Seiring berjalan waktu, tubuh kita tak bisa menolak rentang usia yang terus bertambah. Namun, pernahkah kita berpikir, bagaimana dengan jiwa kita? Di tengah upaya menjaga raga agar tetap prima di usia lanjut, seringkali kita abai pada kondisi batin yang juga tak kalah penting.
Sesungguhnya jiwa kitapun bisa mengalami 'penuaan dini', bahkan sebelum kerutan nyata muncul di wajah yang termakan usia. Kehilangan semangat, merasa hampa, hingga keputusasaan dapat menggerogoti vitalitas batin seorang lansia, membuatnya merasa tua sebelum waktunya.
Disinilah spiritualitas hadir sebagai antidote ampuh untuk merawat, menyegarkan, dan menjaga jiwa agar tetap muda, menjadikan lansia tidak hanya sehat secara fisik, namun juga batiniah.
Lansia dan Permasalahan Kesehatan Masa Tua
Studi diberbagai negara memberikan gambaran bahwa penuaan yang cepat memberi dampak permasalahan baik fisik, sosial, mental maupun religiusitas pada lansia (Naftali). Di Korea, permasalahan yang kerap dihadapi oleh lansia adalah masalah depresi yang kerap menyebabkan bunuh diri pada lansia (Kang).
Begitu juga dengan di Amerika sebagai negara maju, yang mencatat 20% penduduk lansianya mengalami gangguan mental (Yasamy). Bahkan tidak hanya itu, studi terbaru juga menunjukkan bahwa lansia akan cenderung mengalami pergeseran peran sosial atau kekuasaan dalam keluarga mereka (Devi).
Kondisi ini membuat kesehatan mental lansia menjadi hal yang cukup krusial untuk diperhatikan. Ada banyak hasil penelitian yang menemukan cara menanggulangi permasalahan lansia mengenai depresi/kegelisan baik melalui peningkatan fisik, psikis, maupun sosial, termasuk religiusitas.
Penelitian Aprilissa menemukan adanya hubungan yang signifikan antara religiusitas dengan tingkat depresi pada lansia. Ede juga mengemukakan bahwa penguatan agama berperan signifikan dalam kesejahteraan lansia. Sehingga masa tua banyak digunakan lansia untuk menyesuaikan, mencari, dan mengharapkan, yang semuanya hanya ditujukan pada tujuan kepuasan bathin.
Pendekatan Spiritualitas Lansia
Pemaknaan lansia mengenai penuaan memandang penuaan sebagai fase kehidupan yang dapat dijalani dengan sehat, aktif, dan positif melalui berbagai aktivitas hari tuanya.
Penuaan yang sehat lahir bathin seorang lansia dimaknai tidak hanya berfokus pada aspek kesehatan fisik saja melainkan menyentuh aspek psikologis dan juga agama. Bahwa lansia seringkali mengalami ketakutan dan kekhawatiran ribuan kali akan kematian yang akan datang dalam kesehariannya (Suardiman).
Penting meningkatkan kegiatan keagamaan pada lansia agar lansia merasa lebih tenang, damai dan bahagia dalam menjalani kehidupannya. Fauziah menjelaskan bahwa salah satu bentuk pendekatan untuk menanamkan rasa tenang, damai, dan sejahtera pada lansia berdasarkan gagasan dan sikap positif adalah dengan pendekatan religiusitas.
Pendekatan religiusitas mempunyai dampak yang besar terhadap peningkatan produktivitas hidup lansia. Khususnya pada ketakutan dan kekhawatiran dalam menghadapi kematian (Agustina), sehingga lansia memerlukan dukungan melalui orang-orang di sekitarnya yang mampu mendukung secara spiritual.
Kegiatan spiritualitas ini juga dapat memberikan stimulasi mental dan memperkuat ikatan sosial pada lansia. Disamping juga berbagai aktifitas lainnya, seperti olahraga, kegiatan sosial dan aktivitas lainnya.
Pemaknaan penuaan yang sehat, aktif, dan positif dari sudut pandang lansia ini dapat sejalan dengan tindakan sosial Weber yang mencetuskan empat tipe tindakan sosial: tindakan rasional instrumental, tindakan rasional nilai, tindakan tradisional, dan tindakan afektif.
Berdasarkan tindakan rasional instrumental, pemaknaan lanisa ini didasari oleh tujuan tertentu meliputi keinginan untuk sehat, menambah pengetahuan agama, dan relasi sosial.
Lansia yang memiliki kualitas religius yang tinggi cenderung akan memiliki pandangan hidup positif, bisa mengatasi stress, memiliki rasa syukur yang besar, dan dapat memberikan dukungan emosional yang baik pada lansia (Masruroh).
Kegiatan spiritual sangat penting dalam memperkuat iman dan memberi ketenangan batin pada lansia  Pemaknaan penuaan yang sehat, aktif, dan positif ini menciptakan lingkungan yang inklusif, di mana lansia merasa dihargai, bisa berfungsi kembali secara individu maupun sosial.
Spiritualitas sebagai Antidote Penuaan Dini Jiwa
Penuaan seringkali diidentikkan dengan kemunduran fisik, namun ancaman tak terlihat adalah 'penuaan dini jiwa'. Ini bukanlah kerutan di wajah, melainkan kelelahan batin, hilangnya gairah hidup, munculnya rasa hampa, atau bahkan keputusasaan yang menggerogoti semangat seorang lansia, membuatnya merasa tua sebelum waktunya.
Di sinilah spiritualitas berperan sebagai antidote, penawar ampuh yang bekerja pada level terdalam keberadaan manusia. Ia memberikan makna di tengah perubahan, menumbuhkan penerimaan terhadap realitas, dan memupuk rasa syukur yang tak lekang usia, sehingga jiwa kita tetap hidup, bersemangat, dan tercerahkan.
Spiritualitas menawarkan perspektif yang melampaui keterbatasan fisik dan duniawi. Ketika raga mulai melemah, jiwa yang terhubung dengan dimensi transenden akan menemukan kekuatan baru. Ini bukan tentang dogma agama semata, melainkan tentang koneksi dengan nilai-nilai luhur, tujuan hidup yang lebih besar, dan rasa damai yang datang dari dalam.
Dengan spiritualitas, seorang lansia tidak hanya melihat akhir dari sebuah perjalanan, melainkan juga awal dari sebuah fase baru yang penuh hikmah dan kedekatan dengan Sang Pencipta, mengubah ketakutan akan kematian menjadi kesiapan dan ketenangan.
Jiwa yang sehat dan aktif secara spiritual akan memancarkan energi positif, mampu beradaptasi dengan perubahan, dan bahkan menjadi sumber inspirasi bagi generasi muda.
Spiritualitas memastikan bahwa meskipun tubuh menua, semangat dan makna hidup seorang lansia tidak akan pernah pudar, menjadikannya pribadi yang utuh dan sejahtera hingga akhir hayat.
Kiat Sehat di Masa Penuaan dengan Spiritualitas
1. Perkuat Koneksi Ilahi/Transenden, luangkan waktu secara rutin untuk praktik spiritual sesuai keyakinan. Ini bisa berupa salat, meditasi, doa, membaca kitab suci, atau zikir dan aktivitas spiritual lainnya. Konsistensi dalam praktik ini akan menenangkan batin, mengurangi stres, dan menumbuhkan rasa damai.
2. Melayani dan berkontribusi, menemukan cara untuk tetap berkontribusi kepada masyarakat atau keluarga. Spiritualitas seringkali bermanifestasi dalam tindakan melayani tanpa pamrih. Menjadi relawan, berbagi pengalaman hidup, atau sekadar menjadi pendengar yang baik. Ini juga dapat melawan rasa tidak berguna yang terkadang muncul di usia lanjut.
3. Bersyukur, melatih diri senantiasa bersyukur atas setiap anugerah, sekecil apa pun, menerima perubahan yang terjadi pada diri dan lingkungan. Dengan bersyukur kita dapat mengubah perspektif negatif tentang penuaan menjadi positif. Menerima keterbatasan fisik menuju kematangan spiritual.
4. Bersosialisasi dalam lingkungan yang memiliki nilai-nilai yang sama. Berinteraksi dapat memberikan dukungan emosional, memperkaya wawasan, dan mencegah isolasi sosial.
5. Refleksi dan introspeksi, mengevaluasi perjalanan hidup, mengambil pelajaran dari pengalaman untuk diperbaiki secara spiritual. Proses ini membantu lansia menemukan kedamaian batin dan mempersiapkan diri untuk fase kehidupan selanjutnya dengan lebih matang.
Ref: Disarikan dari berbagai sumber
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI