Efek Negatif Ekonomi Merkantilisme: Gaya Baru Amerika Serikat dalam Percaturan Ekonomi Dunia
Dalam satu dekade terakhir, Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald J. Trump telah menampilkan wajah baru dalam arena perdagangan internasional dengan wajah yang menyerupai bayangan masa lalu: merkantilisme. Kebijakan ekonomi proteksionis, terutama dalam bentuk tarif tinggi terhadap barang impor dari berbagai negara, hal ini telah memicu kekhawatiran mengenai kembalinya praktik merkantilisme dalam versi modern. Dalam kerangka ini, ekonomi bukan lagi semata-mata instrumen efisiensi dan kemakmuran kolektif, tetapi menjadi alat kompetisi strategis antarkekuatan besar.
Artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi dampak negatif dari pendekatan neo-merkantilis Amerika Serikat terhadap perekonomian global. Dengan menelaah praktik kebijakan tarif yang diberlakukan oleh Trump serta dampaknya terhadap negara-negara lain, kita akan melihat bagaimana merkantilisme gaya baru ini merusak prinsip-prinsip perdagangan bebas, meningkatkan instabilitas global, dan memicu fragmentasi ekonomi internasional.
Merkantilisme Gaya Baru: Amerika di Garis Depan
Merkantilisme klasik menekankan pentingnya surplus perdagangan dan intervensi negara dalam ekonomi. Neo-merkantilisme, bentuk kontemporernya, menggunakan pendekatan serupa namun dengan perangkat modern: tarif, subsidi, regulasi teknis, dan politik luar negeri berbasis ekonomi. Kebijakan perdagangan Amerika Serikat sejak 2017 dan terutama pasca terpilihnya kembali Donald Trump tahun 2024 menandai kebangkitan doktrin ini.
Menurut laporan BBC News (2025), Trump memberlakukan tarif minimum 10% terhadap semua barang impor, dan lebih dari 50% untuk produk dari negara seperti Tiongkok, Vietnam, dan Indonesia. Justifikasi Trump sederhana namun kuat secara politis: melindungi pekerjaan domestik dan merevitalisasi industri manufaktur Amerika.
Namun, dalam praktiknya, kebijakan ini menimbulkan konsekuensi luas. Ekonom Kim Clausing menyebutnya sebagai "the largest tax increase on imports since the 1930s" dan mengingatkan bahwa beban utama dari tarif ini akhirnya jatuh ke tangan konsumen Amerika sendiri. "Trump's tariffs are framed as a patriotic duty, but in essence, they burden American consumers and global stability" (Clausing, 2025).
Pembahasan: Dampak Sistemik Neo-Merkantilisme Amerika
Pendekatan neo-merkantilis AS menyebabkan berbagai konsekuensi sistemik yang meresap hingga ke jantung dinamika global. Kenaikan harga barang konsumsi, gangguan pada rantai pasok, dan retaliasi dari negara-negara mitra dagang bukan sekadar fenomena ekonomi, tetapi juga mencerminkan ketegangan geopolitik yang semakin dalam. Kenaikan harga barang konsumsi akibat tarif impor, misalnya, bukan hanya membebani konsumen domestik, tetapi juga memicu inflasi yang menurunkan daya beli masyarakat.
Gangguan pada rantai pasok global memperlihatkan betapa saling terhubungnya ekonomi dunia saat ini. Ketika satu simpul terganggu, seluruh jaringan pasti ikut terdampak. Perusahaan multinasional mulai memikirkan ulang strategi logistik dan produksi mereka, yang pada akhirnya menambah biaya dan mengurangi efisiensi produksi. Sementara itu, negara-negara yang terkena tarif membalas dengan kebijakan serupa, membentuk lingkaran tak produktif dari tindakan proteksionis yang saling menyakiti.
Retaliasi dan perang dagang menjadi medan baru bagi kontestasi kekuasaan ekonomi. Ketika tarif dijadikan alat tekanan politik, hubungan diplomatik antarnegara menjadi tegang. Perdagangan yang seharusnya menjadi jembatan kerja sama, berubah menjadi arena konflik. Dalam konteks ini, lembaga multilateral seperti WTO menjadi lemah karena kehilangan otoritas moral dan politiknya di mata negara-negara besar.