Dalam membahas agama lain kita juga perlu merendahkan hati lebih dulu. Selama dalam diri masih ada kesombongan dan kecongkakan, maka yang dihasilkan adalah sikap dan ujaran yang merendahkan agama lain.
Sebagai pemeluk Islam saya perlu jujur mengakui bahwa ada saja ulama, ustaz, atau pemuka agama yang kerap menyinggung dan merendahkan agama lain. Baik dengan bahasa dan kemasan yang lantang tersurat, maupun keras tersirat.Â
Saya tidak bisa membayangkan jika yang terjadi adalah tokoh agama lain yang menyinggung agama saya. Mungkin akan segera terjadi gelombang kemarahan dan demonstrasi berjilid-jilid lagi seolah hanya mayoritas yang berhak tersinggung.
Oleh karena itu, klaim kebenaran dan keunggulan ajaran agama tidak tepat untuk ditonjolkan di tengah kemajemukan Indonesia. Apalagi dijadikan dasar untuk mengolok-olok agama lain beserta penganutnya.Â
Mengukur kesakralan agama lain dengan standar keyakinan yang kita anut akan membuat kita terjerumus pada sikap merendahkan martabat agama.Â
Gembala yang Lepas
Barangkali nyata adanya makna sebuah ungkapan yang menyebutkan bahwa "agama tentu benar, tapi para pemeluk dan penganutnya seringkali tidak benar".Â
Seringkali manusia atas nama agama dan persepsi keyakinannya sendiri melakukan perbuatan yang bertentangan dengan agama itu sendiri.
Dalam hal ulama, ustaz, atau tokoh agama yang ucapan, sikap serta tindakannya kurang selaras dengan pesan agama, kita bisa meyakini hanya segelintir jumlahnya. Stok ulama yang baik masih jauh lebih banyak.Â
Sementara seperti dalam sekawanan ternak gembala yang diharapkan selaras dan sejalan, sering ada satu atau dua ternak gembala yang lepas dan liar.Â
Ekspresi gembala yang lepas sebenarnya tidak mencerminkan ekspresi resmi kawanannya. Akan tetapi karena sering mengekspresikan perlawanan, gembala yang lepas ini bisa merepotkan dan mengusik kedamaian.Â
Gembala yang lepas juga sering mengekspresikan "keberanian" sehingga mudah mengundang simpati heroisme. Dengan cara demikian gembala yang lepas bisa mempengaruhi anggota kawanan lainnya yang semula baik menjadi ikut melakukan tindakan yang keliru.Â