Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Mengenang dan Mengenal NH Dini di Teras Rumahnya

15 Maret 2023   08:38 Diperbarui: 15 Maret 2023   19:01 895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di depan rumah Nh. Dini (dok.pribadi).

Keinginan menginjakkan kaki di rumah Nh. Dini telah tercapai. Namun, duduk di teras rumah itu dan diterima oleh seorang anggota keluarganya merupakan keberuntungan yang tak saya duga. Pengalaman yang mengatasi sebagian ketidaktahuan saya tentang Nh. Dini.

Menurut salah seorang warga Sekayu, sebelum kedatangan saya pada Minggu pagi (19/2/2023) itu ada sekelompok mahasiswa yang hendak bertamu ke rumah Nh. Dini. Namun, mereka urung mencapai halaman dan rumah sang sastrawati. Kemungkinan karena tak memberi kabar rencana kedatangannya terlebih dahulu.

Saya pun sebenarnya datang tanpa diundang, apalagi memberi kabar. Ibarat orang asing yang tiba-tiba muncul di depan pagar rumah seseorang, lalu terpaku agak lama mencari tahu cara agar bisa melihat rumah itu lebih dekat. Berdiri dengan keraguan akankah saya diterima bertamu? Terdiam dalam bimbang bolehkah membuka sendiri pintu pagar dan melangkah ke halamannya?

Namun, keberuntungan ternyata memilih saya. Seorang ibu yang tinggal di depan rumah Nh. Dini tiba-tiba menghampiri. Dengan ramah ia bertanya, "Mau masuk ke sana mas? Ayo saya anter".

Ia pun berjalan mendahului saya, mendorong pintu pagar lalu menoleh ke belakang seolah memberi kode agar saya mengikutinya. Itulah langkah pertama saya menginjak halaman rumah Nh. Dini.


"Assalamualaikum, Mba Oeti...," ibu itu mengucap salam dari halaman. Mencoba memberi tahu sang penghuni rumah bahwa ada tamu yang datang.

"Biasanya jam segini lagi salat (dhuha). Rajin dia, mas," ibu itu kembali menjelaskan. Saya pun segera paham untuk bersabar. 

Tak lama kemudian terdengar jawaban dari dalam rumah. Seiring pintu yang terbuka, seorang wanita berperawakan mungil muncul di ambang pintu. Bergegas ia menuju teras rumah yang menyerupai pendopo kecil. 

Mula-mula ia menyapa tetangganya. Percakapan terjadi antara mereka. Ketika keduanya menyudahi perbincangan, ibu yang tadi mengantar saya berpamitan. Tak lupa saya sampaikan terima kasih atas kebaikannya. 

Selanjutnya perhatian sang penghuni rumah tertuju ke saya. Dipersilakan olehnya saya untuk masuk ke teras. Diaturnya kursi-kursi kayu yang melingkari meja bundar untuk kami duduk.

Dimulai dari saat itu, hampir satu jam lamanya saya diizinkan mendengar cerita-cerita tentang Nh. Dini dari sang penghuni rumah. Ia adalah Oeti Adiyati Oetono, anak keenam Heratih, kakak sulung Nh. Dini. 

Bertamu ke rumah Nh. Dini di Sekayu. Wanita berkerudung coklat adalah Oeti Adiyati, kemenakan Nh. Dini (dok.pribadi).
Bertamu ke rumah Nh. Dini di Sekayu. Wanita berkerudung coklat adalah Oeti Adiyati, kemenakan Nh. Dini (dok.pribadi).

Cara Nh. Dini Memperlakukan Buku dan Tanaman 

Oeti memiliki banyak kenangan tentang Nh. Dini. Itu ia syukuri sebab Nh. Dini memiliki banyak kemenakan, tapi tak semuanya dekat.

Kedekatan Oeti dengan Nh. Dini barangkali meneruskan ikatan antara Nh. Dini dengan Heratih. Dalam buku-bukunya seperti "Sebuah Lorong di Kotaku" dan "Padang Ilalang di Belakang Rumah", berulang kali dilukiskan oleh Nh. Dini betapa Heratih sangat mempedulikan dirinya. 

Perhatian Heratih sebagai kakak betul-betul Nh. Dini rasakan sejak kecil. Heratih tidak sekadar mengajari Nh. Dini tentang beberapa hal, tapi juga mengurusnya dengan penuh kasih sayang. Begitu hangat dan dekat hubungan keduanya sehingga Nh. Dini menyembut Heratih sebagai pamongnya.

Ketika kembali ke Indonesia setelah melalang buana ke sejumlah negara, Nh. Dini memutuskan tinggal di rumah Sekayu bersama keluarga Heratih. Namun, Nh. Dini meminta dibuatkan bangunan atau ruangan sendiri di belakang rumah. Menurut Oeti, bangunan itu tersusun dari gebyok yang unik. Di sana Nh. Dini melanjutkan aktivitas menulisnya dan merintis pondok baca. 

Oeti dan anak-anak di Sekayu termasuk generasi yang sempat menikmati pondok baca Nh. Dini yang memiliki banyak buku. Kecintaan Nh. Dini terhadap buku sangat besar. Itu diperlihatkan salah satunya dengan membuat aturan bagi setiap orang yang hendak membaca buku di pondok baca. Anak -anak atau orang yang ingin membaca diharuskan mencuci tangan dan mengelapnya hingga kering terlebih dahulu. Nh. Dini tak ingin buku-buku di pondok baca kotor dan rusak. 

Selain itu Nh. Dini tak menghendaki pembaca melipat halaman buku. Oleh karenanya ia membuat banyak pembatas buku. Oeti menuturkan saat ada anak yang selesai membaca sekian buku, Nh. Dini sering memberikan pembatas buku bertanda tangan dirinya sebagai cenderamata.

Nh. Dini juga memiliki ketertarikan dan kepedulian mendalam pada tanaman, terutama anggrek. Menurut Oeti, saat tinggal di Ngalian Nh. Dini merawat banyak anggrek. Ketika ada anggrek yang mekar, Nh. Dini sering menawarkan kepada Oeti untuk membawanya ke rumah Sekayu sebagai penghias halaman.

Pembatas buku yang dulu dibuat untuk Pondok Baca Nh. Dini (dok.pribadi).
Pembatas buku yang dulu dibuat untuk Pondok Baca Nh. Dini (dok.pribadi).

Serupa dengan kecintaan Nh. Dini terhadap buku yang diperlihatkan dengan caranya menghargai sebuah buku, kecintaannya pada tumbuhan juga tercermin dari cara Nh. Dini memperlakukan  dan merawat tanaman.

Suatu hari Oeti pernah dimarahi oleh Nh. Dini saat memetik cabe. Terbiasa dengan hal praktis, Oeti memetiknya langsung dengan menggunakan tangan. Cara itu ternyata tidak disukai oleh Nh. Dini yang menginginkan Oeti memetik dengan memotong menggunakan gunting tanaman. Alasannya untuk meminimalisir kerusakan pada tanaman.

Berpindah-pindah Mencari Ketenangan 

Sepulangnya ke Indonesia, Nh. Dini hanya sekitar 5 tahun tinggal di Sekayu. Menurut Oeti, tantenya menyukai rumah dan ruangan yang lega dengan lingkungan yang tenang. Maka ketika lingkungan sekitar rumahnya telah dirasa semakin riuh, Nh. Dini memilih meninggalkan tempat masa kecilnya itu. 

Keinginan untuk berpindah rumah disampaikan Nh. Dini kepada kakak iparnya Oetono, ayah Oeti. Sejak saat itu Nh. Dini hidup memisahkan diri di Ngalian. Lalu berpindah ke Sendowo, Yogyakarta.

Tak lama Nh. Dini tinggal di Yogyakarta, setelah 4 tahun ia pulang lagi Semarang dan menepi ke Banyumanik sebagai tempat tinggalnya secara mandiri. Dalam buku "Dari Ngalian ke Sendowo", Nh. Dini mengisyaratkan alasannya kembali ke Semarang. Menurutnya ketenangan dan kenyamanan hidup tak didapatkan secara utuh selama di Yogyakarta.  

Sementara menurut Oeti ada alasan lain di balik keputusan Nh. Dini tersebut. Selain merasa sudah semakin lanjut usia, kenalan dan relasi yang lebih banyak di Semarang juga melatarbelakangi keputusan Nh. Dini kembali ke kota kelahirannya.

Sederhana

Bagi Oeti, Nh. Dini merupakan sosok yang sederhana sampai akhir hayatnya. Tak banyak kemewahan yang melekat pada Nh. Dini.

Di antara barang-barang istimewa yang dipunyai Nh. Dini tak lain ialah buku-buku dan tanaman kesayangannya. Oleh karena itu, saat berturut-turut pindah ke Ngalian, Sendowo, lalu kembali ke Semarang, buku-buku dan tanaman tersebut selalu ikut diangkut.

Kesederhanaan Nh. Dini yang tetap bertahan juga meliputi makanan kesukaan. Seleranya tak banyak berubah. Meski kemudian tinggal di Banyumanik, saat hendak berkunjung ke rumahnya di Sekayu, Nh. Dini masih sering meminta untuk disiapkan makanan yang sama. 

"Kalau ke sini nggak pernah menginap. Cuma minta dimasakin sayur asem dan ikan belanak", kata Oeti mengenang makanan kegemaran Nh. Dini.

Mengenang Nh. Dini membuat Oeti mengingat kembali salah satu perjumpaan mereka di Banyumanik. Perjumpaan yang sebenarnya merupakan kunjungan biasa layaknya anggota keluarga menjenguk saudaranya. Namun, ternyata itu menjadi pertemuan terakhir Oeti dengan Nh. Dini.

Kepergian Nh. Dini akibat kecelakaan lalu lintas pada 4 Desember 2018 menjadi kabar yang teramat pedih bagi keluarga. Apalagi sekitar 2 minggu sebelum meninggal dunia, Nh. Dini baru melepas rindu dengan sang putri Lintang yang menetap di Kanada dan kebetulan sedang berkunjung ke Indonesia untuk urusan pekerjaan

Oeti bercerita bahwa menurut Lintang, Nh. Dini tampak gembira saat berada di Bandung. Berdua, ibu dan anak itu menghabiskan waktu bersama.

Untaian kenangan tentang Nh. Dini akan terus membekas di benak Oeti. Walau demikian, ada sedikit penyesalan yang dirasakan. Yakni tiadanya dokumentasi hari-hari terakhir kebersamaan dan perjumpaan mereka. "Sayangnya saya kok nggak sempat memfoto waktu di Banyumanik. Gebyok di belakang juga nggak sempat (difoto)", kata Oeti sambil melempar tatapan jauh ke halaman rumah.

Nh. Dini (dok.pribadi).
Nh. Dini (dok.pribadi).

Minggu pagi itu, sejauh Oeti mengenang Nh. Dini, saya pun menjadi sedikit mengenal Nh. Dini.  Sosok yang sebelumnya hanya saya tahu lewat lembar-lembar ceritanya yang luar biasa.

CERITA SEBELUMNYA:

- Semangkuk Soto di Belakang Rumah Nh. Dini

- Lorong-lorong yang Membawa Saya ke Rumah Nh. Dini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun