Tanggungjawab Moral Federasi Untuk Merawat Mimpi Publik
Melihat banyaknya respon negatif terhadap keputusan mengganti pelatih di tengah putaran kualifikasi ini disinyalir sebagai sebuah blunder keputusan yang destruktif, kemunduran progress yang seharusnya bisa dihindari untuk meminimalisir kegagalan.
Publik akan menerima kegagalan jika langkah-langkah yang dilakukan PSSI tidak memicu kontroversi, (seperti respon positif atas semua program naturalisasi).
Kritikan ini harus menjadi refleksi bahwa keputusan yang diambil harus berdasarkan kalkulasi klinis dan waktu yang tepat, bukan respons sesaat terhadap alasan dinamika internal yang tidak jelas, alasan yang menimbulkan banyak pertanyaan, ataukah memang ada pertimbangan lain diluar koridor sepakbola.
Nasi sudah jadi bubur, kita harus melupakan kegagalan yang terjadi. Namun jadi pelajaran penting kita semua adalah bahwa kekuatan timnas saat ini yang banyak dihuni pemain yang berlaga di eropa maupun internasional, haruslah pula didampingi arsitek tim yang lebih mumpuni secara kompeten.
Piala Asia 2027 bisa menjadi langkah pertama memperbaiki catatan sejarah timnas, apakah dengan pelatih saat ini atau kepelatihan baru, PSSI harus berada pada keputusan yang bisa diterima publik. Untuk pelatih saat ini, rasanya publik berharap ada perubahan, PSSI harus merespon sikap publik dengan keputusan tepat.
Federasi harus mempertimbangkan semua kebijakan secara matang logis proporsional, menjauh dari anasir-anasir yang bisa merusak mimpi sepakbola itu sendiri.
Sehingga dengan sendirinya kepercayaan bisa pulih untuk meraih mmpi sepakbola yang memang kita harus bermimpi setinggi-tingginya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI