Penggantian pelatih dari STY (pelatih piala dunia, yang telah membangun pondasi kuat timnas). pada Kluivert (pelatih dengan track record dipertanyakan) di tengah jalan dipandang sebagai blunder besar keputusan PSSI.
Hasilnya bisa kita saksikan semua, di taklukkan Arab saudi dan Irak di P-4, padahal di P-3 sebelumnya saat timnas dipegang STY Arab Saudi tak berkutik, Irakpun cukup waswas menghadapi timnas. Namin ironi, timnas mengalami kegagalan telak tanpa permainan yang mengesankan.
Setelah hasil ini, puluhan ribu netizen merespon permintaan maaf Erick Thohir selaku federasi di berbagi platform media sosialnya. Beberapa kekecewaan diantaranya kegagalan mungkin bisa diterima tapi tidak dengan cara seperti ini, lebih baik gagal bersama STY yang telah membangun, dan juga sorotan tajam atas pergantuan pelatih yang diputuskan PSSI januari lalu.
Keputusan pergantian ini dinilai bukanlah waktu yang tepat. Mengingat kualifikasi masih berjalan, posisi timnas pun masih berpeluang besar. Publik menganggap jikapun dilakukan pergantian setidaknya STY bisa menyelesaikan dulu pekerjaannya, mereka lebih menerima gagal bersama STY.
Ekspektasi publik terhadap Piala Dunia 2026 ini adalah sesuatu yang wajar, bahkan ini didukung pula PSSI melalui naturalisasi besar-besaran. Kebijakan ini secara langsung dan logis meningkatkan harapan publik bahwa peluang lolos menjadi lebih besar. Apa dinyana, saat Timnas akhirnya benar-benar kandas dan membuat kecewa berat, ini dianggap sebagai ekspektasi publik yang terlalu tinggi.
Lebih Baik Gagal Bersama STY
Pencinta sepak bola Indonesia tidak akan pernah bisa melupakan apa yang sudah dilakukan STY untuk timnas, baik kelompok umur mapun senior.
Secara psikologis, meskipun pada akhirnya mungkin akan gagal, baik di Putaran 3 atau 4, publik akan lebih menerima karena mereka melihat proses pembangunan pondasi timnas yang sudah dilakukan STY selama ini.
Publik cukup berat menerima kegagalan bersama Kluivert, marah pada keputusan PSSI. Bahwa perjuangan yang dibangun STY diakhiri oleh pelatih yang tidak memiliki kualifikasi cukup untuk piala dunia.
Bukan soal harus lolos atau tidak, kegagalan ini disinyalir pula sebagai salah langkah PSSI dalam suksesi kepelatihan yang dilakukan diwaktu yang tidak tepat.
Jika STY memang harus diganti, seharusnya dilakukan setelah titik evaluasi yang jelas dan tuntas (misalnya, setelah akhir putaran atau sejauh mana dia membawa timnas, bukan di tengah jalan ketika momentum sedang berjalan.