Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Toleran terhadap Intoleransi

1 Februari 2019   08:04 Diperbarui: 1 Februari 2019   08:20 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penurunan spanduk penolakan gereja (sumber: twitter.com/ferrymaitimu).

Bagi negara yang menjadikan Ketuhanan dan kebebasan beragama sebagai bagian tak terpisahkan dari dasar negara, intoleransi sekecil apapun semestinya tak boleh dibiarkan dan harus ditolak.

Sikap kompromi, ditambah lemahnya komitmen bersama untuk mengatasi aksi-aksi intoleransi yang selama ini muncul, menjadi pembenaran bagi kelompok-kelompok lain di daerah untuk melakukan hal serupa. Benih-benih intoleransi menemukan cara dan jalan untuk berkecambah, lalu tumbuh menjadi benalu di tengah kehidupan masyarakat.

Pemotongan nisan salib terjadi di Kotagede, Yogyakarta, beberapa waktu lalu (sumber: jatimnet).
Pemotongan nisan salib terjadi di Kotagede, Yogyakarta, beberapa waktu lalu (sumber: jatimnet).
Pemilu 2019 sebenarnya menjadi momentum untuk menegaskan lagi komitmen pada toleransi, kebebasan beragama, dan keamanan di tengah keberagaman. Namun, sepertinya sang pemimpin atau para calon pemimpin kita memang kurang peduli terhadap tanda-tanda ancaman segegrasi yang semakin terlihat jelas. 

Sekalipun imbauan untuk bersatu sudah tak terhitung lagi berapa banyak diucapkan dan kata toleransi berulang kali didengungkan, tapi apalah artinya jika yang sebenarnya terjadi adalah kegaguan.

Di Indonesia kita telah beberapa kali diperlihatkan bahwa satu bentuk intoleransi kecil sudah lebih dari cukup untuk menimbulkan ketidaknyamanan bersama. Oleh karenanya membiarkan benih-benih intoleransi bertumbuh dan berkembang sama saja memulai jalan menuju kehancuran. 

Jadi, sampai kapan praktik-praktik intoleransi akan terus dibiarkan? Sampai berapa lama pula kita bersikap masa bodoh? Atau jangan-jangan kegaguan para pemimpin kita telah menulari banyak rakyatnya. Kita menjadi toleran terhadap intoleransi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun