Ada yang datang dengan segala keterbatasan, tetapi tetap menjalani thawaf dan sa'i dengan penuh keyakinan.
Semua ini adalah bukti bahwa ketaatan sejati tidak mengenal alasan. Ketaatan sejati tidak menunggu semua keadaan sempurna. Ia justru lahir dari keberanian untuk melangkah meski dengan keterbatasan, karena yakin Allah akan memampukan.
Rasulullah bersabda dalam hadits qudsi yang terkenal:
"Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Aku bersamanya apabila ia mengingat-Ku" (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini memberi penegasan bahwa keterbatasan manusia bukanlah penghalang bagi ibadah, asalkan ia berprasangka baik kepada Allah.
Optimisme terhadap Rahmat Allah
Ibadah umroh juga menanamkan optimisme bahwa rahmat Allah selalu mendahului. Tidak ada satu pun perintah Allah yang berat kecuali Allah sudah menyiapkan pertolongan dan balasan. Rasulullah pernah bersabda:
"Sesungguhnya umroh yang satu ke umroh yang berikutnya adalah penghapus dosa-dosa di antara keduanya, dan haji mabrur tiada balasan baginya kecuali surga." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menanamkan keyakinan bahwa setiap langkah menuju Baitullah tidak sia-sia. Bahkan, perjalanan itu adalah jalan untuk membersihkan dosa, memperbarui jiwa, dan mendekatkan diri kepada surga.
Optimisme ini juga tercermin dalam firman Allah:
"Dan barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan keluar baginya. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya" (QS. Ath-Thalaq [65]: 2-3)