Mohon tunggu...
Wardah Hamidah
Wardah Hamidah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ

Mahasiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sektor Usaha di Masa Pandemi: Omset Ekonomi atau Kesehatan Pegawaiku?

29 Juni 2021   12:50 Diperbarui: 29 Juni 2021   13:11 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh: Wardah Hamidah

Pendidikan Sosiologi UNJ

            Pandemi COVID-19 yang tak kunjung reda membuat semua orang kewalahan. Penyebaran virus yang semakin menyebar dengan korban yang semakin banyak berjatuhan membuat pemerintah mengeluarkan berbagai macam kebijakan, mulai dari social distancing (jaga jarak) sampai dengan work from home (bekerja dari rumah). Yang pada akhirnya diterapkan lockdown serentak, karena penyebaran virus COVID-19 yang semakin tidak terkendali.

Dalam menanggapi pandemi COVID-19 serta kesiapsiagaan dalam menghadapinya, diperlukan kerjasama dari berbagai pihak mulai dari pemerintah sampai dengan swasta. Dengan kerjasama dan koordinasi yang baik dari berbagai pihak ini, diharap bisa menurunkan angka presentase penyebaran COVID-19 di Indonesia. Lonjakan jumlah pasien yang melebihi kapasitas rumah sakit yang ada merupakan skenario terburuk yang harus dihadapi oleh pemerintah dan merupakan tantang untuk pihak-pihak tertentu. Lonjakan jumlah pasien ini bisa saja terjadi, melihat masih banyak yang tidak taat pada protokol kesehatan seperti menjaga jarak, menghindari kerumunan, atau pun menjaga kebersihan seperti rajin cuci tangan. Karena ditakutkan hal tersebut akan terjadi, maka pusat-pusat rujukan COVID-19 harus segera dibentuk.

Kementerian Kesehatan telah menunjuk 359 rumah sakit sebagai rujukan COVID-19 secara nasional, rumah sakit tersebut terdiri dari Rumah Sakit Pemerintah, Rumah sakit milik TNI, Rumah Sakit Polri dan Rumah Sakit BUMN. Ada beberapa Pemerintah Daerah yang menunjuk beberapa Rumah Sakit Swasta sebagai tambahan rumah sakit rujukan. Dengan fasilitas kesehatan yang memadai dan juga tenaga medis dan non medis yang tersedia, diharap bisa tanggap dalam menangani pasien COVID-19. Dengan demikian, kesiagapan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah ini diperlukan dari jauh hari sebelum lonjakan pasien terjadi, sehingga tidak mengakibatkan kelebihan beban di rumah sakit yang dapat mengakibatkan penularan virus karena keterbatas kapasitas kesehatan.

            Dengan segala kesiapan tersebut dan dengan menerapkan protokol kesehatan yang sebelumnya 3M yang kini menjadi 5M (Memakai masker, Mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir, Menjaga jarak, Menjauhi kerumunan, serta Membatasi mobilisasi dan interaksi), pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan baru yang disebut sebagai new normal.

Sejak bulan Juni 2020, pemerintah sudah menetapkan kebijakan new normal atau kenormalan baru yang membolehkan beraktivitas di luar rumah namun tidak lupa untuk selalu menerapkan protokol kesehatan. Kebijakan ini mengajak masyarakat untuk melakukan kebiasaan baru yaitu menerapkan protokol kesehatan di setiap aktivitasnya, kebiasaan ini sudah populer dilakukan di berbagai negara dan salah satunya Indonesia. Dengan diterapkannya kebijakan ini, masyarakat sudah bisa melakukan aktivitasnya kembali di luar seperti biasa. Namun, jika aktivitas tersebut bisa dilakukan dari rumah maka disarankan untuk selalu tetap di rumah. Diharapkan dengan new normal ini dapat meningkatkan ekonomi yang sebelumnya anjlok akibat pandemi COVID-19. Saat pemerintah pertama kali mengkonfirmasi infeksi korona di Indonesia pada Maret 2020, sudah lebih dari satu tahun ini Indonesia masih dilanda pandemi COVID-19.

Pemerintah yang sebelumnya menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), berdampak besar pada proses produksi, distribusi, dan kegiatan operasional lainnya yang menggangu kinerja perekonomian. Pada tahun 2020, ekonomi Indonesia tumbuh ke arah negatif. Bagaimana tidak, sektor swasta dilema antara harus tetap memperkerjakan pegawainya atau memberhentikan mereka semua karena pandemi. Akhirnya, banyak sektor usaha yang dipaksa tutup karena tetap memperkerjakan pegawainya di tengah pandemi COVID-19. Sehingga pengangguran dan kemiskinan pun meningkat. Pada kuartal I 2020, pertumbuhan ekonomi tumbuh sekitar 2,97%. Tetapi saat memasuki kuartal II 2020, terjadi kontraksi hingga 5,32%. Pada kuartal II 2020 tersebutlah dimana pertumbuhan ekonomi mengalami kelesuan karena hampir seluruh sektor usaha ditutup untuk menghindari penyebaran virus COVID-19.

Salah satu yang menyebabkan kontraksi ini adalah penerapan PSBB di beberapa daerah di Indonesia sebagai pencegahan penyebaran virus COVID-19. Saat memasuki kuartal III, PSBB mulai dilonggarkan dan kegiatan ekonomi mulai mengalami perubahan. Kontraksi ekonomi yang sebelumnya 5,32% berubah menjadi 3,49%. Pada kuartal IV, Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan bahwa ekonomi masih akan minus sekitar -2,9% hingga -0,9% yang berarti tahun 2020 di Indonesia ditutup dengan angka pertumbuhan ekonomi yang minus.

             Selain itu, penghasilan masyarakat yang semkain menurun akibat pandemi juga merupakan faktor dari banyaknya sektor usaha yang mengurangi aktivitasnya atau tutup total. Hal ini juga menyebabkan tingkat pengangguran meningkat. Menurut Badan Pusat Statistik dalam Survei Angkatan Kerja Nasional pada Agustus 2020, pandemi COVID-19 sangat berdampak pada sektor ketenagakerjaan.

Sebanyak 29,21 juta orang atau sekitar 14,28% dari 203,97 juta orang penduduk Indonesia berusia kerja terdampak pandemi COVID-19. Sehingga angka pengangguran pun meningkat sejumlah 2,56 juta orang menjadi 9,77 juta orang. Jumlah pekerja formal juga mengalami penurunan 39,53% menjadi 50,77 juta orang dari total 128,45 juta penduduk yang bekerja. Namun kebalikannya, jumlah pekerja informal mengalami pelonjakan 60,47% menjadi 77,68 juta orang. Karena hal tersebut, pemerintah berupaya untuk memulihkan kembali pertumbuhan ekonomi yang sempat anjlok ini. Di sektor usaha, pemerintah berusaha menggerakan dengan pemberian intensif atau stimulus kepada UMKM dan korporasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun