Mohon tunggu...
Octavianus Gautama
Octavianus Gautama Mohon Tunggu... Suami/Ayah/Pengusaha/Penulis/Pelatih/Pencetus Ide/Anak/Pembicara -

Seorang suami dengan dua anak yang masih terus belajar untuk menjaga keseimbangan antara keluarga dan karir, antara hidup dengan fokus dan hasrat untuk mengambil setiap kesempatan yang ada.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Apa Sih Ruginya kalau Menyeberang Tidak pada Tempatnya?

22 April 2016   16:06 Diperbarui: 22 April 2016   20:11 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi - menyeberang jalan (Kompas.com)"][/caption]Di Indonesia, kebanyakan orang masih terbiasa untuk menyeberang jalan di sembarang  tempat. Hal ini terjadi baik di kota besar maupun di kota kecil. Perpaduan antara kurangnya rambu-rambu yang tersedia dengan kecilnya resiko membuat banyak orang memilih jalan pintas untuk sampai ke seberang jalan. 

Di satu sisi, kebiasaan ini membuat kita selalu menoleh ke kanan dan ke kiri ketika menyeberang jalan, bahkan ketika kita berada di zebra cross dan lampu untuk menyeberang telah hijau. Kita terbiasa untuk menjaga diri sendiri, kalau-kalau ada kendaraan yang tidak taat peraturan menerobos lampu merah dan membahayakan kita.

Bila kita ke Singapore, hal itu hampir tidak pernah kita temui. Setiap lampu penyeberangan menjadi hijau, maka semua orang akan melangkah dengan penuh percaya diri karena mereka yakin bahwa mobil dan motor akan berhenti. Mereka yakin mereka bisa menyeberang dengan aman tanpa perlu was-was.

Yang menarik adalah bahwa di negara semaju Singapore di mana orang-orang sudah terbiasa menaati peraturan dan menyeberang pada tempatnya, rambu peringatan dan himbauan untuk menyeberang pada tempatnya masih terpasang di samping-samping jalan.

 [caption caption="koleksi pribadi"]

[/caption]Tetapi bahkan dengan aturan yang sudah begitu baikpun, dengan peringatan yang sudah banyakpun, masih saja ada orang yang melanggar. Beberapa waktu yang lalu, saya sedang berjalan di Orchard ketika saya melihat satu orang bapak yang berusia cukup tua, sekitar 60 tahunan, menyeberang jalan. Bapak ini kelihatannya sangat tergesa-gesa, karena ketika semua orang lain sedang menunggu lampu penyeberangan menjadi hijau, Bapak ini tidak. Ia menoleh, melihat kendaraan yang masih jauh, dan iapun menyeberang.

Tetapi ia salah memperkirakan antara kecepatan menyeberangnya dengan kecepatan mobil yang datang. Mobil itu tidak memperlambat kecepatannya dan ketika Bapak ini melihat bahwa ia agak pelan, maka ia mencoba untuk bergerak dengan lebih cepat dan akhirnya ia terjatuh di tengah jalan. Untunglah ia cepat sedikit sehingga tidak terjadi tabrakan.

Dengan segera, orang-orang yang berada di samping jalan segera maju dan menolong Bapak itu untuk berdiri dan bergerak ke samping. Ketika itu, lampu penyeberangan sudah berubah menjadi hijau dan setelah melihat bahwa Bapak itu ok-ok saja, kebanyakan orangpun segera menyeberang.

Dan sayapun melanjutkan perjalanan saya.

Satu hal yang saya pelajari dari pengamatan ini adalah bahwa bersamaan dengan peraturan yang diberikan, datang perlindungan dari hukum. Ketika Bapak itu melanggar hukum, dalam hal ini menyeberang jalan, maka ia secara tidak sadar melepaskan dirinya dari perlindungan hukum itu. Demi menghemat waktu yang hanya beberapa detik saja, Bapak ini hampir menderita kerugian yang jauh lebih besar. Dan terlepas dari benar atau tidaknya sang pengemudi, Bapak ini tidak akan diuntungkan.

Saya teringat kejadian beberapa waktu lalu di Surabaya, ketika seseorang mati ditabrak karena menyeberang jalan Tol. Saat itu berbagai pihak memberikan komentar terhadap peristiwa itu di radio Suara Surabaya.  Salah satu komentar adalah kenyataan bahwa si korban melakukan pelanggaran hukum terlebih dahulu, yaitu masuk ke jalan Tol. Dan ketika orang itu masuk, maka secara tidak sadar, ia menggantikan kecapean mengambil jalan memutar dengan resiko ditabrak oleh kendaraan yang melaju dengan kecepatan tinggi. Sedihnya, saat itu ia harus membayar pelanggaran kecil itu dengan nyawanya.

Sebagai pemimpin, kita akan menemui kondisi di mana tawaran untuk mendapat keuntungan lebih dengan jalan pintas muncul di hadapan kita. Kita akan tergoda untuk mengacuhkan prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang telah kita pegang selama ini. Di saat itu, sebelum kita mengambil keputusan, marilah kita kembali mengingat peristiwa menyeberang jalan ini. Marilah kita menghitung untung rugi yang ada, termasuk kerugian yang terkadang kita abaikan. Kalau kita berani mengambil langkah untuk melanggar hukum, mengambil jalan pintas, atau melakukan sesuatu yang melanggar prinsip yang sudah kita bangun, maka paling tidak kita perlu memiliki keberanian untuk menghadapi konsekuensi yang muncul dari perbuatan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun