Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Dilukai tapi Berbunga, Mana Bisa?

27 April 2021   22:34 Diperbarui: 27 April 2021   22:43 3632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ranting pohon yang dilukai, malah berbunga | KRIS WANTORO

Setiap kita pasti pernah terluka. Disebabkan oleh seseorang, keadaan atau waktu yang terus berlalu. Bagaimana rasanya? Sakit? Kecewa? Jengkel? Dendam? Merasa tidak adil?

Atas kejadian tak diinginkan itu, biasanya kita akan merespons dengan cara negatif. Wajar, bukan? Karena aku dilukai, pantas aku balas melukai. Aku disakiti, maka aku menaruh dendam, lalu kubalas berkali lipat.

Apa jadinya kalau kita dilukai tapi malah berbunga, menebarkan semerbak keharuman dan keindahan dalam hidup? Mana bisa...?

Berikut pengalamanku bersama pohon alpukat. (Perasaan, pengalaman sama pohon mulu dah) Ceritanya, tumbuhlah pohon alpukat yang rajin berbuah di sepetak kebun belakang rumah bapakku. Sudah berbuah, manis-gurih pula. Aku yang sendiri yang menanam tujuh tahun lalu.

Aku memang suka menanam, meski bukan perawat tanaman. Pikirku waktu itu, tanam saja, suatu saat pasti menuai. Aku menanam dari biji yang kutahu buahnya memang enak. Seperti kita tahu, menanam dari biji adalah usaha memupuk kesabaran. Bisa tujuh sampai sepuluh tahun penantian, pun belum tentu buahnya enak.

Kurang lebih lima tahun sejak ditanam, si pohon alpukat bertumbuh makin tinggi meski pokoknya hanya selingkaran jempol-telunjuk kedua tangan lebih sedikit. Buahnya terbilang lebat, menghasilkan setidaknya 15 kg. mantab! Di tahun-tahun berikutnya, ia terus berbunga, lalu berbuah. Memang, usaha tidak mengkhianati hasil.

***

Aku gemar makan buah, apalagi alpukat. Meski sudah punya pohon yang rutin berbuah, aku ingin menambah koleksi pohonnya. Kalau bisa panen lebih banyak, siapa tahu bisa beli mobil...

Aku belilah sebatang bibit dari tempat penjualan bibit pohon buah. Sudah kupilah sekian rupa, yang batangnya kokoh, yang berpotensi cabangnya banyak. Baru aku semaikan, hanya beberapa bulan doi layu, lalu berguguran daunnya, makin kering, akhirnya mati. Apes. Belum rezeki.

Tidak menyerah, aku berniat membibitkan dari pohon di kebun belakang rumah bapak. Menurut ilmu dari guru SDku, salah satu cara perkembangbiakan tanaman adalah cangkok. (Jangan diejek!) Langkah pertama, pilih ranting yang ukurannya sedang, tapi kuat. Kupas kulitnya sepanjang 5-10 cm. Kedua, bersihkan kulit arinya. Ketiga, ambil tanah yang mengandung humus, yang lembab, lalu kepalkan untuk menutup batang yang dikupas tadi.

Ketiga, bungkus tanah tersebut dengan plastik yang diberi beberapa lubang atau lebih bagus dengan ijuk kelapa. Lalu diikat kuat dan rapat. Pastikan batang tersebut tetap lembab agar merangsang pertumbuhan akarnya, rutin disiram kalau perlu. Dua batang aku cangkok, selesai dibungkus, tinggal menunggu si akar-akar menembus ijuk. Wah, senangnya hati ini. Kelak pasti bakal mendapat hasil.

Baca juga: Memang, Makin Tinggi Suatu Pohon Kian Kencang Angin Bertiup

Beberapa bulan kemudian...

"Le, iku batang alpukat yang kamu cangkok sudah berbuah lebat tuh. Tapi kayanya kalau alpukat kan ndak bisa dicangkok...", tutur perempuan yang tak pernah sekolah itu. Sumpah...? Begonya aku! Pantas, sewaktu proses mencangkok ditanya tetangga, "Mencangkok ya, Kris?", bangga aku menjawab "Ya". Pasti diketawain luar biasa.

Sebagai lulusan pendidikan fisika yang mengajar jenjang SD, aku malu semalunya. Mau ditaruh di mana muka ini. Anak SD juga tahu, kalau alpukat tidak termasuk pohon yang bisa dicangkok, melainkan disetek (disambung dengan ujung tunas dari tanaman lain yang sejenis). Yah... inilah caraku meratapi ke-tulalit-anku.

Tapi, di sini bagian menariknya. Aku, tanpa sedikitpun memikirkan niat jahat melukai si pohon alpukat. Disayat, dikelupas kulitnya, dikerok kulit arinya, hiii.... Pasti sakit ya. Tapi, malah si batang alpukat mengeluarkan bunga sangat lebat, padahal baru saja berbuah dan dipanen. Perkara bunga itu nanti berkembang menjadi bakal buah atau tidak, itu soal belakang. (Culun. Kan memang ada beberapa jenis tanaman buah yang kalau dilukai malah makin rimbun buahnya)

Aku mengambil suatu refleksi. Pohon alpukat yang tidak punya akal, yang tidak lebih mulia derajatnya dari manusia, Ketika dilukai malah bisa berbunga. Adakah manusia menjalani langkah yang sama? Bisakah kita menebar keharuman meski dilukai, dicaci bahkan diancam...?

Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. -- Matius 5:39

Revolusioner. Begitulah ajaran Yesus, yang mengajarkan "memberi pipi kanan" pada orang yang "menampar pipi kiri". Radikal. Tak masuk akal. Namun, inilah pengajaran tentang pengampunan sejati. Sikap tetap mengasihi betapa pun telah disakiti.

Contoh pemberian "pipi kanan" barangkali dihayati oleh orang-orang seperti Basuki T. Purnama. Meski difitnah, dibenci, dicemarkan, bahkan diancam; dia mau mengampuni. Hidupnya tidak difokuskan pada usaha membalas orang yang memusuhinya, melainkan berkarya dan memberi manfaat bagi sesama.

Di bulan Ramadan ini, meski masih di tengah pandemi akibat Covid-19, kiranya pekerjaan dan ibadah kita senantiasa memancarkan keindahan dan keharuman. Tetap mengasihi, meski sering disakiti.

Salam,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun