Mohon tunggu...
aditya ferry
aditya ferry Mohon Tunggu... -

belajar mencintai sekaligus belajar untuk tidak dicintai Petani gurem l bakul buku Klaten-Jogja-Bogor

Selanjutnya

Tutup

Drama

Jatuh Cinta Beda Agama

10 Januari 2017   21:05 Diperbarui: 10 Januari 2017   22:05 1541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelumnya aku hanya mendengar keluh kesah teman-teman yang pernah mengalami bagaimana rasanya menyayangi dan mencintai seorang lawan jenis yang berbeda keyakinan. Ada teman perempuan muslim yang pacaran sampai tujuh tahun dengan lelaki nasrani. Kurun waktu yang sangat lama, dan sudah banyak kenangan tentunya. Kenangan yang pasti sudah terpatri di hati dan pikiran di setiap tempat yang dikunjungi, aroma wewangian dan dialog yang meresap sampai tahun-tahun ke depan. Dari jaman smp, sma, kuliah sampai bekerja. Tapi akhirnya tak sampai menikah. Sebab mentok di restu orang tua dan adat masyarakat yang masih menganggap tabu pernikahan beda agama. Dulu dalam diam aku justru merestui mereka menikah. Tanpa melebur dalam satu keyakinan salah satunya. Entah kenapa aku seakan menempatkan cinta lebih tinggi singgasananya daripada agama, terlebih saat itu baca kultwitnya Ulil Absar yang mengesahkan pernikahan beda agama, Eits tapi buat apa restuku??  tentu restuku tiada artinya, siapa sih aku?? manusia berwajah gosong!

Sampai setahun belakangan ini aku merasakan sendiri jatuh cinta dengan seorang perempuan nasrani yang umurnya selustrum dibawahku. Asli jawa tapi wajahnya mirip blasteran indo-jerman sekilas. hahaha. Cantik. Memang. pandangan pertama? lelaki normal pasti begitu. Teman kerja, awal kenalan biasa saja. Hanya kagum dan sama sekali tak punya hasrat memliki. Hingga akhirnya tugas kerja yang tadinya aku di teknis produksi pindah ke administrasi office membuatku sering ketemu dia. Jujur, aku tak bisa selepas beban dan nyaman jika ngobrol dan bercanda dengannya. Meski kepindahan di office sementara tapi iyulah awal yang membuatku, lebih tepatnya membuat hatiku dengan dengannya. Dalam fase ini aku masih sadar, bahwa kita berbeda. Oke, selama aku masih bisa membuatnya tersenyum aku rasa itu cukup. Cukup membuatku bahagia dan melupakan yang lalu-lalu. Tapi bukankah ini terapi yang membahayakan untuk menyembuhkan luka lalu? Luka lalu boleh saja sembuh tapi aku seakan menyiapkan diri untuk membuka luka baru??

Shiiitttt!!!!!!!!

Benar saja.

Aku sudah terlanjur terjebak dalam lingkaran pembiusnya. Aku kini sudah benar-benar menyayanginya. Perempuan yang aku khawatirkan dimanapun dia sendirian. Perempuan yang aku pikirkan saat aku bepergian. Itu adalah perempuan yang sama dengan apa yang aku harapkan keliling nusantara bersama. Konyol memang, Pergi berdua saja tak pernah. sekali dua kali nonton bioskop pun dia ajak sepupu atau kalau tidak ya teman kerja yang lain. Tapi bagaimanapun itu, aku tak ragu bahagiaku saat itu adalah rasa yang sama dengan yang Tuhan berikan pada Rahwana saat melihat Shinta.

Pergi berdua??

Finally, ajakan itu datang setelah beberapa purnama aku harapkan. Dan ajakan itu inisiatif sendiri dari dia. Meski dalam dua pekan sebelum ajakan itu aku sudah punya firasat lain. Soal hubungan ini, hubungan kita yang mulai berantakan. Tapi untuk menjawab itu semua aku iyakan ajakannya. 

Bersiap kecewa bersedih tanpa kata-kata

Dia berterusterang sudah menjalin hubungan (meski belum ada kepastian) dengan teman kerja yang lain yang beragama seragam dengan dia. Meminta maaf sudah menyembuyikan ini berbulan-bulan karena sesuatu hal yang tak bisa aku tulis disini. Saya salut dengan keberanian dia untuk jujur, meski agak terlambat. Meski harus kuakui luka baru ini lebih dalam. Sebab aku kenal dia dan kekasihnya yang juga teman dekatku. Sebab kita sama-sama satu pekerjaan. dan tiap hari bisa ketemu. Dia memintaku untuk jangan berubah setelah keterusterangannya ini. itu permintaan yang omong kosong. Bagaimana mungkin sebab aku masih punya perasaan, logika dan yang paling penting rasa MALU. Aku sudah memberikan s perasaan perhatian. Tapi ah sudahlah..

Ini seperti cerita cinta bertepuk sebelah tangan. bukan!!! dalam surat yang ia berikan saat pertama dan terakhir kita pergi berdua. bisa jadi kalau seiman kita udah jadian, tulis dia. Semua sudah berlalu. dia sudah memutuskan tanpa aku tahu sebelumnya. Aku harap dia bahagia, aku pun sedang mencobanya. tak pernah sedikitpun do'a-do'a buruk aku harapkan ke dia. Aku tak bisa membenci, sebab membenci jauh memerlukan banyak energi dibanding tidak. Toh apa alasanku membenci?? Kalau melupakan?? aku sanksi dengan orang yang bisa melupakan kenangan yang sudah tumbuh kemana-mana akarnya. Yang ada hanya pura-pura melupakan. Percayalah pada diriku hey aku. Dan  seperti quotes Mbah Tedjo, mencintai itu takdir menikah itu urusan nasib.

Terima kasih banyak sudah memberi pengalaman dan pelajaran yang sangat berharga

Margareth

Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun