Mohon tunggu...
Warkasa1919
Warkasa1919 Mohon Tunggu... Freelancer - Pejalan

Kata orang, setiap cerita pasti ada akhirnya. Namun dalam cerita hidupku, akhir cerita adalah awal mula kehidupanku yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Aku dan Sang Waktu (Bagian Tiga)

11 September 2018   18:21 Diperbarui: 30 April 2022   13:10 1582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sang waktu menunjuk ke arah gedung-gedung yang menjulang tinggi, dan kala itu, aku melihat beberapa orang diantara suara hingar bingar kehidupan malam. Sang Waktu kembali melanjutkan ucapannya.

“Lihatlah tampang angkuh dan pongah orang-orang yang telah gila karenanya. Lihatlah mereka-mereka yang saat ini sedang tertawa terbahak-bahak diatas penderitaan manusia lainnya. ”

Dan setelah diam sejenak, Sang Waktu kembali menunjuk ke arah belahan bumi lainnya. “Lihatlah mereka-mereka yang kini  sedang meratap dan menangis pilu, akibat ulah sebagian manusia yang merasa berkuasa, dan merasa lebih  pantas untuk menindas sesamanya demi untuk mendapatkan nya.”

Aku terdiam, saat ini melihat dua pemandangan yang berbeda di hadapanku itu. Dan aku berdiri di antara keduanya. Bagaikan berdiri diantara siang dan malam. Aku menatap wajah Sang Waktu, sekali lagi, tidak ku temukan ada rasa sedih maupun gembira di situ, begitu dingin, datar dan tanpa rasa.

Dari balik jubahnya, aku mencoba mencuri-curi pandang ke arah wanita cantik bertubuh molek yang mengenakan kemben, dengan perhiasan dan selendang berwarna hijau daun di bahunya itu.  Dia tersenyum kearahku. Dari balik jubah Sang Waktu aku bisa melihat dia tengah melambaikan tangannya. Sedang memanggilku.

Sang Waktu kembali menatap kedua mataku, seperti mengetahui isi kepalaku. Sambil melirik ke arah wanita cantik di belakangnya itu. Dia kembali berkata “Engkau ingin tau siapa wanita itu?“

***

SAYUP-SAYUP, telingaku masih mendengar suara tembang Lir-ilir  yang dibawakan oleh MH. Ainun Najib bersama kyai kanjengnya itu, dan saat ini, kedua telingaku itu sepertinya terlalu lemah untuk dapat menangkap suara halus pembicaraan antara Rasa kantuk dan Sang Waktu yang berada di depanku.

Entah apa yang mereka bicarakan berdua sedari tadi, yang jelas saat ini sang waktu mengajakku untuk ikut bersama nya. Kutatap rasa kantuk yang cuma mengangkat kedua bahunya, seolah-olah berkata padaku “Terserah” karena keputusan untuk ikut dengannya atau mengikuti Sang Waktu saat ini ada ditanganku.

Akhirnya kuputuskan untuk mengikuti Sang waktu, setengah berlari ku coba iringi langkah sang waktu yang terus berjalan cepat menyusuri lorong panjang yang ujungnya entah dimana itu.

Bersambung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun