Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Jual Bensin Tanpa Akhlak, Saat Negara Menipu dan Meninggalkan Rakyatnya

28 Februari 2025   07:30 Diperbarui: 28 Februari 2025   07:30 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SPBU Pertamina, tempat di mana kejujuran sering dipertanyakan (dok. pribadi)

"Perusahaan, negara, dan wakil rakyat  sibuk menjaga citra. Padahal, integritas mereka penuh tanda tanya".

Sudah tertipu, ditinggal sendirian pula. Sungguh malang nasib kita rakyat Indonesia.

Bertahun-tahun, setidaknya dari 2018-2023 masyarakat dibohongi oleh perusahaan negara yang diberi kepercayaan dan tanggung jawab menyediakan BBM. Rakyat diberi "doktrin" untuk membeli pertamax karena pertalite hanya boleh bagi yang kurang mampu.  Ternyata produk yang didapat "aspal" alias asli tapi palsu. Asli karena masih sama-sama bensin bahan bakar yang dijual secara resmi di fasilitas resmi. Namun, palsu karena yang katanya RON 92 ternyata bensin campuran yang lebih rendah mutunya. 

Sungguh ini tidak bisa dikatakan sebagai perbuatan oknum. Kita hendaknya jangan mau dibohongi dan ikhlas dengan diksi "oknum" lagi. Sebab para komplotan Pertamina dan swasta yang menjadi otak penipuan dan korupsi kali ini bukan pejabat rendahan. Mereka adalah para direktur, wakil-wakil, dan orang-orang utama.

Para komplotan tersebut karena kedudukan dan jabatannya yang utama di anak perusahaan merupakan "wajah" perusahaan itu sendiri. Dengan kewenangannya  mereka merencanakan kejahatan besar yang sangat rapi.

Mereka melakukan pemufakatan jahat dan korupsi dalam kapasitas dan kedudukannya sebagai "orang perusahaan". Kejahatan mereka mencakup tata kelola perusahaan. Bensin yang mereka oplos juga disalurkan melalui kilang dan selang-selang perusahaan. 

Itu merupakan bukti bahwa mereka memiliki pengaruh pada perusahaan beserta sistemnya. Oleh karenanya komplotan ini tidak bisa disebut oknum. Kejahatan mereka merupakan dosa perusahaan. Dan karena Pertamina merupakan representasi negara yang telah mendapat kepercayaan dan tanggung jawab untuk menyediakan BBM bagi rakyat, maka pemufakatan jahat mereka bisa pula dikatakan sebagai kezaliman dan kelalaian besar yang dilakukan oleh negara. 

Bukan negara yang dirugikan, melainkan masyarakat. Ironisnya, hingga detik ini tidak ada kata maaf yang keluar dari mulut Pertamina. Rupanya begitu rendah standar moral dari perusahaan berlabel AKHLAK ini.

Perusahaan negara dengan penuh keyakinan membantah temuan Kejaksaan Agung. Seolah komplotan di perusahan mereka merupakan orang-orang biasa yang tak bisa melakukan banyak hal. Padahal rakyat sudah sejak lama merasa ada yang tidak beres dari bensin yang dibeli. Mulai dari kualitasnya yang jelek, lebih boros, hingga merusak mesin dan tangki bensin.

Begitu pula negara tak membersamai rakyat yang menjadi korban. Tak ada rasa prihatin ditunjukkan para pemimpin utama kita. Pemerintah bersama para perangkatnya terlanjur asyik main "tentara-tentaraan" dan menonton parade dalam retret di markas tentara.

Tentu saja mereka tak merasakan kerugian seperti diderita rakyat. Kemarahan dan nestapa rakyat tak "relate" dengan mereka. Jika kendaraan rusak, mereka tinggal minta anggaran untuk membeli yang baru. Saat bensin mereka habis pun tak ada uang mereka keluarkan. Sebab semuanya dibiayai pajak rakyat.

Untuk kesekian kali rakyat Indonesia ditinggalkan sendirian. Ditipu bertahun-tahun dan harus menelan pahit nasibnya tanpa dukungan. 

Berharap pada wakil rakyat pun sia-sia. Sebab DPR justru sukarela menjadi "juri bicara" perusahaan negara. Anggota DPR dalam suatu rapat penuh percaya diri mengatakan Pertamina tak punya fasilitas untuk mengoplos bensin. Ada pula yang berbicara kalau oplosan itu artinya minyak tanah dicampur bensin. Seolah wakil rakyat ini hendak mengatakan kalau yang dioplos masih sama-sama bensin, tak apalah.

Mendadak wakil rakyat di DPR menjadi pakar bensin. Memang tidak mengejutkan sebab mereka sudah dikenal "sok tahu" dalam banyak hal. Dan kali ini mereka bukannya mewakili kemarahan dan kepedihan rakyat, justru membela perusahaan negara yang telah menipu rakyat.

Hari ini kita kembali melihat negara, perusahaan negara, dan wakil rakyat seolah sedang bermufakat yang lain. Mereka mementingkan untuk menjaga citra. Sementara integritas mereka penuh tanda tanya. Mungkin malah tidak ada.

Pada akhirnya rakyat Indonesia ditinggalkan oleh negaranya sendiri. Seketika teringat ketika skandal sirup obat yang membuat anak-anak Indonesia mengalami gagal ginjal dan meninggal dunia beberapa waktu lalu. Negara juga nyaris tidak hadir membela rakyatnya. BPOM merasa bersih. Kementerian Kesehatan pun antara ada dan tiada. Semakin ironi ganti rugi yang diputuskan oleh pengadilan hanya berbilang jutaan rupiah.

Begitu murah nasib, keadilan, dan hak rakyat Indonesia. Menaruh kepercayaan pada (perusahaan) negara berselogan AKHLAK, tapi ditipu dengan sangat keji. Ternyata (perusahaan) negara "berbisnis dengan rakyat secara tak berakhlak".

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun