Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Benarkah Teroris Tak Terkait Agama dan Tak Punya Agama?

29 Maret 2021   16:04 Diperbarui: 29 Maret 2021   16:02 1178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penangkapan terduga teroris oleh Densus 88 | foto: kompas.com/kristianto purnomo.

Dalam hal ini kelompok-kelompok agama, termasuk kita sebagai pemeluk agama, seolah masih sulit untuk mengakui adanya masalah dalam kehidupan beragama yang dalam kenyataannya sebenarnya sering memperlihatkan adanya gesekan tajam seperti intoleransi, persekusi, dan permusuhan.

Kurang tepat mengatakan "terorisme tidak terkait agama". Sebab hampir semua aksi teror melibatkan tafsir-tafsir agama oleh pelakunya. Artinya para teroris punya pemahamanan agama. Bahwa pemahaman mereka dinilai tidak utuh atau hanya setengah-setengah, itu tidak berarti bahwa mereka tidak punya agama. Banyak di antara kita pun pasti belum menguasai dan memahami ajaran agama sendiri, tapi itu bukan berarti kita tidak punya agama. Bukankah demikian?

Lagipula apakah kita bisa mencabut keagamaan seseorang? Kenyataannya para teroris memeluk agama dan kita tidak bisa membantahnya karena urusan memeluk agama adalah hak semua orang.

Lalu apakah kita akan menyebut mereka dengan atheis? Ini pun sulit sebab mereka mengakui Tuhan dan memiliki keyakinan terhadap Tuhan.

Sikap kita yang terlalu memaklumi bahwa "terorisme tidak terkait agama" dan "teroris tidak punya agama" membuat para teroris semakin leluasa karena mereka menjadi terbebas dari keharusan untuk berpikir ulang atas perbuatannya. Dengan mengatakan "terorisme tidak terkait agama" kita justru meringankan beban perbuatan teroris sebab mereka menjadi tidak merasa bersalah atau berdosa atas orientasi keberimanan dan ketuhanan mereka.

Di sisi lain pemakluman tersebut membuat kita menjadi kurang tajam dalam mengantisipasi dan membaca fenomena-fenomena bibit terorisme di sekeliling kita. Ini tampak pada kecenderungan kita untuk menganggap remeh ujaran-ujaran intoleran dan diskriminasi yang kita anggap hal biasa, padahal intoleransi merupakan bibit dari terorisme.

Gejala ambiguisitas semacam itu terlihat jelas dalam masyarakat kita akhir-akhir ini. Pada satu sisi kita mengutuk perbuatan teror, tapi pada sisi yang lain kita membiarkan bibitnya bersemi.

Dan pernyataan "terorisme adalah kejahatan kemanusiaan dan tidak ada kaitannya dengan agama apapun", seperti yang disampaikan oleh Presiden Jokowi mencerminkan ambuguisitas yang sama.

Bukankah agama dan kemanusiaan tidak bisa dipisahkan? Dasar negara kita Pancasila juga menempatkan kemanusiaan bagian dari ketuhanan dan ketuhanan mencakup kemanusiaan.

Oleh karena itu jika dikatakan "terorisme merupakan kejahatan kemanusiaan", memungkinkan pula untuk kita mengatakan bahwa "terorisme terkait agama".

Lagipula kalau dianggap "terorisme tidak terkait agama" dan "teroris tidak punya agama", maka kita pun harus mau dan berani mengatakan bahwa "maling ayam tidak punya agama", "koruptor tidak punya agama", "politisi penyebar hoaks tidak punya agama", "ustad cabul tidak punya agama", "ulama penebar kebencian tidak punya agama", dan seterusnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun