Tahun 1970-an, SD Muhammadiyah hendak ditutup karena jumlah murid baru hanya sembilan orang (minimal 10). LIMA DEKADE BERLALU, tahun 2025 sebuah sekolah di Aceh terancam ditutup. Alasannya sama: jumlah muridnya kurang.
Ini adalah cerminan dari negara yang merdeka dan berdaulat. Pendidikan mendapat perhatian di urutan belakang. Ironis!
***
Pemerintah melakukan efisiensi anggaran di banyak kementerian. Prabowo bahkan memamerkan penghematan anggaran negara sebesar Rp306,69 triliun. Hal itu disampaikannya secara virtual di forum internasional World Government Summit 2025, yang digelar di Dubai, Kamis (13/2/2025) sore.
Efisiensi anggaran tersebut, lanjut Prabowo, akan digunakan untuk membiayai 20 program strategis pemerintah demi menyentuh kesejahteraan rakyat yang lebih luas. MBG menjadi salah satu program yang dipamerkan, yang akan dibiayai dari anggaran efisiensi. Makan Bergizi Gratis, tapi alih-alih memberikan kesehatan pada siswa, lima ribuan siswa keracunan akibat mengonsumsi menu MBG.
Selain itu, Kementerian Pendidikan menjadi salah satu kementerian yang terdampak efisiensi anggaran (baca: anggaran dipangkas). Tidak dipangkas pun belum cukup untuk menyelenggarakan pendidikan berkualitas. Kalau dipotong, yah...
Era Berganti, tapi Alasannya Sama: Jumlah Murid Kurang
Era 1970-an dalam cerita Laskar Pelangi, sekolah di pedalaman ditutup karena jumlah murid kurang. Anggaran untuk penyelenggaraan juga mungkin kurang. Terpaksa, demi efisiensi, ditutup juga. Catat ya, tahun 1970-an.
Tahun 2025, Indonesia dengan banyak pencapaian yang dilakukan, mengulang kesalahan yang sama. Menutup sekolah karena jumlah muridnya kurang. Sedangkan anggota DPR dinaikkan gajinya. Para pejabat flexing di medsos. Belum korupsi yang menjerat banyak pejabat.
Kembali ke Aceh. SDN Paya Baro, yang terletak di wilayah pedalaman dan merupakan desa terakhir di Kecamatan Meurubo, terancam ditutup Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Barat. Bukan karena tidak ada gedung maupun murid. Gedungnya ada. Murid dan gurunya pun ada.Â
Lantas kenapa ditutup? Karena kekurangan jumlah murid. Tidak memenuhi standar nasional. Sungguh memalukan. Tidak rasional. Mengkhianati undang-undang.
Seberapa pelosok SDN Paya Baro berada? Apakah terbaca di maps? Terbaca kok. Tapi standar nasional yang menjadi patokan.
Berapa jumlah murid sesuai standar nasional? Menurut Pemendikbudristek No. 47 Tahun 2023 tentang standar pengelolaan pendidikan, jumlah satu rombongan belajar (satu kelas) adalah 28 siswa. Sedang di SDN Paya Baro hanya ada 24 siswa.
SDN Paya Baro sudah beroperasi dengan baik meski penuh keterbatasan dan sudah ada sebelum terjadi konflik di Aceh. Kan sudah lama ada, kenapa sekarang harus ditutup? Apakah demi efisiensi anggaran juga...?
Jarak sekolah lain yang terdekat setidaknya sejauh lima kilometer dengan jalan berbatu dan belum diaspal melewati hutan. Para siswa harus berjalan kaki dari rumah ke sekolah. Jika harus menempuh lima kilometer ini bisa meningkatkan angka putus sekolah.
"Terpaksa" Tetap Membuka Stasiun Demi Seorang MuridÂ
Pemerintah Jepang mendapat sorotan pada Januari 2016.  Stasiun Kyū-Shirataki menjadi topik berita global dengan "stasiun yang tetap buka untuk seorang siswa SMA". Karena minimnya jumlah penumpang, JR Hokkaido--pengelola kereta api Jepang--mengumumkan akan menutup stasiun Kyū-Shirataki pada Maret 2016.
Surat kabar The Asashi Shimbun (7 Januari 2015) menceritakan seorang siswa SMA bernama Kana Harada (17 tahun). Ia menggunakan kereta di stasiun Kyū-Shirataki untuk pergi dan pulang sekolah. Penutupan stasiun ditunda demi seorang siswa, dan baru ditutup pada 1 Maret 2016 saat acara kelulusannya.
Janganlah membandingkan dengan Jepang. Ini kan Indonesia. Indonesia punya program strategis nasional yang lebih penting untuk dijalankan.Â
Pemerintah tidak Serius pada Pendidikan Indonesia
Adakah pernyataan itu berlebihan dan mendeskreditkan? Mari kita menelusuri, dari banyak program strategis pemerintah Indonesia, mana yang dibutuhkan dan memberi manfaat nyata bagi para siswa dan masyarakat umum?
Pengangkatan menteri adalah hak prerogratif presiden. Mereka yang pernah berjasa, atau mendukung presiden saat kampanye berpotensi diangkat menjadi menteri. Maka, program-program yang dibuat juga berorientasi pada kepentingan sempit, bukan kepentingan masyarakat luas. Politik balas jasa. Tahu-tahu, tersandung kasus korupsi. Reshuffle lagi. Gitu aja kok repot.
Ini membuktikan bahwa pemerintah belum serius memperhatikan pendidikan Indonesia. Aku pernah menulis, jika mau pendidikan berkualitas harus dipisahkan dari politik. Baca di sini Kupas Masalah Hingga Tuntas, Raih Pendidikan Berkualitas.
Penutup
Sejak kejadian wacana penutupan SD Muhammadiyah Gantong Belitung, telah 55 tahun berlalu. Di masa ini, saat jumlah murid berkurang solusinya masih sama: menutup sekolah. Wapres Gibran dengan bangga menggaungkan Indonesia emas 2045. Dua puluh tahun lagi dari sekarang. Hilirisasi macam apa yang mau ditempuh? Mau menjabat berapa periode? --KRAISWAN
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI