Mohon tunggu...
Salwa Ghaisani
Salwa Ghaisani Mohon Tunggu... mahasiswa

like to watch thriller movie

Selanjutnya

Tutup

Nature

Marxisme Dan Krisis Iklim: Membaca Perubahan Dunia Melalui Lensa Kelas

20 April 2025   22:43 Diperbarui: 20 April 2025   22:43 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dalam beberapa dekade terakhir, perubahan iklim telah menjadi isu global yang tak bisa diabaikan. Suhu bumi meningkat, cuaca ekstrem makin sering terjadi, dan ekosistem alami mengalami kerusakan serius. Sementara itu, negara-negara di seluruh dunia menggelar konferensi dan menyepakati berbagai komitmen untuk menekan emisi karbon. Namun, meski kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan meningkat, akar persoalan kerap luput dibahas: siapa yang bertanggung jawab atas krisis ini? Dan siapa yang paling terdampak?

Marxisme, sebagai teori sosial-ekonomi, menawarkan sudut pandang kritis dalam melihat krisis iklim. Lebih dari sekadar fenomena alam, krisis ini dipandang sebagai hasil langsung dari sistem kapitalisme global yang menempatkan keuntungan di atas keberlanjutan. Melalui kacamata Marxis, kita dapat memahami bahwa perubahan iklim tidak dapat dipisahkan dari relasi kelas, kepemilikan alat produksi, dan akumulasi modal.

Kapitalisme dan Logika Ekonomi yang Menghancurkan Alam

Karl Marx tidak hidup di era perubahan iklim modern, tetapi kritiknya terhadap kapitalisme memberikan wawasan yang tetap relevan. Bagi Marx, kapitalisme adalah sistem yang selalu mencari keuntungan maksimal melalui produksi yang terus menerus dan ekspansi pasar yang tiada henti. Dalam sistem ini, alam bukan dilihat sebagai bagian dari kehidupan manusia yang harus dijaga, melainkan sebagai "komoditas" yang bisa dieksploitasi demi akumulasi modal.

Model ekonomi kapitalis yang dominan saat ini dibangun di atas eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam: penebangan hutan untuk industri, pertambangan untuk energi fosil, dan pertanian skala besar yang memusnahkan keanekaragaman hayati. Semua ini dilakukan bukan karena kebutuhan riil manusia, melainkan karena dorongan pasar untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dan laba yang terus meningkat.

Krisis iklim, menurut pandangan Marxis, bukanlah kesalahan semua umat manusia secara setara. Justru, sebagian kecil elite ekonomi global memiliki kontribusi paling besar terhadap emisi karbon. Laporan Oxfam misalnya, menyebutkan bahwa 1% orang terkaya dunia menyumbang emisi karbon dua kali lipat lebih banyak dibandingkan 50% penduduk termiskin. Ini menunjukkan bahwa perusakan lingkungan terhubung erat dengan struktur kekuasaan dan kepemilikan dalam masyarakat.

Buruh dan Komunitas Tertindas: Korban Utama Krisis Iklim

Di sisi lain, yang paling menderita akibat krisis iklim adalah mereka yang tidak ikut andil besar dalam menciptakannya: kaum buruh, petani kecil, komunitas adat, dan masyarakat miskin di negara berkembang. Mereka menghadapi bencana alam, kekeringan, gagal panen, serta naiknya permukaan air laut yang mengancam tempat tinggal mereka.

Dalam analisis Marxis, hal ini mencerminkan ketimpangan struktural yang telah lama ada dalam sistem ekonomi dunia. Negara-negara industri maju yang membangun kekayaannya melalui revolusi industri dan kolonialisme menjadi penyumbang emisi terbesar, sementara negara-negara di Global South harus menanggung dampaknya.

Sebagai contoh, banyak negara di Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika Latin mengalami deforestasi dan kerusakan lingkungan karena adanya investasi asing yang mengejar keuntungan. Perusahaan-perusahaan multinasional menebang hutan, membuka tambang, atau memonopoli lahan pertanian demi ekspor, tanpa memperhatikan kesejahteraan masyarakat lokal. Ini adalah bentuk baru dari kolonialisme ekonomi, yang dalam istilah Marxis bisa disebut sebagai "imperialisme kapitalis."

Green Capitalism dan Ilusi Solusi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun