Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menyoal Penyebutan "Oknum" untuk Mengelak dari Dosa Bersama

6 Desember 2021   12:53 Diperbarui: 6 Desember 2021   12:53 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Apakah dosa oknum pasti dosa perorangan? (dok.pribadi).

"Oknum adalah bagian dari sistem. Gampangnya menganggap perbuatan oknum sebagai dosa perorangan bisa jadi kebiasaan buruk untuk cuci tangan dan keluar dari tanggung jawab atas dosa bersama".

Labelisasi "oknum" semakin sering kita dengar dan saksikan saat ini. Terutama pada peristiwa-peristiwa yang melibatkan "oknum" dari institusi atau lembaga negara.

Paling menyita perhatian sekarang ialah penyebutan "oknum" pada aparat penegak hukum yang berbuat nakal dan melanggar hukum, bahkan menjadi pelaku tindak pidana. Setiap kali itu terjadi akan segera kita dengar pernyataan dari intitusi yang bersangkutan dan juga media bahwa peristiwa tersebut hanya perbuatan "oknum".

Kemudian saat oknum-oknum lain bermunculan dan semakin banyak yang terungkap, akan kita dengar lagi pernyataan susulan dari pejabat atau pemimpinnya bahwa "jangan digeneralisir, aparat yang baik lebih banyak daripada yang nakal".

Memang kalau kita membuka kamus sebutan oknum merujuk pada perorangan. Masih bisa dipahami pula bahwa jumlah aparat yang nakal hanya secuil dari populasi aparat keseluruhan.

Namun, publik telah semakin muak rasanya dengan labelisasi oknum yang terus menerus.
Ada 3 alasan mengapa penyebutan "oknum" semakin tidak enak didengar dan sulit diterima oleh publik.

Pertama, mudahnya institusi penegak hukum melabeli "oknum" pada anggotanya yang nakal tidak konsisten dengan generalisasi yang biasanya dilakukan oleh mereka sendiri.

Saat ada anggota yang berprestasi atau melakukan perbuatan baik, institusi akan menyebutnya sebagai prestasi bersama. Bahkan, akan digeneralisir sebagai keberhasilan sistem dan pimpinan. Namun, saat ada yang nakal dan menyimpang, mengapa sulit mengakuinya sebagai dosa bersama? Mengapa tidak membuka kemungkinan bahwa perbuatan oknum bisa jadi cerminan dari masalah sistem? Entah sistem perekrutan, sistem pendidikan, maupun sistem pengawasannya.

Semacam logika hendak dibangun di balik pelabelan oknum. Seolah kebaikan merupakan kreasi bersama. Sementara dosa pastilah dilakukan oleh perorangan. Tak mungkin dosa dilakukan ramai-ramai. Sistem hanya bertanggung jawab pada hal-hal baik. Kesalahan oknum tidak ada sangkut pautnya dengan yang lain.

Penyebutan oknum seolah menjadi cara untuk meringankan tanggung jawab. Seakan-akan setelah dilabeli "oknum", bobot dosanya menjadi lebih ringan dan publik diajak untuk memaklumi kesalahan lain yang terkait.

Kedua, menganggap perbuatan oknum sebagai dosa perorangan kurang tepat jika menyangkut institusi seperti lembaga penegak hukum. Sebab bagaimanapun juga oknum adalah bagian dari sistem dan tindakannya seringkali berkaitan dengan tugas mereka sehari-hari.

Ambil contoh oknum yang mengutip pungli untuk pembuatan surat-surat atau oknum yang meminta upeti kepada pengendara saat ada razia. Saat melakukan perbuatan nakal, mereka mengenakan seragam dan menjadikan atribut yang melekat sebagai alat untuk menekan  atau menakut-nakuti korban. Perbuatan-perbuatan tersebut seringkali juga dilakukan di dalam kantor atau dalam kegiatan-kegiatan yang kemungkinan diketahui oleh sesamanya.

Ketiga, publik merasa sebal dengan sebutan oknum karena seringkali oknum baru ditindak dan kesalahannya diakui oleh institusi setelah viral di media. Beberapa kasus yang melibatkan oknum lamban ditangani dan secara ajaib setelah kabarnya tersiar luas, kasusnya ditangani lebih cepat. Ada pula perbuatan oknum yang meski telah dilaporkan oleh korban, tapi tidak ada tindakan dan terkesan dibiarkan. Lalu setelah viral, baru diurus.

Kecenderungan tersebut mengindikasikan bahwa beberapa oknum mendapat keistimewaan sehingga perbuatan nakalnya bisa ditutupi atau dibiarkan seolah tidak pernah ada. Pembiaran itu menunjukkan bahwa dosa oknum seringkali didukung oleh sistem yang tidak berfungsi dengan benar.

Adanya rekan yang mengetahui perbuatan oknum atau pimpinan yang menutup-nutupi kesalahan oknum menandakan bahwa perbuatan oknum tidak bisa dikatakan sebagai dosa perorangan. Sebab menutupi kejahatan atau membiarkan kejahatan sama buruknya dengan mendukung kejahatan.

Anehnya, saat kejahatan tersebut akhirnya terungkap ke publik, pelabelan oknum dengan mudah diberikan disertai upaya-upaya agar dosa bersama tidak tampak atau setidaknya terlihat lebih ringan. Pokoknya perbuatan oknum adalah dosa perorangan. Sistem hanya bertanggung jawab pada hal-hal baik. Sedangkan pemimpin dan institusinya pasti suci.

Mungkin itu sebabnya kata "maaf" menjadi sangat mahal untuk disampaikan oleh institusi penegak hukum di negara ini meski para "oknum" telah lahir dari markas mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun