Mohon tunggu...
Wara
Wara Mohon Tunggu... Guru - Love God, Love Myself, Love Others

Seseorang yang suka membaca, travel dan pengalaman baru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Euphoria karena Berbeda

22 Juni 2020   10:42 Diperbarui: 22 Juni 2020   10:43 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Angkatan 2017, Kelas C, Pendidikan Biologi, Pasca Sarjana Universitas Negeri Yogyakarta, dimana kisah ini dimulai. Kisah dimana perbedaan itu menyenangkan. Kisah dimana karena satu tujuan perbedaan itu menjadi kekuatan.  Perbedaan yang tidak menghalangi kebersamaan. Kebersamaan yang intens selama 1,5 tahun memberikan  perasaan tak terlupakan

Kelas kami awalnya berisi 18 orang, akan tetapi ditengah jalan, 1 orang  keluar, yang belakangan diketahui berkecimpung di dunia politik, teman kami satu lagi menempuh Pendidikan S2 di Monash University, Australia beasiswa LPDP.  Keenam belas yang tersisa ( 4 pria dan 12 wanita)  terus melanjutkan kisah sebagai mahasiswa berjuang meraih mimpi di sini.

Kelas kami cukup beragam  dibandingkan kelas lain, lagipula ciri khas kelas kami juga berbeda dengan  kelas lain. Tidak bermaksud membandingkan tetapi bagiku kelas kami  memiliki ciri unik yang membuatku nyaman. Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap  komunitas akan memberikan ciri berdasarkan setiap organisme yang menghuni tempat itu.  Nah, mungkin karena cocok dengan ciri  komunitas  maka aku  merasa nyaman karena jika masuk kelas lain mungkin aku sendiri tidak akan betah.

Kelas kami multi ras, multi agama,  bahkan multi bangsa (Indonesia dan Afrika), jadi kelas regular serasa kelas internasional. Kami mendapat teman dari Uganda yang mendapat beasiswa belajar di Indonesia , Kijambu Jhon namanya.  Teman teman ada yang berasal dari Sumatera, Sulawesi Tengah,  Jawa Tengah, Jawa Barat,   Bima, Flores.  Ada tiga agama yang ada di kelas kami Islam, Kristen dan Katolik.

Keberagaman tersebut tidak membuat pertemanan kami menjadi  canggung, tetapi malah menjadikan kami berbagi cerita satu sama lain, mencoba makanan gratis dari daerah lain  bahkan Jhon mengajari kami  membuat roti khas Uganda dan mengundang kami ke acara pertemuan mahasiswa Afrika.

Ketua kelas kami juga memiliki cerita sendiri sampai terdampar di kelas kami. Seandainya tidak bercampur dengan kami mungkin tidak  tertular  kehebohan kami.  Ketua kelas kami ini pertukaran dengan kelas lain  (yang cukup anteng dan serius). Awal masuk kelas  kami masih anteng dan serius, kemudian  lama kelamaan tertular oleh kehebohan kami.

Satu teman kami sempat juga "menghilang" , sulit dihubungi berkaitan dengan tahap tahap penyelesaian tesis. Teman teman kami tanpa diperintah pun berusaha mencari berulang kali ke kos ataupun terus menghubungi lewat media sosial. Walaupun akhirnya hasil nihil, tetapi disini nampak bahwa pertemanan yang dibangun teman temanku ini tulus.  

Aku rasa ada satu dua  hal  yang dapat membuat kami mampu bersama dalam perbedaan  yakni  pikiran  terbuka.  Pikiran yang terbuka membuat tidak adanya prasangka satu sama lain. Keberagaman yang ada menjadikan  kami melihat sisi lain  dan menikmati perbedaan tersebut dengan senyuman. Pikiran terbuka memungkinkan kami juga berpikir positif satu sama lain sehingga kebersamaan itu dipupuk  dengan berlandaskan motivasi yang sama.

Cerita kebersamnan itu terhenti ketika kami akhirnya harus berjuang sendiri -- sendiri menyelesaikan tesis, menikah atau  pulang kembali ke kampung halaman masing -- masing. Komunikasi masih dilakukan hanya sebatas melalui media sosial.

Perasaan ingin kuliah bercengkerama kadang terselip di tengah kesibukan sehari -- hariku. Tak ada yang bisa menggantikan keindahan dan kebahagiaan saat bersama -- sama. Energi positif selalu aku rasakan ketika bersama, entah mengerjakan tugas sampai malam di rektorat, menghadiri kelas dosen  yang sangat idealis (teman teman tahu siapa), menyiapkn presentasi tugas atau hanya sekedar makan siang kebingungan mencari tempat duduk di food court. Hal -hal kecil yang tak terlupakan. 

Kisah ini mengajarkan aku bagaimana perbedaan bukan untuk diperdebatkan tetapi untuk dinikmati  sebagai bagian dari kisah penciptaan alam semesta  dan penghargaan terhadap hakikat kehidupan manusia.

Sekarang semua sudah dengan kehidupan masing -- masing, tetapi euphoria yang sesaat ini akan terus menjadi sejarah indah  dalam kehidupanku. Doa yang teriring untuk teman temanku semua.

Special thanks to :

  • Mas Ahmad (Ketua Kelas)
  • Mas Kijambu Jhon Baptis (Teman internasional)
  • Mas Sendy (Paling muda)
  • Mas Lepi (Putra Jambi-ahlinya komputer)
  • Mbak Ratna (Pecinta ayam hidup)
  • Mbak Vikqi(Tasik punya)
  • Mbak Hefi (Wonogiri punya)
  • Mbak Bella (Supel dan santai... Flores punya-Ikonic)
  • Mbak Tamiiii (Pengusaha Donat sekarang)
  • Mbak Galuh (Bu Guru muda )
  • Mbak Maya (Jagonya statistika)
  • Mbak Tina (Diidolakan dosen .....hmmm.semua tahu)
  • Mbak Wihar (Pendiam tapi penuh kejutan)
  • Mbak Filo (Keren dietnya-Palu punya)
  • Mbak Mirra (Aussie)
  • Mbak Asdiyanti (Bima punya)
  • Mbak Salma (Politikus muda)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun