Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Sego Gudang, Warisan Kenikmatan Racikan Masyarakat Klaten

17 September 2013   07:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:47 5923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai bangsa dengan beragam suku, Indonesia memiliki banyak budaya yang tumbuh dan berkembang hingga penjuru negeri. Keragaman budaya tersebut  juga membuat Indonesia mewarisi banyak kuliner sebagai bagian dari produk budaya lokal.

Sego Gudang, makanan masyarakat pedesaan di Klaten yang menggugah selera.

Di Indonesia sebuah makanan bukan hanya santapan pengisi perut atau pemuas lidah semata. Kuliner-kuliner daerah di Nusantara juga mencerminkan kearifan lokal masyarakat setempat. Oleh karena itu melalui Indonesia Travel, kuliner Indonesia menjadi bagian dari kekayaan budaya bangsa yang wajib untuk dikenali dan dijaga.

Salah satu makanan yang menjadi warisan kuliner Nusantara adalah Sego Gudang. Nama ini mungkin masih asing bagi kebanyakan masyarakat Indonesia. Sego Gudang memang tidak setenar sego liwet atau gudeg meski ketiganya dilahirkan di tanah yang saling berdekatan. Sego Gudang adalah makanan sehari-hari penduduk pedesaan di beberapa wilayah di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

Saya mengenal sego gudang sebagai makanan sarapan keluarga kakek yang tinggal di Kecamatan Wedi, Klaten. Namun saya baru jatuh hati pada kenikmatannya semenjak setahun terakhir di mana saya menjadi lebih sering mengunjungi Klaten.

13793782921470321453
13793782921470321453

Pagi hari Ibu-ibu mengantri untuk membeli Sego gudang di sebuah rumah di dusun Ngemplak, Desa Canan, Kec. Wedi, Klaten.

137937840320047426
137937840320047426

Penjual Sego Gudang di Ngemplak, Desa Canan menjadikan dapur rumahnya yang sederhana untuk menjual racikannya.

1379378497876702163
1379378497876702163

Sego gudang diracik dari aneka sayuran yang diiris halus, beri bumbu parutan kelapa dan ditaburi kedelai goreng yang ditumbuk kasar. Berbeda dengan uraban dan terancam yang pedas, parutan kelapa untuk sego gudang didominasi rasa bawang putih dan kencur yang dipercaya menaikkan nafsu makan.

137937857655734928
137937857655734928

Sego Gudang dibungkus dengan daun pisang.

Setiap berkunjung ke rumah kakek, pagi-pagi sekali saya berjalan menuju dusun Ngemplak di Desa Canan yang tak jauh dari tempat tinggal kakek di Desa Tanjungan. Di Ngemplak ada sebuah rumah yang setiap pagi sebelum jam 7.30 selalu didatangi banyak orang. Sang pemilik rumah menjual Sego Gudang yang disajikan langsung dari dapurnya yang sederhana. Dengan cekatan ia mengiris aneka sayuran. Lalu tangannya yang keriput mengaduknya dengan sebuah bumbu yang diambilnya dari mangkuk kecil. Setelah itu ia membungkusnya dengan lembaran-lembaran daun pisang.

Sego Gudang biasa dijual pagi hari karena masyarakat setempat biasa menjadikannya bekal untuk dibawa ke sawah atau sebagai sarapan anak-anak sebelum berangkat ke sekolah. Oleh karena itu di atas jam 8 pagi Sego Gudang sudah sulit dijumpai.

Lalu seperti apa Sego Gudang itu?. Racikan Sego Gudang terdiri dari nasi putih dengan aneka sayuran yang diracik dengan bumbu-bumbu desa. Sego Gudang juga dikenal dengan nama “Gudangan” karena kerap dijual terpisah dengan nasi.

13793786501805140567
13793786501805140567

Sego Gudang dengan taburan kedelai di atasnya, sebuah racikan sederhana yang nikmat dari masyarakat desa.

Sepintas Sego Gudang atau Gudangan mirip dengan uraban, keluban, trancam, atau racikan sejenisnya. Oleh karena itu penikmat makanan-makanan tersebut mungkin juga akan menyukai Sego Gudang ini. Meski mirip namun Sego Gudang memiliki keunikannya sendiri. Sayuran yang digunakan adalah daun pepaya, tauge atau kecambah, kobis, wortel, daun kemangi dan kacang panjang. Sayuran tersebut hanya direbus setengah matang sehingga menimbulkan bunyi “krekut-krekut” ketika disantap. Jika  keluban, uraban dan trancam menggunakan sayuran yang diiris kasar, maka dalam racikan Gudangan sayuran diiris sangat halus. Sayuran tersebut dicampur dengan parutan kelapa yang telah dimasak menggunakan campuran bumbu yang terdiri dari sedikit gula merah, sedikit cabai, kencur, garam dan bawang putih. Inilah yang membuat sego gudang memiliki cita rasa khas karena tidak pedas tetapi didominasi rasa bawang dan kencur yang bertahan lama di lidah. Bukan hanya itu saja, Sego Gudang juga ditaburi dengan kedelai goreng yang ditumbuk kasar. Meski terlihat aneh, namun taburan kedelai goreng ternyata mampu memperkuat kenikmatan rasa Sego Gudang.

Sego gudang semakin nikmat disantap jika nasinya masih panas atau hangat. Alas dan bungkus daun pisang yang digunakan membuat sego gudang semakin menggugah selera. Masyarakat pedesaan di Klaten biasanya menikmatinya dengan kerupuk karak yang terbuat dari beras. Kerupuk karak banyak dijumpai di Yogyakarta, Klaten dan Solo. Menikmati Sego Gudang juga bisa ditemani  tempe kemul yang terbuat dari tempe yang belum sempurna fermentasinya sehingga butiran kedelainya masih jelas.

Bagaimana rasanya?.  Meski racikan Sego Gudang sangat sederhana dan ndeso tapi rasanya sangat Indonesia. Sekali mencicipinya lidah akan tergoda lagi untuk minta tambah. Jika berkunjung ke Klaten saya bahkan kerap membungkusnya untuk dibawa pulang ke Yogyakarta. Harganya pun sangat murah. Sepiring sego gudang dengan tambahan sebuah tempe kemul dan karak  dihargai Rp. 3000. Jika hanya membeli Gudangan saja tanpa nasi, maka sebungkus kecil racikan sayurannya dihargai Rp. 1000 saja!!.

13793787931526010908
13793787931526010908

Dengan kerupuk karak dan tempe kemul, Sego Gudang menjadi sarapan sederhana yang nikmat bagi masyarakat pedesaan di Klaten, Jawa Tengah.

Meski kental dengan kearifan lokal setempat, namun Sego Gudang sudah semakin jarang dijumpai. Dahulu selain untuk sarapan Sego Gudang juga banyak digunakan sebagai pelengkap beberapa upacara tradisi seperti syukuran kelahiran bayi hingga sadranan. Kini selain hanya dijual di pagi hari, orang yang merawat warisan kuliner inipun tak banyak lagi. Hanya beberapa orang tua di desa-desa tertentu di Klaten yang masih setia menjual Sego Gudang. Merekapun umumnya hanya berjualan di rumah. Beruntung masih ada masyarakat setempat, meski tidak banyak, yang masih setia menyantap Sego Gudang sebelum berangkat ke sawah atau menjadikannya sarapan anak sebelum berangkat  sekolah. Semoga mereka bukan pembuat dan penikmat Sego Gudang terakhir.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun