Mohon tunggu...
Weedy Koshino
Weedy Koshino Mohon Tunggu... Lainnya - Weedy Koshino

Konnichiwa! Ibu 2 anak yang hidup di Jepang. Ingin membagi pengalaman selama hidup di Jepang. Penulis Buku Unbelievable Japan 1,2,3 dan Amazing Japan. Yoroshiku Onegaishimasu.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Petani Jepang Kok Bisa Makmur?

22 April 2015   04:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:49 2609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lalu untuk beras komai, ini adalah beras yang dijual melewati tahun dari masa panennya. Bagi masyarakat kebanyakan termasuk saya, beras komailah yang sering kita konsumsi untuk makan sehari-hari, walau kualitasnya tidak secanggih beras shinmai (beras baru) tapi rasanya cukup enak kok, legit.

Melihat gimana masyarakat Jepang begitu fokus dengan keadaan nasi yang mereka akan makan membuat para produsen, dalam hal ini adalah para petani terus semangat dalam mempertahankan kualitas produksinya. Saya pernah lihat di TV yang membahas tentang kehidupan petani di daerah pedesaan. Itu ya, walau di desa kok peralatan saat mereka musim panen bener-bener canggih dan mutakhir. Dari yang penyiapan bibit, penyiapan lahan, menanam bibit sampai dengan proses pemotongan saat panen semua seperti teratur dan terorganisir dengan jelas dan rapi. Membersihkan padi, memutihkan berasnya dari warna coklat sampai menjadi putih bersih begitunya pun dikelolanya sendiri dengan mesin yang dipunyai oleh petani itu. Deeuh heran saya, kok bisa beli sih mesin mahal-mahal begitu? Ya, ternyata para petani di Jepang ini bekerja tidak sendiri. Tahu nggak dapet back up dari mana? Pemerintahnya!

Ya, pemerintah Jepang sangat kuat menyokong masalah industri pertanian apalagi hasil padi ini dengan banyak memberikan bantuan baik itu saat masih dalam proses pembuatan hingga sampai proses pendistribusiannya. Lah kalo kita pikir waras ya, memang harus begitu, di sini makanan pokoknya nasi, ya yang utama adalah menjaga kesejahteraan hidup para petaninya, sumber dari segala sumber. Akhirnya pemerintah Jepang dengan kebijakannya memberikan wewenang kepada suatu asosiasi khusus yang dibentuknya itu, sebagai pelaksana lapangan untuk melindungi para petani-petani di sini. Asosiasi itu terkenal dengan sebutan JA, atau Japan Agriculture. JA ini kalau di Indonesia disebut dengan koperasi pertanian kali ya, dengan para anggota ya para petani itu sendiri.

[caption id="attachment_379536" align="aligncenter" width="500" caption="simbol JA menandakan kalau beras ini adalah beras bersubsidi"]

1429652948241149197
1429652948241149197
[/caption]

Saya jadi inget temen Jepang di sini yang kampungnya di Ibaraki. Seumur-umur teman saya ini belum pernah itu yang namanya beli beras, ya iya wong emak-bapaknya petani di Ibaraki. Jadi saya yakin itu beras yang dikonsumsi mereka semua sekeluarga adalah beras dengan grade terbaik. Saat saya berbincang tentang kenaikan harga beras saat itu, dia cuma ngegelengin kepalanya, alias gak ngerti harga, huwaa enaknya dah makan beras shinmai (beras baru) gretong lagi wkwkwkwk. Temen saya akhirnya kasih bocoran ke saya, kalau mau beras enak dengan harga yang stabil itu cari deh beras yang packing-nya ada tulisan JA (Japan Agriculture). Orang tua temen saya itu masuk jadi member JA. Katanya hidupnya bisa tenang, apalagi orang tuanya juga sudah sepuh. Terus tenangnya kenapa emang sih? Katanya mereka selalu dapet pendampingan dari pengurus JA. Dan katanya saking begitu banyak pertolongan yang diberikan oleh JA, itu hampir otomatis semua petani di sini adalah member JA.

Kagum banget saya sama cara kerja JA ini, kalau nggak salah ibu mertua saya yang mempunyai kebun jeruk keluarga di daerah Ehime, kayanya juga sudah terdaftar menjadi member JA. Karena setiap musim panas otomatis itu kiriman satu kerdus jus jeruk sama buah jeruknya dikirim oleh mertua untuk cucu-cucunya ini. Di pojok kerdus ada tulisan JA-nya.

Kebijakan pemerintah dalam membentuk badan pelaksana lapangan, JA ini saya pikir suatu tindakan yang sangat tepat. Dengan dasar tujuan ingin memajukan pendapatan para petani, JA dengan tulus menyuport hasil tani mereka hingga pada saat pendistribusiannya juga.

Dan akhirnya kesuksesan asosiasi ini membuat JA semakin besar dan akhirnya melepaskan diri dari naungan pemerintah. Jadi katanya asli ini pure yang menjalankan adalah para petani itu sendiri. Kalo lihat mereka sudah mandiri, itu artinya pengasuhan dan bimbingan dilakukan oleh para petani senior yang menyumbangkan ilmunya kepada para petani junior yang masih belum berpengalaman, dan begitu seterusnya. Haduh makin salutt saya, karena ternyata sekarang bukan saja hanya sebatas ngejar hasil produksi untuk meningkatkan taraf hidup mereka, tapi mereka juga tetap mempertahankan guyub mereka, saling membagi ilmu serta mempertahankan kelanggengan organisasi ini.

Saya sempet mikir awalnya, kalo JA begitu berperan banget akan hasil para petani ini jangan jangaaannn entar jadinya pemerintah monopoli itu hasil tani? Ternyata saya salah besar! Itu para petani yang sudah jadi member JA ga musti kok pengurusan hasil tani dipegang JA. Bisa saja para petani menjual langsung kepada konsumen. Tapi bener kata temen saya yang orang tuanya petani di Ibaraki itu, masuk JA itu tenang dan tentrem. Kenapa? Karena hasil tani yang dikelola atau dijual kepada JA itu mendapat subsidi dari pemerintah. Jadi para petani gak perlu cemas saat beras harganya melonjak tinggi, maka pemerintah bisa menekannya tetap pada harga pasaran yang normal agar konsumen masih bisa membelinya. Begitu pun sebaliknya saat harga jatuh, petani gak perlu gelisah pendapatan akan mengecil karena tetap harga yang dijual adalah harga pasaran. Nah hal-hal yang seperti inilah yang melegakan para petani yang masuk ke dalam member JA ini. Dan jangan heran kenapa pemerintah Jepang punya uang bahkan seperti mengalokasikan khusus dana untuk sektor pertaniannya itu, ini tak lain adalah adanya subsidi silang dari pendapatan dana pada bidang elektronik dan otomatif yang kita tahu kalau pendistribusiannya saja sudah sangat ajeg dan mendunia.

Makin miris saya ketika banyak kenyataan di sini di mana para petani Jepang begitu terlindungi dan dijaga kehidupannya oleh pemerintahnya sendiri, kenapa miris? Karena jadi inget saya sama almarhum dan almarhumah mbah saya yang dulunya petani di Jawa sana. Kerja dari pagi sampai petang, belum lagi cuaca yang kurang bagus merusak hasil panen, kalaupun sudah bisa panen terus sistem distribusi yang carut-marut, kalo dah begini sapa yang nge-back up? Pemerintah? Hmm.

Melihat kehidupan keseharian di sini, itu dukungan terhadap pertanian bukannya dari pemerintah aja loh, tapi dari masyarakatnya pun, mereka bangga banget menggunakan produk bangsanya. Makanya dari dulu Amerika sewot banget sama Jepang karena sampai detik ini mereka belum berhasil trus membujuk negara ini untuk ikut perjanjian pasar bebas (TPP) sehingga produk beras dari US bisa lolos beredar di Jepang bersaing dengan produk lokal sini. Gimana nggak sewot US, wong katanya bea masuk beras luar itu beratus ratus persen loh saking gak pengen banget pemerintah Jepang diusik oleh beras buatan luar. Dan tindakan “kejam” pemerintah jepang itulah yang membuat keberadaan beras lokal di sini tetap eksis dan selalu menjadi tuan rumah di negaranya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun