Mohon tunggu...
Weinata Sairin
Weinata Sairin Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Teologi dan Aktivis Dialog Kerukunan

Belajar Teologia secara mendalam dan menjadi Pendeta, serta sangat intens menjadi aktivis dialog kerukunan umat beragama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dibutuhkan Segera Pemimpin yang Melayani

28 April 2021   07:38 Diperbarui: 28 April 2021   07:46 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.ateja.co.id/

"The first responsibility of a leader is to define reality. The last is to say thank you. In between the leader is a servant." (Max DePree)

Menjadi pemimpin bukan pekerjaan mudah dan sederhana, baikpada level lokal, regional, nasional, atau internasional. Setiap level punya kerumitannya sendiri. Ada kondisi "kegentingan yang memaksa" dalam bobot yang bervariasi. Ya, selalu ada saja kerumitan. Yang
penting, bagaimana kita menyiasati kerumitan tersebut dab mengelolanya dengan baik agar program dan kehidupan bisa berjalan dengan baik.

Hal sulit bisa saja terjadi tatkala kita menjadi pemimpin dalam sebuah rumah tangga. Pada level keluarga, yang lebih banyak dikedepankan adalah
"perasaan". 

Dalam keluarga tak ada AD/ART, tak ada Tata Kerja atau Tata Kelola, tak ada SOP seperti yang kita temukan pada perusahaan-perusahaan. Hampir semua hal dikelola berdasarkan kultur, konvensi, khotbah/tausyiah yang diberikan pejabat agama pada saat berlangsung acara pernikahan.

Walau demikian, tidak berarti dalam keluarga tidak ada aturan. Kita tidak bisa urakan dan "slebor" seenaknya. Prinsip-prinsip organisasi secara
umum ada dan diterapkan juga di dalam keluarga. Hanya, prinsip-prinsip itu tidak tercatat seperti dokumen-dokumen pada perusahaan.

Hal yang amat penting dibangun dalam keluarga adalah cinta kasih, kepercayaan, dialog, dan sikap "kesalingan dan kekitaan". Tingkat kerumitan
dalam memimpin rumah tangga lebih dielaborasi tatkala ruang bagi keluarga besar (kakek/nenek/paman) diberi tempat. 

Keikutsertaan dan elaborasi keluarga besar dalam kehidupan rumah tangga berpotensi positif, yakni memperkuat basis keluarga di tengah berbagai dinamika dunia yang acap mengancam daya tahan dan keberadaan keluarga.

Dulu pemimpin hampir selalu diberi persepsi "orang yang berada di puncak". Oleh karena itu, ia memerlukan banyak "tangan" untuk mampu
menjangkau dan "mengais" yang di bawah. Akibatnya, seorang pemimpin dikelilingi banyak orang (dengan sekian kepentingan). 

Pemimpin bisa menjadi amat jauh dengan yang dipimpin, baik dari segi jarak maupun ide atau pemikiran. Realitas ini mengakibatkan lahirnya pemimpin elite yang tercabut dari akar sosiologisnya.

Kita semua berharap agar para pemimpin pada level apa pun benar-benar memahami kebutuhan dasar dan mengakomodasi pemikiran orang-orang yang ia pimpin, selain memotivasi mereka menuju masa depan yang lebih baik. 

Para pemimpin mesti mengayomi yang dipimpin, membuat mereka aman dan nyaman dalam membangun kehidupan. Pemimpin tidak hanya seorang yang visioner, tetapi juga orang yang peduli dengan pergumulan riil para anggotanya.

Kita bersyukur, dalam beberapa waktu terakhir ini kata "pelayanan", "service", dan "ministry" diberi tempat lebih banyak dalam kehidupan
masyarakat. Kata "pelayanan" berasal dari kata Yunani "diakonia", suatu sikap yang sangat "memanjakan" orang lain. 

Kata ini awalnya diterapkan kepada orangorang yang melayani tamu-tamu di restoran: mengantarkan makanan ke meja makan, mengatur piring, gelas, dan sendok sesuai dengan SOP. Para tamu menjadi "raja" dan dilayani penuh.

Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang berinsiatif, yang mendatangi dan membantu sepenuhnya. Banyak kantor pemerintah yang
kini menyebut dirinya sebagai Kantor Pelayanan secara eksplisit sehingga warga yang datang dibantu, tidak dipersulit. Ada kepuasan dari warga karena dilayani secara cepat, transparan, menyenangkan, bahkan gratis.

Sebenarnya, semua kantor pemerintah yang berhubungan dengan kepentingan publik harus memahami diri sebagai kantor pelayanan. Para
pejabatnya adalah para pelayan atau diakonos dalam bahasa Yunani! Pepatah yang kita kutip di bagian awal menyatakan dengan tegas bahwa pemimpin adalah pelayan, yakni figur yang menuntun, mengarahkan, membimbing, dan mendampingi dalam perjalanan panjang menuju masa depan ceria.

Pada level apa pun kita membutuhkan pemimpin yang melayani, bukan pemimpin yang dilayani. Kita merindukan kepemimpinan melayani,
bukan kepemimpinan laissez faire ('kendali bebas'), yaitu kepemimpinan yang semuanya terserah kepada yang dipimpin; kepemimpinan yang mandul dan bisu. Kepemimpinan model begini akan hancur digerus zaman!

Pemimpin yang berjiwa pelayan seharusnya jiga adalah figur yang memiliki spiritualitas tinggi, kadar ke agamaan yang kuat dan kukuh sehingga ia akan mampu menampilkan model kepemimpinan andal,tangguh yang mampu menjawab tantangan zamannya!

Selamat berjuang, God bless !

Weinata Sairin

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun