Di antara banyak upaya Tan Malaka dalam membela dan memperjuangkan nasib romusha di Bayah, inisiatifnya untuk mengadakan sebuah dapur umum patut dikedepankan.
Dapur umum Tan Malaka tidak diadakan secara gratis. Kuli romusha perlu membayar 10 sen. Bagaimana para romusha bisa memiliki uang untuk membayar makanan dari dapur umum?
Di sinilah kejelian dan kebijaksanaan Tan Malaka yang visioner karena terlebih dahulu ia mengupayakan agar para kuli romusha mendapat upah lebih dan tidak bekerja secara cuma-cuma.
Tentang dapur umum untuk romusha Tan Malaka menuliskannya dalam buku "Dari Penjara ke Penjara". Dapur umum tersebut diselenggarakan dengan cara sebagai berikut:
Pertama, dapur umum menyediakan makanan bagi romusha sebanyak 3 kali dalam sehari. Pagi hari para romusha mendapatkan kopi, ubi dan ketan. Sedangkan siang dan sore hari menunya sama, yakni nasi, sayur dan ikan.Â
Dapur umum tersebut dirasakan manfaatnya karena selain makanannya lebih layak, harga yang dibayar juga tidak mencekik dibandingkan ketika makanan para romusha disediakan lewat mandor-mandor nakal di lapangan.
Kedua, tugas membeli bahan dan memasak dilakukan oleh pegawai tersendiri yang direkomendasikan Tan Malaka kepada pihak kantor atau perusahaannya di Bayah.Â
Ketiga, Tan Malaka dan timnya mengawasi langsung operasional dapur umum untuk memastikan para romusha di Bayah mendapatkan jatah makan sebagaimana mestinya, termasuk takaran beras untuk setiap romusha per hari. Kebersihan, proses memasak hingga membagikan makanan juga diawasi oleh Tan Malaka dan timnya.
Penyelenggaraan dapur umum yang mengikuti prosedur dan diawasi ketat menghasilkan pelayanan dan kualitas makanan dengan standar yang baik. Seiring waktu, makanan dari dapur umum tidak hanya dinikmati oleh romusha. Para pegawai kantor tambang juga membeli makanan dari dapur umum ini. Termasuk Tan Malaka ikut menyantap makanan yang sama.
Keempat, Dapur Umum Tan Malaka menaruh perhatian pada kualitas bahan makanan yang digunakan. Oleh karena itu, ia memelopori kebun sayur dan buah-buahan di desa dekat Bayah.
Terobosan tersebut didasari pengalaman tidak mudah mendapatkan bahan makanan pada zaman yang sedang susah ketika itu. Sayuran dan beberapa bahan lainnya harus didatangkan dari luar kota yang jauh jaraknya. Akibatnya ketika sampai di Bayah kondisinya sudah rusak atau busuk. Kondisi ini tidak diinginkan oleh Tan Malaka.