Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Bu Aminah dan Dawet Onggok Khas Klaten yang Manis, Asam, Segar!

19 Mei 2017   17:20 Diperbarui: 19 Mei 2017   20:37 2381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Es Dawet Onggok khas Klaten yang manis, asam, dan segar! (dok. pri).

Bulan Mei 2017, matahari masih rajin bersinar terik. Sejak pagi hingga sore sorotnya terasa menyengat. Perjalanan saya berkendara menuju Klaten, Jawa Tengah, pada Minggu (14/5/2017) siang itu pun menjadi lebih berat dari biasanya. 

Jalan Jogja-Solo yang dilalui memang lurus dan relatif rata. Tapi panas yang merambat di udara serta menguap dari aspal jalanan menimbulkan rasa gerah. Keringat pun mengalir lebih banyak meski badan hingga ujung kaki dan tangan sudah dilapisi pakaian. Belum lagi ditambah debu yang diterbangkan oleh hembusan angin serta hempasan laju iring-iringan truk dan bus besar. 

Beruntung saat memasuki Jalan Wedi-Klaten ada banyak penjual es dawet yang bisa disinggahi untuk melepas dahaga. Para penjual itu umumnya kaum ibu dan mereka berjualan di warung atau gubug sederhana di pinggir jalan. Kebanyakan tempat berjualanan itu hanya terbuat dari beberapa bilah bambu atau kayu dengan atap seng atau terpal. Beberapa penjual malah hanya menggunakan satu buah payung lebar dan memanfaatkan kanopi pohon di sekitarnya.

Meski jarang ada yang memasang papan nama, para penjual dawet di sepanjang Jalan Wedi-Klaten tetap mudah dikenali. Selain berada di pinggir jalan yang tak terlalu lebar, “etalase” mereka juga mencolok yaitu berupa gentong/gerabah tanah liat sebagai wadah dawet sebelum diracik.

Aminah, salah satu penjual Es Dawet Onggok di Jalan Wedi-Klaten (dok. pri).
Aminah, salah satu penjual Es Dawet Onggok di Jalan Wedi-Klaten (dok. pri).
Karena sudah merasa lelah dan mulai tak nyaman dengan teriknya matahari, sayapun memutuskan menepi dan menghampiri seorang penjual es dawet. Namanya Aminah, ibu rumah tangga ini berjualan dawet di samping bengkel tempat usaha sang suami. Bengkel itu merupakan bagian depan dari rumah tinggal mereka.

Baru sebentar duduk dan meluruskan kaki, segelas es dawet sudah disodorkan kepada saya. Setelah menyentuh gelasnya yang dingin dan dipenuhi uap air yang mengembun, dengan cepat saya menghabiskan isinya. Kerongkongan pun seperti tanah kering yang mendadak diguyur hujan. Dingin, segar, dan saya ketagihan. Kepada Bu Aminah saya lalu meminta dibuatkan satu gelas es dawet lagi.

Sambil menikmati gelas kedua, saya mengajak ngobrol Bu Aminah tentang es dawet yang dijualnya. Wanita itu pun dengan ramah bercerita. Menurutnya dawet yang ia jual adalah dawet khas Klaten yang berbeda dengan dawet lainnya di Jawa seperti Dawet Ayu khas Banjarnegara atau Dawet Ireng khas Purworejo. 

“Kalau orang sini (Klaten) nyebutnya Dawet Onggok”, katanya. Onggok adalah hasil ektraksi serat pohon Aren yang ditepungkan. 

Dawet Onggok dari ekstrak serat serat pohon Aren (dok. pri).
Dawet Onggok dari ekstrak serat serat pohon Aren (dok. pri).
Es Dawet Onggok, sederhana tapi segar luar biasa (dok. pri).
Es Dawet Onggok, sederhana tapi segar luar biasa (dok. pri).
Bu Aminah yang sudah berjualan Es Dawet Onggok sejak 2014 itu mendapatkan bahan dasar onggok di Kecamatan Bayat, sekitar satu jam dari tempatnya berjualan di Kecamatan Wedi. Hal itu dikarenakan tepung onggok jarang dijual di Wedi. Sementara itu Bayat merupakan pusat produksi tepung onggok karena di sana masih banyak dijumpai Pohon Aren. Untuk persedian, Bu Aminah biasa membeli tepung onggok sebanyak 15 kg sekaligus dengan harga rata-rata Rp8000/kg.

Dalam sehari Bu Aminah menghabiskan 1 kg epung onggok untuk membuat dawet. Ia tak menggunakan bahan tambahan lainnya kecuali ekstrak daun pandan untuk memberi aroma. Dawet yang dibuat dari tepung onggok cenderung bening atau sedikit tranparan.

Dawet onggok buatan Bu Aminah sedikit lebih besar dibanding dawet sejenis yang dibuat penjual lainnya. Untuk hal ini ia punya alasan sendiri. “Kalau kecil memang di gelas kelihatan banyak, tapi lembek dan kurang kenyal”, ungkapnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun