Mohon tunggu...
Wardah Fatmah
Wardah Fatmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi : Menyanyi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kebocoran Data Bukti Lemahnya Perlindungan dan Kurang Cepatnya Pemerintah dalam Menangani Kebocoran Data Ini

23 September 2022   01:55 Diperbarui: 23 September 2022   08:20 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum lama ini, masyarakat dan pemerintah dibuat terkejut oleh sosok hacker Bjorka dimana dia berhasil membocorkan 105 juta data masyarakat Indonesia terkait pemilihan umum yang berasal dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan bukan itu saja, Bjorka mengklaim telah mengantongi 26 juta history browsing pelanggan Indihome dan Bjorka kembali menjadi aktor dibalik bocornya 1,3 miliar data registrasi SIM card yang disebut milik kementerian komunikasi dan informatika (Kominfo) bahkan Bjorka kembali mengejutkan media sosial atas dibagikannya data daftar judul dan nomor surat termasuk dokumen rahasia untuk Presiden Jokowi, salah satunya dari Badan Intelijen Negara (BIN).

Bjorka justru menjadi petunjuk bahwa ternyata kita bisa melihat masih lemahnya sistem keamanan digital ini.

Menurut data perusahaan siber. Surfshark, Indonesia menempati urutan ke-3 negara dengan jumlah kasus tidak ada data terbanyak di dunia. Tercatat ada 12,74 juta akun yang mengalami kebocoran data selama kuarta III-2022 alias yang tercatat hingga 13 September 2022. 

Dan ditambah respon pemerintah yang cukup menjengkelkan, pemerintah tidak bergerak cepat dalam mengatasi kebocoran data ini, bukannya cari cara untuk mengamankan bocornya data-data, ehh pemerintah malah menyuruh masyarakat untuk menjaga NIK sendiri.

Gimana caranya coba jaga NIK sendiri, ketika masyarakat diminta harus jaga NIK sendiri.

Terus pemerintah menghimbau harus sering-sering ada kata sandi.

Dan kebocoran data penduduk sebelumnya juga pernah terjadi yaitu pada 13 juta data Bukalapak pada tahun 2019, 91 juta Tokopedia, data pasien covid 19 2920, dan data 279 juta penduduk Indonesia peserta BPJS Kesehatan, yang diduga bocor dan diperjual belikan di situs raidsforum.com. Data tersebut mencangkup Nomor Induk Kependudukan (NIK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), nomor penduduk, email, nama, alamat, hingga gaji. Data tersebut dijual oleh pengguna forum dengan nama id 'Kotz'.

Pada Juli 2020, kasus kebocoran data menimpa perusahaan Indonesia, 890 ribu data Perusahaan fintech kreditplus bocor.

Selanjutnya pada November 2020, ada sebanyak 5,8 juta data layanan pemesanan penginapan murah RedDoorz yang dilaporkan bocor dan dijual bebas di internet. 

Masih di bulan yang sama, berdasarkan laporan tahunan Pusopkamsinas 2020, sebanyak 2,9 juta data pengguna milik layanan keuangan Cermati.com juga dilaporkan bocor.

Pada 5 Agustus 2020 data konsumen PT Finansia Multi Finance (KreditPlus) diduga bocor. Pembobolan data ini terjadi pada 800 ribu nasabah yang terungkap di situs Raidforums dan di konfirmasi Lembaga Riset Siber Indonesia CiSSReC (Communication and Information System Security Research Center). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun