Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Beda Adat, Siapa Takut? #37

29 Agustus 2023   11:44 Diperbarui: 29 Agustus 2023   17:17 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pacaran: sambil mengenal, sambil mempersiapkan pernikahan | foto: KRAISWAN

Dua tahun adalah waktu Kris dan Yanti berpacaran. Dua tahun ini pula menjadi waktu efektif untuk mempersiapkan pernikahan.

Di tahun pertama kami berfokus pada pengenalan karakter pasangan melalui diskusi, berbagi pandangan dan Pendalaman Alkitab (PA). Sedang di tahun kedua kami berfokus pada hal-hal teknis terkait pernikahan serta konseling pranikah.

Pernikahan dan adat menjadi bagian dalam kehidupan bak dua sisi mata uang. Meski berat, mau atau tidak, keduanya perlu dikerjakan.

Bagi sebagian kelompok masyarakat, adat dalam pernikahan adalah keharusan. Sebab kebiasaan yang sudah turun-temurun sulit untuk dilepaskan. Lagi pula ada banyak nilai luhur dalam pernikahan adat, yang kalau dihayati dengan sungguh-sungguh akan menjadi berkat dalam hidup berumahtangga.

Sedangkan bagi kelompok lain adat dalam pernikahan menjadi beban, kalau tidak mau disebut momok. Sebab biaya untuk melangsungkan pernikahan ini tidak murah. Bisa puluhan sampai ratusan juta.

Orang tua rela berhutang demi menikahkan anaknya. Nampaknya kebiasaan ini berlaku bagi hampir di setiap daerah di Indonesia, termasuk Jawa dan Batak. Syukur kalau anaknya yang sudah disekolahkan tinggi sampai sarjana mau menabung, ikut membiayai pernikahannya sendiri. Kalau tidak, ya rezeki orang tua.

Banyak orang tua yang berpikir, bisa menggelar pesta pernikahan yang besar (dengan berhutang jika perlu) adalah suatu pencapaian yang membanggakan. Dengan undangan yang banyak bakal banyak juga yang akan menyumbang. Biaya pesta nanti akan tertutup. Seperti bisnis saja. Padahal, dari banyak cerita mereka justru merugi dan menyisakan hutang.

Itu baru satu anak. Bagaimana kalau seperti orang Batak, kebanyakan punya minimal empat anak?

Kami berpikiran lain. Sebagai pribadi yang sama-sama sudah diubahkan, kami tidak ingin membebankan biaya pernikahan hanya kepada orang tua. Usaha kami ini bukannya semudah bicara. Sebab, aku hanya guru swasta di kota kecil, sedang pacarku bekerja di sebuah industri rumahan di Jakarta. Dalam waktu yang hanya satu tahun, berapa banyak uang yang bisa dikumpulkan?

Untuk itu kami perlu membuat target. Berapa yang ingin dikumpulkan. Lalu berapa jumlah maksimal yang bisa dikumpulkan dari gaji masing-masing. Ditambah dengan usaha dana berjualan makanan atau produk-produk yang memungkinkan.

Disebabkan jarak geografis yang jauh Jawa-Sumatra, kami tidak berpikir untuk melakukan pesta dua kali. Maka harus dipilih di salah satu tempat. Dengan berbagai pertimbangan, kami berpikiran untuk mengadakan pemberkatan pernikahan di Jawa. Setelahnya ada jamuan makan sebagai ucapan syukur bersama keluarga besar dan teman-teman dekat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun