Mohon tunggu...
Max Webe
Max Webe Mohon Tunggu... Penulis - yesterday afternoon writer, working for my country, a reader, any views of my kompasiana are personal

"There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances." — Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pustakawan dan Buku

1 September 2016   21:46 Diperbarui: 2 September 2016   03:01 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: @zenrs Tweet pict

Enam bulan, saya absen menulis untuk menghindari kegaduhan dan terkejut mendapatkan informasi bahwa hari Sabtu malam, TNI melakukan sweeping klub bermotor sekaligus meminta komunitas perpustakaan jalanan Kota Bandung di Cikapayang Dago membubarkan diri. Saya pun berselancar menuju dunia maya, facebook dan twitter

Rilis Perpustakaan Jalanan
Rilis Perpustakaan Jalanan
Apa artinya? Bagi saya, peristiwa Sabtu malam kelabu itu, adalah  sebuah pengalaman pahit dan menjadi kenangan dalam hidup pustakawan dan buku.

akun twitter ridwan kamil
akun twitter ridwan kamil
Goenawan Mohammad dalam bukunya Teks dan Iman, menyatakan, "Tapi saya tidak tahu pasti bagaimana keadaannya dewasa ini terutama di Indonesia, di daerah masyarakat yang dengan cepat, bahkan langsung, bergerak dari suatu keadaan praliterer ke dalam keadaan pascaliterer, dari suatu lingkungan yang tak pernah membaca ke dalam suatu lingkungan yang tak pernah membaca, di mana media televisi mengisi hamper, setidaknya dalam dugaan saya, 50 persen dari waktu senggang malam hari orang Indonesia yang berpendidikan sekolah menengah."

Apa makna bagi saya? Susah sekali mendefinisikan "buku dan saya" dalam cerita yang singkat, padat, jelas dan enak dibaca. Yang pasti begini, biasanya yang seringkali saya alami, komunitas perpustakaan jalanan, terdiri dari sarjana-sarjana sepuh, penulis-penulis muda, atau tukang kulak buku dari berbagai kota saling bertemu disitu. Kolektor tampak pula meski jarang. 

Kasak-kasuk berlomba-lomba perburuan buku menjadi permainan monopoli. Buku-buku disimpan terlebih dahulu, dan dikeluarkan saat kolektor dengan penawaran tertinggi datang. Kolektor membeli dengan bau buku. Buku yang dicari harus segera dibeli, ketika harga ditetapkan, tanpa boleh ditawar. Oleh sebab, bukan kolektor, debat sengit sering terjadi antara calon pembeli dan pedagang. 

Harga tinggi ditawar serendah-rendahnya. Mereka merasa direndahkan. Calon pembeli tetap cuek. Berbagai argumentasi dihembuskan, dari cacian hanya buku loak, beli kiloan sampai mengutuk buku. Dengan lirih, para pedagang terbiasa luluh. "Yo, wis nyoh," sembari memberikan buku yang ingin dibeli.

Yup. Meminjam buku terbatas oleh waktu. Hasrat untuk memiliki buku lahir. Fotokopi masih belum mampu. Putar otak bagaimana agar dapat memiliki buku, yang sewaktu-waktu selalu disamping pustakawan. Ruang pelariannya adalah perpustakaan. Memperbincangkan dunia buku dan segala yang melingkupinya merupakan pikat yang selalu menyentil debar dan menggelorakan. Bagai sebuah riak-riak rasa yang berkemampuan untuk menjadi gelombang yang menebarkan pikat-pikat tatap ataupun sebaliknya, meluluhlantakkan  butiran-butiran harapan yang telah dengan tanpa lelah teruntai. 

Sebuah puisi dari Taufik Ismail, Kupu-Kupu di dalam Buku agaknya mampu menggambarkan titian gelombang rasa saat berbincang tentang buku. 

Ketika duduk di stasiun bus, di gerbong kereta api, di ruang tunggu praktek dokter anak, di balai desa, kulihat orang-orang di sekitarku duduk membaca buku, dan aku bertanya di negeri mana gerangan aku sekarang.

Ketika berjalan sepanjang gang antara rak-rak panjang, di perpustakaan yang mengandung ratusan ribu buku dan cahaya lampunya terang benderang, kulihat anak-anak muda dan anak-anak tua sibuk membaca dan menuliskan catatan, dan aku bertanya di negeri mana gerangan aku sekarang.

Ketika bertandang di sebuah toko, warna-warni produk yang dipajang terbentang, orang-orang memborong itu barang dan mereka berdiri beraturan di depan tempat pembayaran, dan aku bertanya di toko buku negeri mana gerangan aku sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun