Kelima. Meresmikan atau Membuka.
Dalam setiap SR PGI Penerintah yi Presiden atau Menag hadir serta menyampaikan Kata Sambutan.
Di SR PGI di Tomohon Sulut 1980 muncul diskusi yang mengarah ke polemik dalam sidang ketika pembahasan Laporan Umum MPH PGI. Apakah sebenarnya makna tindakan yang dilakukan Pemerintah saat itu dengan memukul gong atau kentongan.
Dari diskusi panjang yang mengangkat pemikiran floor yang adalah pimpinan Sinide Gereja, Dr SAE Nababan sebagai Sekum PGI dan saat itu berfungsi sebagai Sekretaris Sidang memberikan kesimpulan yang cerdas dan bernas.
SR sesuai dgn TD TRT PGI dibuka oleh Ketua Umum PGI.
Pemerintah meresmikan akta pembukaan itu dengan meresmikan pembukaan  Artinyan melalui tindakan pemerintah itu sebuah SR tidak hanya terbuka bagi Gereja-gereja anggt PGI tapi terbuka bagi publik, bagi dunia yang lebih luas.
Hingga kini konsep berfikir seperti itu masih tetap dijadikan acuan.
Pemikiran Dr SAE Nababan banyak sekali yang ia telah wariskan bagi Gereja-gereja di Indonesia.
Saya ingin mengajak MPH PGI bersama mitra untuk menghimpun pemikiran almarhum dalam sebuah buku bertajuk ENSIKLOPEDI PEMIKIRAN DR SAE NABABAN.
Buku semacam itu amat penting maknanya bagi Gereja-gereja bahkan bagi bsngsa dan negara RI tercinta.
Jakarta, 10 Mei 2021/5.05
Pdt Emeritus Weinata Sairin(72)
Gereja Kristen Pasundan.