Saya juga membuka halaman google untuk memperlihatkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menkominfo, Jaksa Agung, dan Kapolri tentang implementasi UU ITE. Ada pula Surat Edaran Kapolri SE/2/II/2021.
Kedua surat itu telah memberi ruang yang lebih adil dan manusiawi bagi masyarakat yang menyuarakan kebenaran atau melaporkan penyimpangan. Sekaligus menjadi pedoman agar UU ITE tak disalahgunakan untuk mengkriminalisasi masyarakat.
Ketidaktahuan bapak dan ibu tentang manfaat internet dan implementasi terkini UU ITE tersebut membuat keberanian mereka setelah melapor ke Satgas Covid-19 mudah dipadamkan oleh intimidasi yang mencatut ancaman pencemaran nama baik.
Padahal, masyarakat tidak perlu khawatir menyampaikan laporan, kritik atau masukan yang berisi kebenaran lewat internet. Selagi disampaikan dengan bahasa dan saluran yang tepat, ancaman kriminalisasi bisa dihindari.
Bahkan, kini internet semakin tepat guna untuk menyuarakan kebenaran dan mengoreksi penyimpangan. Tak perlu jauh mencari contoh. Saya telah berulang kali memanfaatkan dan membuktikannya sendiri.
Misalnya, saat melaporkan dan menulis artikel di blog kompasiana tentang pengalaman membeli masker medis yang dijual tidak sesuai aturan di sebuah apotek di Yogyakarta.
Sebelum menyuarakannya di blog, saya lebih dulu berselancar di internet untuk mencari informasi tentang harga masker medis yang ditetapkan oleh menteri BUMN. Saya juga menelusuri media sosial untuk mengetahui praktik penyimpangan serupa di daerah lain. Itu saya lakukan untuk mendukung fakta kejadian yang saya alami.
Saya lalu menceritakannya di blog pada 16 Maret 2020. Kekuatan internet membuat cerita itu dibaca banyak orang.
Beberapa hari kemudian perwakilan perusahaan yang membawahi apotek tersebut memberi tanggapan. Selain untuk berterima kasih, mereka juga menyampaikan telah melakukan pemeriksaan internal. Hasilnya terbukti cerita saya di internet benar adanya. Sejumlah pegawai apotek pun diberhentikan karena melanggar aturan.
Lain hari saya melaporkan sejumlah pelanggaran protokol kesehatan sepanjang perjalanan dengan kereta api dari Stasiun Besar Yogyakarta menuju Stasiun Purwokerto. Antara lain susunan kursi di ruang tunggu yang tidak mendukung jaga jarak dan porter yang tidak menggunakan masker. Pengawasan petugas juga lemah sehingga protokol kesehatan mudah dilanggar.
Semua itu saya paparkan dalam cuitan di twitter dan tulisan di blog pada 23 Juli 2020. Lagi-lagi berkat internet laporan saya dibaca banyak orang, termasuk oleh PT KAI.